Membaca Realitas
728×90 Ads

Integritas Penyelenggara Pemilu

Oleh: Mulyadi S. Awal (Advokat dan Konsultan Hukum)

Tepatnya, 24 Januari 2022 dalam kesimpulan Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum RI (KPU RI), Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (BAWASLU RI) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyepakti beberapa hal salah dua di antaranya berkaitan dengan Penyelenggaraan pemungutan suara pemilihan umum serentak dilaksanakan pada hari rabu tanggal 14 Februari 2024 dan Penyelenggaraan pemungutan suara pemilihan kepala daerah serentak secara nasional dilaksanakan pada hari rabu 27 November 2024.

Dari penempatan waktu hari pemungutan suara pelaksanakan perhelatan demokrasi yang besar ini tentunya segala persiapan dan tahapan menuju hari pemungutan suara akan dilakukan sedini mungkin agar dapat terselenggaranya pelaksanaan pesta demokrasi yang maksimal.

Dari waktu ke waktu penyelenggaraan pemilihan umum, sering terdapat permasalahan hukum pemilu yang tak kunjung usai, baik Pelanggaran Administrasi Pemilu, Pelanggaran Pidana Pemilu dan Pelanggaran Etik Pemilu dan Setiap dilakukannya tahapan pemilu DKPP.

Selalu saja menyidangkan laporan etik yang subyek terlapornya ialah penyelenggara pemilu baik penyelenggara yang terdapat di tingkat pusat sampai dengan penyelenggara pada tingkat daerah. Hal ini menjelaskan bahwa integritas penyelenggara pemilu masih sering goyah atau betul-betul tidak menjalankan prinsip-prinsip pemilu yang jujur dan adil.

Dalam KBBI mendefinisikan integritas ialah; mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa integritas menekankan pada aspek kejujuran dan profesional.

Kelembagaan penyelenggara pemilu yang menyelenggarakan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil ialah lembaga yang diberi kewenangan dengan tanggung jawab etik dan berdasarkan prinsip/atau asas dalam penyelenggaraan pemilu.

Pada penyelenggaraan Pemilihan umum serentak secara nasional pada tahun 2024 Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tentunya memiliki tanggung jawab yang begitu besar dari pemilihan umum sebelumnya.

Pemilihan umum kali ini, tumpuan beban pekerjaan penyelenggara pemilu menjadi bertambah. Sekalipun pada pelaksanaan hari pemungutan suara terdapat selisih waktu yang berbeda namun penyelenggaraan kali ini KPU dan Bawaslu menghadapi dua tahapan penyelenggaraan pemilihan sekaligus.

Dalam menghadapi dua tahapan pemilihan yakni pemilihan umum serentak secara nasional dan pemilihan umum kepala daerah serentak secara nasional juga KPU dan Bawaslu harusnya menjadikan perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum sebelumnya.

Sebagaimana diketahui bahwa sejarah pemilihan umum 2019 banyaknya korban dari penyelenggara pemilu yang berjatuhan terdapat sekitar 894 Petugas yang Meninggal Dunia dan 5.175 Petugas mangalami sakit hal ini disampaikan oleh Arief Budiman (Komisioner KPU RI) melaui Kompas.Com.

Keadaan dan  peristiwa Pemilu tahun 2019, tentunya KPU dan Bawaslu dengan profesionalitas tanggung jawabnya membuat suatu mekanisme tata kerja yang dapat meminimalisir beban kerja yang begitu besar sehingga tidak lagi terulang seperti yang terjadi pada tahun 2019 lalu.

Dengan beban pekerjaan yang begitu besar dan tidak didukung dengan sarana dan kesiapan dari penyelenggara pemilu maka tugas dan wewenang yang dilakukan menjadi asal-asalan dan dapat mempengaruhi profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu.

Pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tahun 2020 lalu DKPP mendapatkan laporan 98 pelanggaran kode etik menurut Prof. Teguh Prasetyo “Dan dari 98 kasus yang memenuhi syarat pelanggaran untuk ditindaklanjuti, yang terbesar itu adalah kasus penyalahgunaan kewenangan, amoral atau asusila, keberpihakan, dan penyuapan,”(Kabar24.com)

Pelanggaran etik yang dilaporkan oleh Masyarakat ke Dewan Kode Etik Penyelenggara Pemilu (DKPP) ialah merupakan suatu mekanisme hukum bagi masyarakat, sehingga dengan mengantipasi agar tidak terjadi laporan pelanggaran kode etik yang berkelanjutan.

Penyelenggara pemilu dalam penyelenggaraan pemilihan selanjutnya harus betul-betul menjaga integritas dan mewujudkan trus kelembagaan penyelenggaraan pemilu dari masyarakat.

Menjaga integritas tentunya penyelenggara harus patuh dan taat terhadap Kode Etik dan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku hal ini seirama dengan tujuan penyelenggaraan pemilu. Sebagaimana diketahui bahwa pada Pasal 4 huruf a UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menegaskan bahwa pengaturan penyelenggara pemilu bertujuan untuk mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas.

Penegasan dari pasal tersebut dapat ditafsirkan bahwa Pengaturan Norma sampai dengan kegiatan pelaksanaan harus mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas. ###

728×90 Ads