JATAM Tuding Rusaknya Sungai Bokimaruru Halmahera Tengah Akibat Aktivitas Pertambangan
Warga Sagea: Perusahaan Ini Merusak Lingkungan
TERNATE (kalesang) – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menganggap hulu sungai Bokimaruru, Desa Sagea, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara terdapat aktivitas pertambangan.
Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Tambang JATAM, Muhammad Jamil mengakui, di dasar botol yang teman-teman ambil, itu faktanya.
“Fakta yang selanjutnya, bahwa di hulu sungai terdapat aktivitas pertambangan.” Kata Jamil kepada kalesang.id, Selasa (29/8/2023).
Akan tetapi, Jamil menyampaikan, ini kemudian menjadi PR, karena ternyata aliran di hulu itu terhubung aliran sungai bawah tanah. Sehingga butuh riset, butuh metode pembuktian untuk mencari kausalitas yang tidak terbantahkan dari penyebab keruhnya atau berubah warna sungai Sagea yang telah melampaui ambang atau termasuk dalam kategori pencemaran dan kategori kerusakan lingkungan hidup.
“Untuk hulu sungai, terdapat beberapa perusahaan tambang, yaitu Weda Bay Nickel maupun Tekindo.” Ujarnya.
Untuk sampel yang diambil, lanjutnya, akan diuji secara laboraturium dengan metode yang tepat sesuai dengan hak mutu yang mau diuji.
“Tapi sebelum semua fakta ini terbantahkan kalau sungai sudah berubah warna, tercemar dan salah satu parameter yang biasa diuji adalah kekeruhan.” Kata Jamil.
Tingkat kekeruhannya, Jamil menambahkan, sudah ribuan kali lipat dan melampaui ambang batas. Sungai tersebut tidak bisa dikonsumsi sama sekali.
“Tapi sebetulnya sangat menyayangkan respon dari pihak perusahaan. Salah satu yang terdekat seperti Weda Bay Nickel sangat tertutup dengan situasi saat ini.” Ungkap Jamil.
Selain itu, kata dia, lambatnya pemerintah dalam melakukan respon, mulai dari perangkat desa, kecamatan termasuk para pejabat di Kementerian Kehutanan.
“Karena di sini kan masuk di wilayah kawasan hutan, mereka hampir tidak bekerja untuk pemulihan.” Bebernya.

Tentu, Jamil menyampaikan, ini adalah sebuah kerusakan yang serius yang harus direspon dengan serius pula.
“Metodenya gimana? harus membentuk tim investigasi independen dalam model gerakan. Maksudnya, semua aktivitas masyarakat sipil dan pemerintah harus menjadi bagian di dalamnya, jangan dibatas-batasin dalam artian jangan dikapitalisasi oleh tim perusahaan saja atau pemerintah saja itu akan jadi masalah.” Tegasnya.
Dalam hal ini, Jamil mengimbau agar melibatkan pemerintah dan warga juga. Karena, warga yang paling tahu juga kawasan dan ruang hidupnya.
Sementara itu, Maryam, salah satu warga Desa Sage melalui video dengan durasi 1.35 detik tepatnya di jembatan sungai Sagea mengatakan, apapun yang terjadi akan mendukung mahasiswa karena merasa sedih dengan sungai Sagea yang berwarna cokelat.
“Dulu air tidak seperti ini, hujan dua hari air langsung jernih. Sekarang untuk ambil air di sungai sudah tidak bisa, karena sudah ada limbah.” Katanya.
Saat ini, lanjutnya, kondisi telah berubah, tidak seperti dulu lagi, jika hal ini tidak diselamatkan, maka akan membawa dampak yang serius dikemudian hari.
“Besok lusa kalau kita akan merasakan sengsara, ingat masa depan anak-anak nantinya. Perusahaan ini merusak lingkungan.” Tegasnya.
Reporter: Halima Duwila
Redaktur: Junaidi Drakel
 
						
 
			 
				 
						