Membaca Realitas
728×90 Ads

SOP KBGO Media Kalesang

BAGIAN 1: KOMITMEN PERUSAHAAN    

PT KALESANG KIERAHA MEDIA berkomitmen untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi semua karyawan yang bebas dari diskriminasi atas dasar apa pun, termasuk kekerasan seksual di tempat kerja, yang terjadi secara luring maupun daring.

PT KALESANG KIERAHA MEDIA memiliki kebijakan tidak ada toleransi terhadap segala bentuk kekerasan seksual di tempat kerja, baik yang terjadi secara luring maupun daring.

PT KALESANG KIERAHA MEDIA  akan memastikan bahwa semua karyawan mengetahui dan memiliki akses yang siap pakai terhadap kebijakan tersebut setiap saat dan memahami isinya.

IDHAM KURNIAWAN ANDILI bertanggung jawab atas isi dan pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini.

Kebijakan ini disetujui oleh:

Nama WENDI WAMBES

Jabatan DIREKTUR

Perusahaan PT KALESANG KIERAHA MEDIA

Disetujui 03 SEPTEMBER 2024

Tinjauan berikutnya 03 SEPTEMBER 2025

 

Untuk selanjutnya, di dalam SOP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Berbasis Gender Luring dan Daring di Perusahaan Media ini, maka PT KALESANG KIERAHA MEDIA  akan ditulis sebagai Perusahaan.

Kebijakan ini berlaku bagi seluruh karyawan perusahaan. Sebagai catatan, pelaku kekerasan seksual tidak terbatas pada rekan kerja (atasan, bawahan atau yang sejajar; dari departemen yang sama maupun berbeda) tetapi juga pihak eksternal (seperti narasumber, klien, vendor, orang tidak dikenal, pejabat dan lain-lain).

Perusahaan akan menindak tegas pelaku rekan kerja dengan mekanisme internal. Perusahaan, atas permintaan korban, akan memberikan dukungan yang dibutuhkan, jika pelaku adalah pihak eksternal dan penyelidikan diserahkan pada mekanisme kepolisian.

 

BAGIAN 2: PERLINDUNGAN TERHADAP KARYAWAN     

Berikut ini adalah uraian untuk karyawan Perusahaan tentang apa yang dapat dan harus Anda lakukan jika:

  1. Anda mengalami kekerasan seksual di tempat kerja
  2. Anda menjadi saksi atau khawatir tentang orang lain yang mengalami kekerasan seksual di tempat kerja
  3. Anda dituduh melakukan kekerasan seksual terhadap seseorang di tempat kerja.

2.1. Karyawan Mengalami Kekerasan Seksual di Tempat Kerja     

Jika Anda mengalami kekerasan seksual, itu BUKAN kesalahan Anda. Anda tidak sendirian dan bukan satu-satunya orang yang yang mengalami hal ini. Kekerasan seksual memang terjadi di industri- industri media. Anda memiliki hak hukum untuk bekerja di lingkungan yang aman tanpa mengalami kekerasan seksual atau takut akan hal itu. Perusahaan bertanggung jawab untuk mewujudkan tempat kerja aman bagi semua karyawan.

Untuk menindak kasus kekerasan seksual, Perusahaan perlu mendapatkan akses terhadap informasi yang dibutuhkan. Untuk itu, Anda harus memberi tahu orang lain yang bertanggung jawab atas pelaporan insiden tersebut. Orang tersebut dapat berupa:

  • Manajer langsung Anda (departemen yang sama) atau manajer lain (departemen yang berbeda)
  • Seseorang di departemen sumber daya manusia
  • Seorang petugas kesehatan dan keselamatan
  • Perwakilan serikat pekerja
  • Layanan kesehatan kerja

Semua orang ini memiliki kewajiban untuk melindungi kerahasiaan informasi Anda.

Sebagai seseorang yang melaporkan kekerasan seksual, identitas Anda dan informasi apa pun yang Anda bagikan akan diperlakukan secara rahasia dan hanya akan dibagikan dengan sejumlah kecil orang yang terlibat dalam penyelidikan.

JikaAnda telah mengalami pelecehan seksual atau pemerkosaan, ini adalah kejahatan serius terhadap Anda. Selain menginformasikan kepada orang yang bertanggung jawab atas pelaporan insiden di Perusahaan, Anda harus melaporkannya kepada polisi dan mencari bantuan medis. Ketahuilah bahwa kasus Anda mungkin dibawa ke pengadilan.

Anda memiliki hak untuk tidak menjadi korban karena melaporkan kekerasan seksual di tempat kerja. Pembalasan dendam adalah pelanggaran serius dan dapat dihukum. Perusahaan bertanggung jawab melindungi Anda dari hal ini.

 

2.2. Untuk dapat menindak kekerasan seksual, Perusahaan perlu mendapatkan

         akses terhadap informasi yang dibutuhkan.

  • Jika rekan kerja menghubungi Anda dan melaporkan telah terjadi pelecehan seksual, Anda harus mendorong orang tersebut untuk menindaklanjuti masalah ini dan melaporkannya.
  • Jika Anda khawatir bahwa seorang rekan kerja mengalami pelecehan seksual, Anda harus melaporkan hal ini kepada salah satu orang yang disebutkan di atas dengan menyertakan bukti awal atau indikasi awal adanya dugaan peristiwa pelecehan atau kekerasan seksual.

Sebagai seseorang yang melaporkan pelecehan seksual, identitas Anda dan informasi yang Anda sampaikan akan diperlakukan secara rahasia dan hanya akan dibagikan dengan sejumlah kecil orang yang terlibat dalam penyelidikan. Laporan juga dapat dilakukan secara anonim dengan menyertakan bukti-bukti awal dugaan terjadinya pelecehan atau kekerasan seksual.

Anda berhak untuk tidak menjadi korban karena melaporkan kekerasan seksual di tempat kerja. Pembalasan dendam adalah pelanggaran serius dan dapat dihukum.

Perusahaan bertanggung jawab melindungi Anda dari hal ini.

Jika Anda dituduh melakukan kekerasan seksual, Anda juga memiliki hak.

  • Identitas Anda dan informasi apa pun tentang kasus ini akan diperlakukan secara rahasia.
  • Anda memiliki hak untuk mengetahui kasus yang dituduhkan kepada Anda.
  • Anda memiliki hak untuk menanggapi setiap tuduhan yang dibuat terhadap Anda.
  • Anda memiliki hak untuk mempertimbangkan versi Anda.
  • Anda memiliki hak untuk mengajukan banding atas suatu keputusan.

Jika Perusahaan menemukan bahwa tidak ada kekerasan seksual terhadap Anda, atau kasus tersebut dibatalkan, maka semua dokumen yang berkaitan dengan kasus tersebut akan dimusnahkan dan tidak akan muncul dalam catatan ketenagakerjaan Anda. Hal ini tidak akan memengaruhi prospek pekerjaan Anda saat ini atau di masa depan.

Jika Perusahaan menemukan bukti yang cukup atas tuduhan kasus kekerasan seksual terhadap Anda, Anda akan dikenakan tindakan disipliner. Hukuman disiplin minimum adalah peringatan tertulis. Disiplin untuk kasus yang serius atau berulang adalah Pemutusan Hubungan Kerja.

Jika korban akan melanjutkan proses hukumnya ke pelaporan polisi, Perusahaan akan mendukung langkah tersebut dan memberikan semua informasi yang diperlukan untuk penegakan hukum.

 

BAGIAN 3: DASAR HUKUM   

Kebijakan ini mengacu dan mendasarkan pada hukum dan regulasi yang berlaku, yaitu:

  1. UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
  2. UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  3. Peraturan Dewan Pers No 03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers
  4. UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
  5. Bab XIV KUHP dan Bab XV Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru. Bab tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan.
  6. Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara Nomor 05 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pelayanan terhadap Perempuan dan Anak Korban kekerasan

 

BAGIAN 4: PIHAK-PIHAK YANG DIATUR OLEH KEBIJAKAN INI

Kebijakan ini mengatur semua karyawan Perusahaan, termasuk namun tidak terbatas pada pemilik, direktur, anggota dewan, manajer, staf, pekerja lepas, dan mitra perusahaan

Kebijakan ini juga mengatur siapa saja yang berhubungan dengan karyawan Perusahaan dalam proses pembuatan produk perusahaan, termasuk namun tidak terbatas pada sumber berita, narasumber berita, pengiklan, rekanan bisnis, dan pengunjung.

 

BAGIAN 5: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN       

Kebijakan ini akan disebarluaskan secara internal. Perusahaan akan memastikan bahwa karyawan mengetahui dan memiliki akses yang terbuka ke kebijakan setiap saat.

Kebijakan ini akan disertakan atau dirujuk dalam dokumen-dokumen Perusahaan seperti kebijakan, dokumen, dan kontrak organisasi Anda yang sudah ada, termasuk di antaranya namun tidak terbatas pada:

  • Kode etik
  • Buku pegangan staf
  • Kontrak kerja
  • Kontrak konsultan atau rekanan
  • Perjanjian/kontrak perundingan bersama lainnya Kebijakan ini akan ditinjau setiap tahun.

Semua karyawan akan dilatih tentang isi dalam kebijakan ini:

  1. sebagai bagian dari orientasi mereka ke dalam organisasi
  2. ketika kebijakan ini ditinjau dan perubahan dibuat

 

BAGIAN 6: DEFINISI ISTILAH   

Kebijakan ini menggunakan definisi Kekerasan Seksual berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yaitu segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur.

Jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yaitu:

  1. pelecehan seksual fisik;
  2. pemaksaan kontrasepsi;
  3. pemaksaan sterilisasi;
  4. pemaksaan perkawinan;
  5. penyiksaan seksual
  6. eksploitasi seksual;
  7. perbudakan seksual; dan.
  8. kekerasan seksual berbasis elektronik.

Jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual lainnya tercantum pada ayat 2 Pasal 4 UU No 12 Tahun 2022 dan tidak terbatas pada tiga jenis kekerasan yang dijelaskan di bawah ini.

 

  1. Pelecehan Fisik (Pasal 6a UU TPKS)

Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.

Contoh perilaku yang dianggap sebagai pelecehan seksual fisik antara lain:

  • Kekerasan seksual yang sebenarnya atau percobaan kekerasan seksual – serangan fisik yang bersifat seksual, termasuk sentuhan seksual atau pemerkosaan
  • Mencium seseorang tanpa izin
  • Menyentuh, meraba, mencumbu bagian pribadi seseorang tanpa izin
  • Menyentuh atau membelai tubuh seseorang yang tidak diinginkan
  • Pijat leher yang tidak diinginkan
  • Memegang tangan seseorang yang tidak diinginkan
  • Permintaan yang tidak diinginkan untuk mendapatkan bantuan seksual.

 

  1. Pelecehan Seksual Non-Fisik (Pasal 5 UU TPKS)

Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara non-fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.

Contoh perilaku pelecehan seksual non-fisik, antara lain:

  • Teks, email, surat, panggilan telepon, atau materi yang bersifat seksual
  • Komentar yang bersifat seksual
  • Undangan sosial yang berulang dan tidak diinginkan untuk kencan atau keintiman fisik
  • Membuat komentar yang bersifat pribadi dan mengganggu tentang pakaian dan penampilan fisik seseorang
  • Membuat suara ciuman, melolong, dan mengecup bibir
  • Catcalling (siulan yang bernada seksual)
  • Pertanyaan pribadi yang tidak diinginkan tentang kehidupan sosial atau seksual kehidupan/sejarah
  • Pertanyaan yang tidak diinginkan tentang fantasi seksual
  • Lelucon yang tidak diminta yang bersifat seksual
  • Sindiran atau cerita seksual yang tidak diinginkan
  • Menyebarkan sindiran atau lelucon ‘kotor’ melalui email atau media sosial

Contoh perilaku yang mengindikasikan niat untuk melakukan pelecehan seksual, antara lain:

  • Penyerangan berulang terhadap ruang pribadi
  • Memandang seseorang dari atas ke bawah
  • Menatap atau ‘melirik’
  • Gerakan seksual dengan tubuh
  • Ekspresi wajah seperti mengedipkan mata, menjilat bibir, melempar ciuman
  • Menguntit seseorang atau mengikuti mereka
  • Menghalangi jalan seseorang dengan sengaja
  • Hadiah pribadi yang tidak diinginkan
  • Menampilkan poster, kalender, atau objek yang eksplisit secara seksual
  • Menonton pornografi di depan umum
  1. Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (Pasal 14 UU TPKS) Setiap orang yang tanpa hak:
  2. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi obyek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;
  3. mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau
  4. melakukan penguntitan dan/atau pelacakan yang menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual.

Perilaku di atas adalah bentuk Kekerasan Berbasis Elektronik.

6.2. Kekerasan Berbasis Gender Online dari SAFEnet

Kebijakan ini juga mengacu pada definisi Kekerasan Berbasis Gender Online dari SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network) sebagai referensi untuk pertimbangan hukum terhadap pelaku.

Kekerasan Berbasis Gender Online didefinisikan SAFEnet sebagai “kekerasan yang terjadi atas dasar relasi kuasa gender antara korban dan pelaku di ranah online atau yang menggunakan teknologi digital sebagai medium, sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindakan kekerasan tersebut harus memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual.”

 

6.3. Jenis KBGO dari PurpleCode Collective 

Kebijakan ini juga merujuk pada buku saku PurpleCode Collective yang menguraikan 14 jenis KBGO yaitu:

  1. Trolling adalah kekerasan/pelecehan berupa penghinaan, makian, candaan, dan/atau komentar yang bermuatan seksis atau menyerang ketubuhan dan seksualitas, dalam rupa kata maupun gambar baik secara terbuka (ruang publik di internet) maupun secara tertutup atau pribadi (lewat Direct Message/Private Message). Trolling berarti serangan yang dilakukan secara repetitif/ terus-menerus terhadap korban.
  2. Penyebaran Foto/Video Intim Nonkonsensual (Non-Consensual Dissemination of Intimate Images/ NCII) adalah kekerasan yang terjadi ketika pelaku menyebarkan foto/video intim korban tanpa persetujuan/consent. Foto/video itu bisa jadi dibuat secara konsensual oleh korban bersama pelaku atau oleh korban saja dan dibagikan pada pelaku, tetapi penyebarannya tidak konsensual. Pelaku sering kali adalah orang dekat: pasangan/mantan

pasangan atau teman kencan. Namun, kadang pelaku adalah orang tak dikenal yang berhasil membobol penyimpanan foto/video digital korban, atau hasil eskalasi dari penyebaran pertama yang dilakukan orang yang dikenal.

  1. Pemerasan, yang dibagi lagi dalam dua ragam:
    1. Extortion adalah kekerasan berupa ancaman dalam bentuk apapun untuk membuat korban melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku. Apabila pelaku adalah mantan pasangan, bentuk pemerasannya dapat berupa pemaksaan supaya korban mau menerimanya kembali dengan semua kondisi kekerasan yang menyertai. Dalam sejumlah kasus, pemerasan juga dapat dilakukan untuk meminta uang. Bila korban adalah figur politik, pemerasannya dapat berupa paksaan untuk melakukan langkah-langkah politik tertentu.
  2. Sextortion adalah kekerasan yang serupa dengan extortion, dalam bentuk yang melibatkan tindakan seksual. Itu dapat berupa hubungan seksual maupun repetisi pengiriman foto atau video intim/bernuansa seksual. Online Stalking adalah kekerasan berupa penguntitan atau pengawasan di ranah digital dengan tujuan membuat tidak nyaman, bahkan lebih jauh untuk melakukan tindakan kekerasan secara offline. Dalam cyberstalking, pelaku biasanya sengaja membuat korban tahu bahwa ia tengah diawasi. Lebih jauh, pelaku dapat melakukan pelecehan, intimidasi, dan ancaman pada korban.
  3. Tech-Enabled Surveillance adalah kekerasan berupa pengawasan dengan menggunakan teknologi digital (aplikasi atau software). Pengawasan dilakukan terhadap aktivitas dan komunikasi korban melalui penanaman aplikasi spyware di gawai korban atau terhadap mobilitas korban dengan menggunakan tracking (penelusuran) lokasi korban secara konstan.
  4. Doxing adalah kekerasan berupa penyebaran informasi personal, seperti nama, alamat rumah, sekolah, tempat kerja, nomor telepon, identitas (misalnya KTP), informasi tentang keluarga, status kesehatan, dan informasi personal lainnya.
  5. Outing adalah kekerasan berupa pengungkapan secara publik identitas gender dan orientasi seksual seseorang tanpa consent atau persetujuan.
  6. Impersonasi adalah kekerasan berupa pembuatan akun/profil palsu oleh pelaku, yang seolah milik seseorang (korban), yang digunakan untuk mengunggah konten-konten ofensif, provokatif, subversif, ataupun seksual dengan tujuan merusak/mencemarkan nama baik dan memancing orang lain melakukan serangan bahkan kriminalisasi.
  7. Peretasan adalah kekerasan berupa intrusi, akses atau pengambilalihan akun (email, media sosial, aplikasi percakapan/chat, situs) tanpa otorisasi pemilik dengan tujuan mencuri data, melanggar privasi, ataupun manipulasi berupa penyebaran informasi kepada orang lain menggunakan akun korban yang dapat membahayakan pemilik akun.
  8. Pornografi adalah kekerasan yang menjadikan korban sebagai objek pornografi dengan cara memaksa korban untuk melakukan tindakan/hubungan seksual dan merekamnya untuk diunggah di situs-situs pornografi. Unsur pemaksaan dan absennya consent menjadikan materi pornografi ini menjadi bentuk kekerasan.
  9. Manipulasi Foto dan Video adalah kekerasan berupa pemalsuan foto dan video seseorang (korban). Kasus yang sering terjadi adalah pemasangan wajah korban ke gambar tubuh orang lain yang mengandung unsur seksual dan menyebarkannya ke publik melalui beragam platform online.
  10. Honey Trap adalah kekerasan berupa dijebaknya korban oleh pelaku agar terlibat dalam relasi romantis/seksual yang berujung pada pemerasan. Honey trap biasanya berawal di ranah online (aplikasi kencan, media sosial) dan berlanjut di ranah offline. Korban akan dipikat untuk bertemu secara offline dan saat itulah penjebakan terjadi.
  11. Pornografi Anak Online adalah kekerasan berupa eksploitasi anak untuk dijadikan objek materi pornografi (foto dan/atau video). Pengambilan materi dapat dilakukan secara luring dan disebarkan secara daring. Di banyak kasus, kekerasan terjadi secara langsung (live) melalui video call. Produksi materi pornografi ini dapat terjadi dengan keterlibatan langsung korban dengan pemaksaan atau manipulasi, atau dapat melalui kekerasan seksual (dikenal juga dengan sebutan gambar kekerasan seksual anak atau child sexual abuse images).
  12. Cyber Grooming adalah kekerasan di mana pelaku (biasanya orang dewasa) menyasar anak atau remaja dan membangun kedekatan emosional guna mendapatkan kepercayaan dari calon korbannya. Dalam proses ini pelaku juga mempersiapkan calon korban untuk bersedia melakukan hubungan seksual di ranah luring dengan cara mempersuasi dan menormalisasi aktivitas seksualitas.

 

6.4. Tempat Kerja 

‘Tempat kerja’ adalah setiap ruang di mana karyawan melakukan pekerjaan mereka untuk Perusahaan. Ini termasuk:

  • Ruang di tempat: di kantor, ruang redaksi, atau di lokasi syuting.
  • Ruang di luar lokasi: di lapangan untuk melakukan penelitian dan wawancara atau kegiatan terkait urusan kantor lainnya.
  • Ruang daring (online): platform digital apa pun yang digunakan oleh karyawan untuk berkomunikasi dengan orang lain sehubungan dengan pekerjaan mereka.
  • Acara yang berhubungan dengan pekerjaan: konferensi, perjalanan bisnis, sesi pelatihan.
  • Kegiatan yang diselenggarakan oleh Bentuk kekerasan berbasis gender di kantor
  1. Tempat kerja yang tidak nyaman, mengintimidasi, mengancam atau tidak aman. Kondisi ini tidak harus mengancam langsung pekerja tapi dapat membuat rekan yang menyaksikan aktivitas merasa terganggu, seperti:
  • Menonton pornografi di meja kerja
  • Meletakkan kalender atau poster dengan gambar yang tidak nyaman
  • Melontarkan percakapan dan candaan seksis
  1. Kekerasan Seksual sebagai bentuk kompensasi, terjadi ketika:
  • Jurnalis atau pekerja media dipaksa melakukan aktivitas seksual dengan imbalan keuntungan kerja seperti promosi, kenaikan gaji, penugasan, atau untuk mempertahankan pekerjaan; atau
  • Jurnalis atau pekerja media terancam ketika menolak atau mengadukan kasus kekerasan seksual yang dialami, seperti diancam akan dipecat, dipindahkan atau mutasi, atau kehilangan penugasan.

 

BAGIAN 7: KERAHASIAAN

Perusahaan akan memperlakukan orang-orang yang terlibat dan semua informasi yang dibagikan dalam kasus pelecehan seksual dengan kerahasiaan. Hal ini berarti bahwa identitas mereka yang terlibat – termasuk orang yang dilecehkan, tertuduh dan saksi – akan dilindungi dan

akan diproses sesuai dengan undang-undang perlindungan data nasional. Selain itu, setiap informasi, catatan, dan bukti tentang kasus ini akan disimpan dengan aman dan hanya dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam penyelidikan.

 

BAGIAN 8: HAK & TANGGUNG JAWAB

 

8.1. Hak Karyawan

Perusahaan akan memperlakukan semua kasus kekerasan seksual secara adil dan konsisten dengan menghormati hak-hak semua karyawan yang terlibat.

Semua karyawan memiliki hak-hak berikut ini:

  • Hak untuk bekerja di lingkungan yang bebas dari diskriminasi dalam bentuk apa pun, termasuk pelecehan seksual
  • Hak untuk melaporkan jika mereka atau orang lain telah dilecehkan secara seksual di tempat kerja
  • Hak untuk tidak disebutkan namanya
  • Hak atas kerahasiaan
  • Hak untuk mengetahui kasus yang menimpa mereka jika mereka dituduh (selama hal ini tidak mempengaruhi hak kerahasiaan)
  • Hak untuk menjawab dengan versi mereka tentang peristiwa tersebut
  • Hak untuk mendapatkan pertimbangan atas versi kejadian mereka
  • Hak untuk mendapatkan perwakilan
  • Hak untuk mengajukan banding
  • Hak untuk memiliki semua dokumen yang terkait dengan kasus mereka dihancurkan dan dihapus dari catatan ketenagakerjaan mereka jika tidak ada kasus yang ditemukan
  • Hak untuk membawa kasus mereka ke pengadilan jika tidak puas dengan hasil penyelidikan
  • Hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari perusahaan ketika kasusnya naik ke proses hukum
  • Hak untuk mendapatkan pendampingan psikologis, layanan, dan fasilitas sesuai dengan kebutuhan Korban

 

8.2. Kewajiban Perusahaan

Orang (atau tim ad hoc) yang ditunjuk sebagai wakil Perusahaan untuk menindak kasus kekerasan seksual (lihat Bagian 2.1 Karyawan Mengalami Kekerasan Seksual di Tempat Kerja) harus berusaha sekuat tenaga untuk:

  • Mencegah dan mengidentifikasi perilaku seksual yang tidak dapat diterima agar tidak terjadi
  • Mencegah perilaku yang menciptakan lingkungan kerja yang tidak bersahabat lingkungan kerja yang tidak bersahabat bagi karyawan
  • Mematuhi kebijakan ini serta prosedur terkait lainnya
  • Memastikan bahwa semua pihak memahami sepenuhnya hak-hak mereka di bawah kebijakan ini
  • Memastikan bahwa semua pihak memahami sepenuhnya isi kebijakan tentang prosedur pengaduan, hasil yang mungkin terjadi dan tindakan disipliner
  • Memastikan bahwa semua kasus pelecehan seksual diselidiki secara menyeluruh dan konsisten
  • Memberikan umpan balik kepada semua pihak
  • Memberikan semua pihak tindak lanjut yang diperlukan dan dukungan yang diperlukan
  • Menghindari diskriminasi atas dasar apa pun
  • Memberikan bantuan hukum dari perusahaan ketika kasusnya naik ke proses hukum
  • Memberikan pendampingan psikologis, layanan, dan fasilitas sesuai dengan kebutuhan Korban

Pelanggaran terhadap peraturan dan regulasi oleh seluruh karyawan akan mengakibatkan adanya prosedur disipliner formal.

BAGIAN 9: PROSEDUR PENGADUAN

Semua karyawan memiliki hak untuk melapor jika mereka telah mengalami kekerasan seksual di tempat kerja, atau jika mereka menyaksikan orang lain yang mengalami kekerasan seksual di tempat kerja. Semua laporan akan ditanggapi dengan serius dan akan ditangani secara sensitif dan dengan cara yang konsisten dan adil, dengan menghormati hak-hak semua pihak yang terlibat. Dalam beberapa situasi, mungkin diperlukan untuk membawa bantuan atau keahlian eksternal untuk memastikan penyelidikan yang adil, penyelidikan yang adil, tidak memihak dan objektif.

Kekerasan seksual dapat dilaporkan dengan menggunakan prosedur yang diuraikan dalam kebijakan ini.

Pengungkapan tentang kekerasan seksual dapat dilakukan secara anonim menggunakan mekanisme pelaporan pelanggaran Perusahaan [jika ada], namun penyelidikan atau investigasi yang tepat akan membutuhkan identitas semua pihak harus diketahui.

9.1. Yang Dapat Mengadukan Kasus 

Semua karyawan memiliki hak untuk mengajukan keluhan jika dia atau orang lain mengalami kekerasan seksual di tempat kerja.

Kekerasan seksual dapat dilaporkan oleh:

  1. Orang yang mengalami pelecehan seksual
  2. Seorang saksi pelecehan seksual.

Anda tidak diwajibkan untuk mengkonfrontasi orang yang Anda tuduh melakukan kekerasan seksual. Hanya konfrontasi orang yang Anda tuduh jika Anda merasa mampu dan jika mereka tidak menimbulkan risiko bagi keselamatan Anda sendiri atau keselamatan fisik orang lain.

Jika Anda telah menyaksikan atau khawatir bahwa karyawan lain yang mengalami kekerasan seksual, doronglah mereka untuk melaporkan kasus itu sendiri baik secara formal maupun informal.

 

 9.2. Yang Dapat Menangani Kasus

YUNITA KAUNAR dan Lembaga DAURMALA adalah pihak yang ditunjuk di Perusahaan untuk menangani kasus kekerasan seksual.

Seorang karyawan tidak harus menyampaikan keluhan awal mereka kepada YUNITA KAUNAR atau Lembaga DAURMALA. Karyawan dapat mengajukan keluhan kepada siapa pun yang memiliki tanggung jawab di Perusahaan, termasuk:

  • Manajer langsung (departemen yang sama) atau manajer lain (departemen yang berbeda)
  • Seseorang di departemen sumber daya manusia
  • Seorang petugas kesehatan dan keselamatan
  • Perwakilan serikat pekerja
  • Layanan kesehatan kerja.

Namun, orang ini memiliki kewajiban untuk merujuk keluhan tersebut kepada DIREKTUR OPERASIONAL.

Jika banding atas kasus diajukan, hal ini akan ditangani dan keputusan akhir dibuat oleh Direktur Utama Pejabat Eksekutif KOMISARIS di Perusahaan.

 

BAGIAN 10: ALUR PENGADUAN 

Pengaduan tertulis maupun anonim yang diterima oleh perusahaan akan ditindaklanjuti melalui mekanisme internal.

Langkah 1 – Pengaduan kekerasan seksual dibuat 

  • Keluhan formal secara lisan atau tertulis dibuat tentang kekerasan seksual yang dialami di Perusahaan.
  • Pengaduan diajukan kepada orang yang memiliki tanggung jawab di Perusahaan (lihat Bagian 9.2 Yang Dapat Menangani Kasus).
  • Siapapun yang menerima pengaduan akan menginformasikan kepada YUNITA KAUNAR dan Lembaga DAUR MALA, yang adalah orang yang ditunjuk untuk menangani kasus kekerasan seksual di Perusahaan.

 

Langkah 2 – Pengaduan diterima

  • Perusahaan akan melakukan penyelidikan atas aduan. Jika tidak terbukti, maka kasus akan ditutup. Dan jika terbukti, sanksi disipliner akan diberikan. Jika korban hendak melanjutkan ke proses hukum, maka manajemen perusahaan akan mendukung prosesnya.
  • YUNITA KAUNAR atau Lembaga DAURMALA menghubungi atau mengadakan pertemuan dengan orang yang membuat pengaduan:
    • Jika pengaduan dilakukan secara lisan, YUNITA KAUNAR atau Lembaga DAURMALA akan membuat catatan tertulis tentang pengaduan tersebut dan memberikan salinannya kepada orang yang mengajukan keluhan.
  • Menginformasikan kepada mereka tentang hak-hak mereka, proses yang akan berlangsung dan menjawab setiap pertanyaan.
  • Memberikan jaminan atas kerahasiaan identitas bagi orang yang mengadu dan tertuduh (sampai penyidikan membuktikan kasusnya.
  • Menjelaskan aturan hukum yang mendasari SOP ini dan konsekuensi profesional bagi tertuduh, jika sebuah kasus ditemukan.
  • Menjelaskan dukungan apa yang tersedia bagi mereka.
  • Memastikan dukungan apa yang mungkin mereka inginkan atau butuhkan.
  • Menuangkan hal-hal di atas secara tertulis dalam kurun waktu 24 (dua puluh empat) jam.
  • YUNITA KAUNAR atau Lembaga DAURMALA menghubungi atau mengadakan pertemuan dengan orang yang dituduh melakukan pelecehan seksual dan:
    • Memberitahukan kepada mereka tentang kasus yang dituduhkan kepada mereka
    • Memberitahukan kepada mereka tentang hak-hak mereka (termasuk hak mereka untuk menanggapi) dan proses selanjutnya dan menjawab setiap pertanyaan
    • Menjelaskan tentang kerahasiaan dan apa artinya bagi mereka dan orang yang menuduh mereka
    • Menjelaskan apa konsekuensi profesional dan hukum yang mungkin dan hukum yang mungkin terjadi pada mereka, jika sebuah kasus ditemukan
    • Menjelaskan kebijakan Perusahaan tentang pembalasan dendam atau viktimisasi terhadap siapa pun yang mengajukan keluhan tentang kekerasan seksual
    • Menuangkan hal-hal di atas secara tertulis.
  • Sejumlah kecil manajemen senior diberitahu tentang kasus ini (sesuai dengan kebutuhan, patut diingat bahwa penentuan siapa orang-orang ini adalah keputusan penting).
  • Proses verifikasi dari manajemen kepada tertuduh adalah 3 (tiga) hari kerja.

 

Langkah 3 – Investigasi Melibatkan LSM

Perusahaan melakukan investigasi atas aduan berbekal bukti-bukti awal, dengan langkah sebagai berikut:

  • Wawancara dengan:
    • Orang yang mengalami pelecehan seksual.
    • Orang yang      dituduh      melakukan      pelecehan      seksual (memenuhi hak mereka untuk menjawab).
    • Setiap saksi atau pihak ketiga.
  • Dua orang, termasuk YUNITA KAUNAR, akan mewakili Perusahaan dalam setiap pertemuan atau wawancara.
  • Pernyataan tertulis formal diambil dari:
    • Orang yang mengalami pelecehan seksual
    • Orang yang      dituduh      melakukan      pelecehan      seksual (memenuhi hak mereka untuk menjawab)
    • Setiap saksi atau pihak ketiga.
  • Fakta-fakta dari kasus tersebut dikumpulkan, termasuk buku harian dan bukti yang dikumpulkan oleh orang yang dilecehkan secara seksual dan bukti-bukti lain dari orang yang dituduh.
  • Catatan rahasia disimpan dari semua informasi yang berkaitan dengan kasus tersebut, termasuk semua diskusi dan komunikasi dengan semua pihak.
  • Kerahasiaan semua pihak dijaga.
  • Proses investigasi tidak lebih dari 7 (tujuh) hari kerja.
  • Dalam proses investigasi pihak Perusahaan juga bakal melibatkan LSM seperti Daulat Perempuan Maluku Utara (Daurmala) dalam pendampingan korban.

 

  Langkah 4 – Keputusan

  • Perusahaan memutuskan apakah kekerasan seksual telah terjadi, berdasarkan fakta dan bukti yang dikumpulkan.
  • Perusahaan memutuskan tindakan disipliner apa yang akan diambil, jika ada.
  • Dasar hukum untuk keputusan tersebut akan ditentukan.
  • Perusahaan akan menilai kebutuhan akan dukungan hukum.
  • Kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding dalam waktu 14 (empat belas) hari (lihat Bagian 11. Banding).
  • Jika tidak ada kasus yang ditemukan, semua dokumen yang berkaitan dengan kasus tersebut akan dimusnahkan. Akan tetapi, catatan internal bahwa sebuah bahwa investigasi telah dilakukan akan disimpan.
  • Keputusan harus disampaikan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak kasus aduan tercatat.
  • Atas permintaan korban, kasus pelecehan / kekerasan seksual ini dapat diajukan melalui mekanisme penyelidikan oleh kepolisian dan selanjutnya perusahaan akan memberikan dukungan hukum kepada korban.

 

Langkah 5 – Umpan balik

  • Umpan balik diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut sambil memastikan bahwa kerahasiaan dijaga.
  • Kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak keputusan diumumkan (lihat Bagian 11. Banding).
  • Jika tidak ada kasus yang ditemukan, semua dokumen yang berkaitan dengan kasus tersebut akan dimusnahkan. Namun, catatan internal bahwa investigasi telah dilakukan akan disimpan.
  • Jika ditemukan kasus, Perusahaan akan membuat laporan yang merinci investigasi, temuan, hasil, dan tindakan disipliner yang diambil.
  • Perusahaan akan merinci rencana yang sesuai untuk tindak lanjut dan dukungan, terlepas dari apakah kasus ditemukan atau tidak.

 

  Langkah 6 – Tindak lanjut dan dukungan

  • YUNITA KAUNAR bersama dengan Lembaga DAURMALA akan secara sistematis menindaklanjuti dengan kedua belah pihak untuk memastikan bahwa pelecehan seksual telah berhenti dan bahwa kedua belah pihak tidak terpengaruh secara negatif dalam akibatnya.
  • YUNITA KAUNAR dan Lembaga DAURMALA juga akan mengadakan pertemuan lanjutan dengan manajer lini.
  • YUNITA KAUNAR bersama Lembaga DAURMALA akan terus menilai kebutuhan akan dukungan.

 

BAGIAN 11: BANDING 

Jika tidak puas dengan keputusan yang dihasilkan, kedua belah pihak berhak mengajukan banding atas hasil dari prosedur pengaduan formal. Banding apa pun harus diajukan secara tertulis kepada Direktur Utama (atau alternatif yang sesuai) PT KALESANG KIERAHA MEDIA dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak keputusan diumumkan dan harus memuat alasan banding.

Banding harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan berikut:

 

  1. Kesalahan dalam penafsiran atau pelaksanaan prosedur yang merusak persidangan yang adil.
  2. Ketika bukti baru dan signifikan yang tidak dipertimbangkan dalam penyelidikan awal terungkap.
  3. Kurangnya bukti substansial untuk mendukung keputusan.

Perusahaan akan memberikan tanggapan terhadap permintaan dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak menerima permintaan tersebut.

Direktur Utama Perusahaan (atau alternatif yang sesuai) dapat menahan, mengubah, atau membatalkan hasil awal dari komite disipliner atau memberikan sidang dengar pendapat. Keputusan ini bersifat final dan tidak ada banding lebih lanjut dapat dilakukan.

 

BAGIAN 12: PEMBEBASTUGASAN 

Perusahaan dapat mempertimbangkan pembebastugasan sementara bagi tertuduh pelaku untuk menjaga kondisi psikologis korban.

Proses pembebastugasan tertuduh sementara penyelidikan kasus, dilakukan secara berjenjang. Contoh: 1×24 jam sejak manajemen menerima aduan, manajemen memutuskan apakah pelaku dibebastugaskan sementara atau tidak.

 

BAGIAN 13: HASIL DAN TINDAKAN DISIPLINER

Perusahaan mengenali tiga potensi hasil dari penyelidikan formal terhadap kekerasan seksual:

  1. Tidak ada kasus pelecehan seksual yang ditemukan
  2. Ditemukan kasus pelecehan seksual yang jelas
  3. Ditemukan kasus pelecehan seksual yang serius atau berulang ditemukan dengan korban yang sama dan atau berbeda .

 

Siapa pun yang terbukti melakukan kekerasan seksual di tempat kerja, terlepas dari posisi mereka di Perusahaan, akan menghadapi salah satu tindakan disipliner dengan mengacu pada aturan dan kebijakan yang berlaku di Perusahaan yaitu:

  • Peringatan lisan atau tertulis
  • Evaluasi kinerja yang merugikan
  • Pemindahan
  • Penurunan jabatan
  • Penangguhan
  • Pemecatan

 

Sifat tindakan disipliner akan tergantung pada keputusan manajemen dengan mempertimbangkan peraturan yang ada dalam perusahaan.

Namun demikian, tindakan ini akan diterapkan secara konsisten di semua kasus pelecehan seksual. Kasus-kasus yang serius akan mengakibatkan pemecatan terhadap tertuduh.

Setiap tindakan disipliner yang diambil akan muncul dalam catatan ketenagakerjaan tertuduh.

 

 BAGIAN 14: PEMBALASAN

Tidak ada karyawan yang akan menjadi korban karena melaporkan kekerasan seksual dengan itikad baik atau karena bertindak dengan itikad baik sebagai saksi dalam penyelidikan.

Perusahaan menganggap pembalasan dendam sebagai pelanggaran serius terhadap kebijakan ini dan setiap insiden harus segera dilaporkan. Setiap orang yang terbukti melakukan pembalasan atas kasus kekerasan seksual yang dilaporkan akan dikenakan tindakan disipliner, hingga dan termasuk pemecatan, sesuai dengan kebijakan dan prosedur disipliner Perusahaan

 

BAGIAN 15: DUKUNGAN

Perusahaan akan selalu berusaha untuk memastikan dukungan apa yang diperlukan atau diinginkan, yang diberikan kepada karyawan yang telah menjadi korban kekerasan seksual, atau karyawan yang mengalami klaim palsu kekerasan seksual yang dibuat terhadap mereka.

 

Perusahaan dapat memberikan dukungan melalui hal-hal berikut ini:

  • Cuti berbayar/tidak berbayar
  • Kerja paruh waktu/jam kerja yang lebih pendek
  • Beban kerja bersama
  • Bekerja dari rumah
  • Pendampingan/konseling
  • Strategi/dukungan untuk kembali bekerja
  • Tindak lanjut yang sistematis

 

Perusahaan juga memiliki direktori dukungan layanan untuk karyawan yang mengalami kekerasan seksual di tempat kerja, yang dapat diakses oleh semua karyawan.

 BAGIAN 16: DUKUNGAN  PIHAK LAIN LSM dan LBH

 

Perusahaan juga akan melakukan Kerjasama dengan Lembaga , Daulat Perempuan Maluku Utara (Daurmala) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi Untuk  MoU  dalam pengawalan dan advokasi kasus kekerasan berkaitan dengan KBG/KBGO di perusahaan media, maupun diluar Perusahaan untuk melindungi sesuai kerja-kerja jurnalis di lapangan.