Perubahan Warna Air Sungai Sagea Maluku Utara Picu Berbagai Aksi Masyarakat
Diduga Akibat Eksplorasi Tambag, Seka Gelar Aksi
TERNATE (kalesang) – Sejumlah elemen dari berbagai organisasi di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara yang mengatas nama Front Selamatkan Kampung Sagea (Seka), gelar aksi di kampus Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Senin (4/9/2023).
Pantauan kalesang.id, aksi pengalangan massa di kampus Unkhair Ternate yang digelar Seka berlangsung sekitar pukul 08:30 WIT.
Setelah itu massa aksi kembali bergegas menuju kediaman Gubernur Maluku Utara, guna menyampaikan sejumlah tuntutan dan aspirasi.
Massa aksi juga membawa sepanduk bertulisan, selamatkan Kampung Sagea, Sungai Boki Maruru dan pasisir dari ancaman tambang.
Selain spanduk, ada beberapa umbul-umbul yang tertulis, ‘segera pecat PJ Bupati Halteng’, ‘cukup cintaku yang tercemar jangan pada sungai ku’ serta ‘cabut keputusan Bupati Halteng no 180 tahun 2023’.
Koordinator lapangan (Korlap) Seka, Alfian Salim dalam orasinya mengatakan, akhir-akhir ini aliran sungai sagea sampai dengan sungai bawa tanah gua boki maruru mengalami perubahan warna keruh coklat.
Kemudian aliran Sungai Sagea mendadak keruh seperti tercampur sendimen tanah dari sisa produksi ore nikel hasil tambang, hingga masyarakat sekitar yang hidup berdekatan dengan sungai tersebut tak bisa mengkonsumsi air.
“Saya melihat ketika musim cuaca extrim ada beberapa jenis biota sungai, seperti ikan bandeng karang dan lain-lain menjadi kebutuhan warga semua sudah tercemar limbah.”Ungkap Alfian.
Ia mengaku, dirinya telah mencatat perubahan sungai mulai pada April lalu, tapi baru didokumentasi pada 14 Juli 2023. Kemudian sepaniang Agustus Sungai Sagea sudah tidak pernah jernih, berbeda seperti dulu walaupun dimusim hujan sungai tetap jernih.
“Kami menduga sendimen berasal dari pembukaan lahan untuk jalan oleh PT Weda By Nikel, karena lokasi konsesi mereka berada diatas aliran sungai yang terhubung dan mengalir ke kawasan Dasar Sagea, melewati gua bokimoruru dan keluar di sungai Sagea.”Bebar Alfian.
Hal ini dikuatkan dari peryataan Dinas Lingkungan Hidup Halteng menyatakan bahwa pencemaran Sungai Sagea tergolong fatal, karena membawa endapan lumpur bersumber dari kegiatan produksi pertambangan.
“Olehnya itu, kami dari Front Selamatkan Kampung Sagea menuntut sebagai berikut. Perusahan yang beroperasi di wilayah Sagea untuk menghentikan aktivitasnya sebelum ada hasil investigasi yang valid dari pihak berwenang.
Menuntut dilakukanya penyidikan dan penegakan hukum lingkungan oleh instansi yang berwenang terhadap pihak yang terbukti mencemarkan, pihak yang terbukti melakukan pencemaran harus melakukan pemulihan pada wilayah sungai dan menganti kerugian yang dialami masyarakat.
“Pemerintah harus melakukan evaluasi terkait perizinan dan aktivitas pertambangan yang berada di kawasan DAS Sagea. Mendorong adanya kebijakan perlindungan kawasan karst dan daerah aliran sungai Sagea, mengingat keduanya adalah ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting bagi keberlangsungan hidup warga Sagea.” Tegasnya. (tr-02)
Reporter: Dedi Sero-Sero
Redaktur: Wawan Kurniawan