Membaca Realitas
728×90 Ads

Yayasan EQ Gelar FGD Kajian LRNA di Pulau Obi: Pentingnya Inisiatif Pertambangan Bertanggung Jawab

TERNATE (kalesang) – Yayasan Earthqualizer Bumi Untuk Semua (EQ)  gelar Fokus Group Discussion (FGD) dengan tema “Membangun Inisiatif Pertambangan yang Bertanggung Jawab di Provinsi Maluku Utara” di Muara Hotel, Kamis (8/8/2024).

FGD tersebut melibatkan beberapa pejabat Pemerintah Provinsi Maluku Utara, Akademisi dan Juga Peneliti.

Provinsi Maluku Utara memiliki peran strategis dalam transisi energi bersih global, terutama melalui kontribusi sektor pertambangan nikel.

Dengan luas wilayah sekitar 3 juta hektar, provinsi ini menyimpan potensi pertambangan sebesar 600 ribu hektar, termasuk 200 ribu hektar yang didedikasikan untuk pertambangan nikel. Selain itu, wilayah ini juga menjadi lokasi berbagai pusat industri pengolahan hasil tambang seperti smelter dan pemurnian lainnya.

Riza Hareja Judin dari Yayasan Earthqualizer Bumi Untuk Semua (EQ). (Foto: Yunita Kaunar)

Namun, seiring dengan meningkatnya permintaan global untuk mineral transisi, muncul resiko besar terhadap hutan tropis dan lanskap alam di Maluku Utara.

Untuk mengatasi risiko ini, Yayasan Earthqualizer Bumi Untuk Semua (EQ) menekankan pentingnya inisiatif pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Riza Hareja Judin dari Yayasan Earthqualizer menyatakan bahwa Provinsi Maluku Utara memiliki peluang besar untuk menjadi pionir dalam mempromosikan pertambangan yang bertanggung jawab.

“Pertambangan memang sulit dihindari, tetapi kita harus memastikan bahwa dampak positif dari kegiatan ini melebihi dampak negatifnya,” ujarnya.

Salah satu komponen penting dalam inisiatif ini adalah penerapan skema kompensasi untuk dampak negatif lingkungan dan sosial yang tidak dapat dipulihkan kembali.

“Skema kompensasi ini umumnya dilakukan di luar wilayah izin usaha pertambangan,” jelasnya.

Saat ini, Yayasan EQ sedang melakukan Kajian Penilaian Risiko Berbasis Bentang Alam (LRNA) di Pulau Obi, yang memerlukan masukan dari pemerintah daerah serta pihak terkait lainnya untuk menyusun usulan kompensasi yang efektif.

Selain itu, Riza menyoroti bahwa transisi menuju energi bersih tidak boleh mengorbankan ekosistem alam yang sensitif.

Riza berharap pemerintah daerah bisa lebih tegas dalam memastikan perusahaan tambang di Pulau Obi melaksanakan operasi yang bertanggung jawab.

“Regulasi sudah ada, tinggal bagaimana pemerintah daerah bisa menjaganya,” tambah Riza.

Pulau Obi menjadi fokus utama Yayasan EQ saat ini karena kerusakan yang terjadi di sana masih relatif kecil.

Saat diakusi berlansung. (Foto: Yunita Kaunar

Riza mengakui bahwa penanganan terhadap kerusakan di Obi sudah cukup baik, meskipun pemerintah masih perlu diyakinkan lebih lanjut.

Sebagai solusi jangka panjang, pemerintah diharapkan merencanakan dampak pertambangan dalam 20 tahun ke depan.

Riza menekankan pentingnya perencanaan strategis agar masyarakat di area tambang tetap bisa bertahan hidup setelah tambang-tambang tersebut tidak lagi beroperasi.

“Harita sudah memiliki komitmen untuk pertambangan berkelanjutan. Sekarang, tinggal bagaimana kerjasama dengan pemerintah daerah bisa berjalan efektif,” katanya.

“Harapan terbesar adalah agar dalam 20 tahun pasca tambang, masyarakat masih dapat menjalani kehidupan yang layak. Oleh karena itu, perencanaan yang matang sejak awal sangat diperlukan agar dampak tambang tidak terlalu buruk bagi lingkungan dan masyarakat setempat,” tandasnya.

Penulis : Yunita Kaunar

Editor : Yunita Kaunar

728×90 Ads