Suara Guru dan Fasilitas yang Terbatas
Oleh: Samsuria Buamona
Mahasiswa Sastra Unkhair
Kabupaten Kepulauan Sula memiliki bangunan sekolah yang bisa dibilang banyak. Hampir di seluruh desa di Sula mempunyai bangunan sekolah, mulai dari TK, SD, SMP, sampai SMA sederajat. Dengan banyaknya bangunan sekolah tentu hal itu membuat anak-anak Kepulauan Sula mendapat pendidikan yang lebih baik lagi. Namun bangunan sekolah saja tidak cukup. Pendidikan yang baik juga didukung dengan kualitas guru, bagaimana dia mampu mengajarkan murid-muridnya agar mampu menjadi yang terbaik untuk dirinya dan orang banyak.
Menjadi guru bukan satu hal yang mudah. Kadang, butuh kesabaran dalam mendidik murid-muridnya. Karenaitu guru sering disebut sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”. Di Kabupaten Kepulauan Sula, tidak semua sekolah mempunyai fasilitas dan guru yang memadai. Padahal pendidikan begitu penting untuk anak-anak, mengapa harus dibatasi dengan tidak adanya guru dan fasilitas yang baik. Apalagi sekarang kita sudah berada di era perkembangan teknologi yang begitu pesat.
Kebanyakan guru yang mengajar di setiap sekolah di seluruh desa Kepulauan Sula masih berstatus guru honor yang mempunyai gaji pas-pasan. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai 2020 jumlah guru non-PNS di Indonesia mencapai 937.228 orang. Dari jumlah tersebut, 728.461 di antaranya berstatus guru honorer sekolah (kompas.com, 25/02/21).
Apalagi akhir-akhir ini terjadi kasus pemecatan guru honor dari sekolah dasar (SD) Negeri Sekom, Kecamatan Sulabesi Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula. Hanya karena dengan alasan mengeluh tentang gajinya yang minim. “Saya menerima SK pemberhentian pada pukul 8.30 WIT. SK tersebut diantar oleh keponakan kepsek langsung ke rumah saya di Desa Wainib”, (malutpost.id,16/5/2022). Seharusnya mencari tahu apa penyebab keluhan tentang gajinya, bukan langsung main asal pecat.
Hal seperti begini seharusnya menjadi perhatian dari Dinas Pendidikan dan DPRD Kepulauan Sula, untuk segera mengantisipasi. Guru hanya menyampaikan aspirasinya mengenai gaji yang didapatkan, namun justru disepelekan, bahkan sampai dipecat.
Begitupun dengan dua bangunan sekolah yang letaknya di Desa Waigoiyofa, Kecamatan Sulabesi Timur. Bangunan sekolah Taman Kanak (TK) dan Madrasah Aliyah Swasta (MAS). Hal ini harus menjadi perhatian dari pemerintah, bangunan sekolah yang tidak terurus, tidak pernah aktif dalam proses pembelajaran, fasislitas yang kurang memadai, percuma pembagunan yang dibuat namun tidak dimanfaatkan dengan baik. Sejalan dengan apa yang dikatakan mantan Wakil Presiden Indonesia Boediono, terkait minimnya fasilitas sekolah-sekolah di pedalaman, ”Saya minta dinas pendidikan nasional lebih sering memantau sekolah-sekolah di pedalaman agar dapat mengetahui persoalan di sana”. Fasilitas pendidikan penting untuk kualitas pendidikan suatu sekolah (Kompas.com, 2/04/11)
Di Sekolah Madrasah Aliyah Swasta Waigoiyofa, siswa-siswinya selalu mengeluh tentang proses pembelajaran. Mungkin dengan berada di zaman yang modern ini fasilitas sekolah pun harus memadai, seperti buku, teknologi, internet dan lain sebagainya. Bahkan di sekolah Madrasah Aliyah Swasta, buku baca pun minim untuk didapat di perpustakaan sekolah sehingga literasi budaya baca pun sangat rendah. Fasilitas teknologi seperti komputer pun tidak ada. Kalau begitu, bagaimana mau bersaing, sedangkan pengetahuan mengenai komputer dan alat teknologi yang lain begitu minim.
Bukan hal itu saja yang menjadi kendala, jaringan adalah hal yang penting untuk diperhatikan oleh pemerintah. Di Sulabesi Timur, Kabupaten Kepulauan Sula termasuk di desa-desa susah akan jaringan telepon dan internet. Tentu, sangat berpengaruh terhadap siswa-siswa yang bersekolah, apalagidi era 4.0, mereka dituntut membuat tugas dengan handphone dan harus menggunakan internet. Ketika hal seperti ini tidak diperhatikan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula dampaknya terhadap siswa–siswi yang tidak dapat bersaing dengan siswa di daerah lain. Bahkan di sekolah SMP negeri 3 Satap Sulabesi Timur pun masih kekurangan buku baca.
Tidak hanya di Sulabesi Timur, sekolah-sekolah di desa tetangga pun sama halnya seperti itu. Kalau boleh dibilang Kabupaten Kepulauan Sula sangat minim dalam budaya baca tulis, dan fasilitas yang kurang mendukung guru maupun siswa dalam proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, kepekaan pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula sangat penting dalam mencerdaskan generasi Sula untuk menjadi lebih baik. Dan peran guru pun sangat penting terhadap siswa-siswi yang dididik. Sehingga pendidikan yang dilahirkan adalah pendidikan yang memanusiakan manusia, bukan menindas manusia yang lain. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula seharusnya lebih jeli memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat.***
Penulis berasal dari Desa Waigoiyofa, Kecamatan Sulabesi Timur, Kabupaten Kepulauan Sula