Membaca Realitas

Bingkisan Kado Anak Negeri untuk 1 Tahun Masa Kepemimpinan FAM-SAH

Oleh: Irwan Wambes

Dimensi kepemimpinan telah lama menjadi kajian yang menarik terutama terhadap keberhasilan kepemimpinan dalam suatu organisasi. Kompotensi kepemimpinan dapat diketahui dari keberhasilan seseorang dalam kepemimpinannya bagi pencapaian tujuan organisasi apalagi bagi seorang aparatur sipil negara memang harus di tuntut untuk mampu membawa organisasi publik yang dipimpinnya dalam pemberian pelayanan yang berkualitas.

Jurgen Habermas pernah mengingatkan kita bahwa Organisasi publik dibuat oleh publik, untuk publik, dan karenanya harus dipertanggung jawabkan kepada publik. Bertumpu pada pendapat ini, pemimpin organisai publik diwajibkan memiliki akuntabilitas atas pencapaian kinerja dikarenakan tujuan utama organisasi publik sesungguhnya memberikan pelayanan guna pemenuhan tingkat kepuasan masyarakat semaksimal mungkin.

Karateristik manajemen pelayanan pada sektor publik sebagai suatu keseluruhan kegiatan pengelolaan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah, memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraanya, memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok (masyarakat) merupakan sasaran yang ingin dilayaninya, dan juga  memiliki tujuan sosial serta akuntabel pada publik.

Sejalan dengan perkembangan manajemen penyelenggraan pemerintah, dan dalam upaya mewujudkan pelayanan prima, paradigma pelayanan publik berkembang dengan fokus pengelolaan yang beriorentasi pada kepuasan pelanggan, yang dicirikan dengan lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan, pemberdayaan masyarakat, serta penerapan sistem kompetisi dan pencapaian target yang didasarkan pada visi misi, tujuan dan sasaran.

Karakter tersebut adalah bagian dari demokrasi yang menjadi pilar  dalam penerapan sistem pemerintahan yang diharapkan. Ada adigium yang cukup dikenal oleh publik tentang Demokrasi, yaitu “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”, kendati demikian, cita-cita politik yang menginginkan bentuk demokrasi sering kali “jauh panggang dari api”.

Realitasnya aspirasi rakyat tidak terakomodir dengan baik, meskipun sistemnya sudah tersedia. Oleh karena itu ada sebahagiaan ahli pikir politik mengatakan bahwa sebaik apapun sistem yang dibangun, jika pelaksanaannya tidak memiliki integritas dan komitmen, maka sia-sialah ekspektasi yang digayutkan pada sistem tersebut, sehingga ada benarnya juga kata orang bijak bukan senjata atau sistemnya tetapi bagaimana kualitas sumber daya yang tersedia untuk menjadi perangkat supra dari sumber politik. Pertanyaan ini paling mengemuka ketika ekspektasi public sering berbenturan dengan kebijakan dari pengambilan keputusan seorang pemimpin.

Kalau kita menengok Kabupaten Kepulauan Sula, terhitung mulai dimekarkan tahun 2003 menjadi daerah otonom sampai di bawah kepemimpinan Bupati Fifian Ade Ningsi Mus dan Wakil Bupati Ir. H. M. Saleh Marasabessy, kini  telah berusia 19 tahun namun belum terlihat sebuah terobosan pembangunan apapun yang dilakukan demi kemajuan kabupaten kepulauan sula yang lebih baik.

Padahal dilantik pada tanggal 4 Juni 2021 dan kini tepat tangga 4 Juni 2022 telah memasuki usia kepemimpinan 1 tahun bupati dan wakil bupati dengan agronim FAM-SAH belum mampu wujudkan visi misi “Sula Bahagia” sebagai slogan dan jargon yang didengungkan pada saat kampanye di hadapan seluruh masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula.

Jika kondisi ini terus berlanjut maka kebahagiaan yang diagung-agungkan hanyalah hayalan dan mimpi buruk semata sebab, mencermati kondisi kabupaten kepulauan sula saat ini ibarat kapal yang berada ditengah samudra namun tak tau arah dan tujuannya untuk berlabu, begitu pula sebaliknya pemerintahan yang dinahkodai oleh Fifian Ade Ningsi Mus dan H. M. Saleh Marasabessy, saat ini yang di pertontonkan di depan mata seluruh masyarakat kabupaten kepulauan sula bukanlah program-program serta capaian-capaian prestasi tentang pengelolaan pemerintahan yang baik, pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan pembangunan infastruktur (jalan dan jembatan) demi menopang hajat hidup orang banyak namun sebaliknya yang terjadi dilapangan hanyalah hal-hal yang bersifat serimonial belaka.

Kita tidak akan membedah satu persatu kondisi yang terjadi saat ini namun sesungguhnya banyak tuntutan dan keluhan dari masyarakat akar rumput merupakan fakta rill yang tidak bisa dinafikan. Sebagai bupati dan wakil bupati seharusnya mencari jalan keluar yang paling elegan dengan cara turun kebawah atau bahasa populisnya “blusukan” sebab masyarakat kabupaten kepulauan sula sangat berharap aspirasi mereka didengarkan.

Pemimpinnya berbicara langsung dengan petani, tukang ojek, nelayan atau komponen masyarakat lainnya untuk mendengarkan secara langsung persoalan yang mereka alami dan hadapi sembari melihat dan meninjau kondisi sesungguhnya yang terjadi di masyarakat kabupaten kepulauan sula.

Harapan masyarakat ini tentu saja murni adanya namun bupati Fifian Ade Ningsi Mus dan wakil bupati H. M. Saleh Marasabessy belum mencapai keberhasilan dalam satu tahun memimpin kabupaten kepulauan sula. Padahal visi misi “Sula Bahagia” memiliki makna dan filosofi yang dalam yakni ada harapan menjadikan Sula Bersih, Aman, Hebat, Adil, Giat, Inovatif, dan sula Agamais.

Namun slogan yang di agung-agungkan hanya menjadi percikan tinta merah diatas kertas semata namun implementasinya dilapangan tidak pernah terlihat (nonsen) bahkan tak dirasakan oleh masyarakat sedikitpun.

Hal ini menjadi boomerang bahkan bom waktu tersendiri bagi kepemimpinan Fam-Sah tentu saja ada banyak motif dan kita tidak akan mengupasnya satu persatu namun jika kondisi ini terus berlarut-larut maka akan melahirkan eskalasi konflik dan bisa meruntuhkan kredibilatas, kewibawaan, dan martabat kepemimpinan bupati dan wakil bupati kabupaten kepulauan sula itu sendiri, akhirnya yang terjadi timbul ketidak harmonisan, dan hilang kepercayaan antara masyarakat dengan pemimpinnya. Benar dan harus diakui bahwa takdir seorang pemimpin memang harus mendapat kritikan, hujatan bahkan fitnahan.

Akan tetapi sebagai pemimpin yang bijaksana dan berjiwa besar tentu saja bupati Fifian Ade Ningsi Mus dan H. M. Saleh Marasabessy menganggap semua itu sebagai masukan yang berharga sebab dengan kritikan itu maka tentu saja harus ada upaya untuk melakukan perubahan.

Untuk itu harapan besar masyarakat kabupaten kepulauan sula memasuki tahun kepemimpinan yang kedua bupati dan wakil bupati Fifian Ade Ningsi Mus dan H. M. Saleh Marasabessy, benar-benar fokus pada visi misi, sehingga terlihat bahwa pemerintah benar-benar konsentrasi untuk bekerja demi kepentingan rakyat sebab, masyarakat kabupaten kepulauan sula saat ini bukan membutuhkan kegiatan serimonial belaka namun membutuhkan pembangunan infastruktur yang berkelanjutan, akses pelayanan public yang cepat, transparan dan akuntabel.

Berkacalah dari tahun sebelumnya pengalaman buruk yang pernah di alami dan dilakukan oleh bupati dan wakil bupati adalah mengabaikan Dana Alokasi Khusus (DAK) 9 Milyar lebih yang dikucurkan pemerintah pusat kepada daerah hangus dan tak sempat dipergunakan demi keperluan masyarakat, hal ini semestinya menjadi pengalaman, ihtiar, dan proteksi tersendiri demi memproyeksi dan menata pemerintahan secara baik agar kondisi buruk demikian tidak terjadi lagi pada tahun yang kedua pemerintahan FAM-SAH.

Sebab, jika merosotnya APBD maka dipastikan pembangunan daerah kabupaten kepulauan sula akan terhambat dan tertinggal kembali seperti sebelumnya, maka komitmen dan niat baik bupati dan wakil bupati Fifian Ade Ningsi Mus dan H. M. Saleh Marasabessy untuk mengeluarkan sula dari cacatan merah (daerah tertinggal) guna menuju sula yang bahagia hanyalah hayalan dan mimpi buruk semata.    Waulahuwalam’bissawab.

728×90 Ads
%d blogger menyukai ini: