Gegara Mita, HPMS Cabang Ternate Nilai Bupati Kepulauan Sula Tak Becus
HPMS: Data Penerima Minyak Tanah Berbeda antara Disperindagkop dan PT. Sanana Lestari
TERNATE (kalesang) – Pengurus Himpunan Pelajar Mahasiswa Sula (HPMS) Cabang Ternate nilai Bupati Kepulauan Sula, Fifian Ade Ningsi Mus tidak becus menangani masalah kelangkaan minyak tanah (Mita) di Sula.
Penasehat Organisasi, Boy Fokaaya kepada kalesang.id mengatakan, kelangkaan Mita adalah persoalan serius yang harus diselesaikan secepat mungkin oleh pemerintah daerah. Pasalnya, Mita menjadi kebutuhan pokok masyarakat Sula.
“Saat ini kan puasa sudah dekat, kalau masalah Mita tidak dapat diselesaikan secepatnya maka tentu sangat berpengaru pada kebutuhan masyarakat Sula. Untuk itu, HPMS mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah cepat.” Tegasnya, Senin (20/2/2023).
Boy menegaskan, HPMS juga mendesak Satuan Tugas (Satgas) Bahan Bakar Minyak (BBM) Kepsul jangan ikut serta melakukan penimbunan Mita dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) serta PT. Sanana Lestari.
“Kami minta segera selesaikan data minyak tanah yang jadi perbedaan antara Disperindagkop dan PT. Sanana Lestari. Untuk itu, Satgas juga harus tranparansi, jangan hanya duduk diam.” Kesalnya.
Alumni Fakultas Hukum Muhammadiyah Maluku Utara itu menambahkan, menurut pengkajian HPMS, selain data pangkalan Mita yang berbeda, data minyak subsidi Mita juga berbeda. Makanya HPMS menganggap bahwa ada kejanggalan dari pihak terkait.
“Kami minta Polda segera turun tangan untuk menyelesaikan kasus kelangkaan Mita di Kepsul.” Pintanya.
Boy menjelaskan, perbedaan data yang berada di Disperindagkop sebanyak 98 pangkalan dan 420 ton Mita. Sementara, data dari PT. Sanana Lestari sebanyak 101 pangkalan dan 460 ton Mita.
“Kalau data yang di keluarkan PT Sanana Lestari berjumlah 101 pangkalan dan 460 ton Mita maka ada tiga pangkalan yang tidak terdaftar dan ada 40 ton sisa.” Ungkapnya.
“Seharusnya setiap pangkalan Mita mendapatkan 5 ton perbulan, akan tetapi, tangki pangkalan hanya mampu menampung 3 ton disusul kembali 2 ton yang menjadi hak masyarakat.” Sambungnya.
Kata Boy, ironisnya 2 ton itu juga tidak sampai ke masyarakat Kepsul. Oleh karena itu, HMPS menduga keras 2 ton Mita yang hilang itu dijadikan sebagai bisnis gelap instansi terkait.
Dikatakan, selain selisih jumlah pangkalan dan kuota stok Mita yang berbeda, ada pula dua desa di Kecamatan Sanana yang menjual Mita di atas harga yaitu dari harga Rp7-10 ribu per liter. Sedangakan subsidi untuk masyarakat itu hanya 4000 lebih perliter.
“Kami duga, ada pangkalan Mita yang seharusnya di jual kepada masyarakat, malah di jual ke pangkalan lain dengan harga lebih tinggi. Kelangkaan Mita ini sudah berjalan enam bulan, dari akhir tahun 2022, hingga memasuki bulan Januari 2023.” Pungkasnya. (tr-01)
Reporter: Juanda Umaternate
Redaktur: Junaidi Drakel