Kasatpol PP Dipolisikan, Pemkot Tidore Kepulauan Digugat ke PN Soasio
Kuasa Hukum Pengelola Caffe Jojobo 1 dan II Yakin Pemkot Salahi Kontrak
TIDORE (kalesang) – Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Pemadam Kebakaran (Damkar) Tidore Kepulauan, Yusuf Tamnge, dipolisikan Owner Caffe Jojobo I dan II lantaran dinilai bertindak ilegal tanpa landasan yang jelas.
Yusuf dipolisikan ke Mapolresta Tidore Kepulauan oleh Siti Endang pemilik Caffe Jojobo I, Rabu (8/3/2023), sedangkan Owner Jojobo II, M Faisal Doa melaporkan hal ini ke Mapolda Maluku Utara, Kamis (9/3/2023).
Kuasa Hukum Caffe Jojobo I dan II, Syafridhani Smaradhana mengatakan, Yusuf Tamnge dianggap melanggar ketentuan pasal 167 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi.
“Barangsiapa dengan melawan hak orang lain masuk dengan memaksa kedalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan, yang dipakai orang lain, atau yang sedang ada disitu dengan tidak ada haknya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyak Rp4.500”.
Menurutnya, Kasatpol PP itu dalam aksi pengosongan paksa kepada pihak Caffe Jojobo, salah memaknai konteks surat perintah pengosongan Walikota Tidore Kepulauan Nomor: 500 2/199/01/2023 tentang pengosongan kedai 1901 dan 1902 di pusat kuliner Tugulufa, 23 Februari 2023 yang ditujukan ke pihak Caffe Jojobo.
“Jadi pengosongan paksa yang dilakukan satpol PP hanya berlandaskan surat walikota tersebut saja, dan mereka hanya membawa surat tugas dinas. Ini patut disesalkan, bahwa tidak ada surat perintah pengosongan dari walikota kepada Satpol PP.” Ujar Syafridhani.
Selain peristiwa pidana yang dilaporkan, Syafridhani mengaku bahwa pihak Jojobo juga menempuh jalur perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Soasio.
“Berkas gugatan peristiwa perdata sudah diterima PN negeri Soasio Rabu (8/3/2023).” Beber dia.
Dia lantas menjelaskan di dalam pasal 14, klausul perjanjian sewa-menyewa kedai di Tugulufa pada ayat 1 disebutkan, apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka yang dilakukan adalah musyawarah mufakat.
“Di ayat (2) menegaskan bahwa, apabila tidak terjadi musyawarah mufakat, maka langkah yang diambil adalah menempuh langkah litigasi atau penyelesaian lewat pengadilan.”Papar dia.
Jadi kata dia, yang berhak memutuskan perselisihan kedua belah pihak yaitu PN Soasio.
“Jadi tidak bisa serta merta seperti peristiwa yang dilakukan satpol PP.” Ujar kuasa hukum Jojobo itu.
Lanjut dia, persilisihan pertama kali terjadi pada saat surat perintah pengosongan dari Dinas Perindagkop dan UKM Tidore Kepulauan dilayangkan pada tanggal 7 Desember 2022 mendahului ketentuan klausul perjanjian yakni memberikan Surat Peringatan (SP) hingga tiga kali.
Ditambah lagi, kata dia, setelah perintah pengosongan dilayangkan, Dinas Perindagkop dan UKM baru memberikan fisik surat kontrak sewa menyewa tempat ke pihak Jojobo pada tanggal 17 Desember 2022.
“Ini sebenarnya ada apa. Kemudian ada perintah pengosongan berikutnya dan tanpa mengindahkan apa yang tertuang dalam klausul perjanjian.” Ujar dia.
Jadi, dia bilang jika ada yang berpendapat bahwa langkah yang dilakukan pemerintah sesuai prosedur, sangat disayangkan.
Dia memaparkan, didalam perintah pengosongan, tidak pernah dijelaskan didalam surat pelanggaran yang dilakukan pihak Jojobo sesuai ketentuan yang berlaku.
“Dan kemudian jika terindikasi pihak Jojobo melakukan pelanggaran, harusnya pemerintah membuat Surat peringatan, dipanggil untuk dilakukan klarifikasi. Ini tidak. Sejauh ini tidak ada surat peringatan dari pemerintah kota kepada pihak Jojobo.”Tukasnya.
Reporter: M. Rahmat Syafruddin
Redaktur: Wawan Kurniawan