Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Korban Kekerasan Seksual di Maluku Utara Dinilai Belum Berperspektif
TERNATE (kalesang)– Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) bagi korban kekerasan seksual di Provinsi Maluku Utara dinilai belum berperspektif korban.
Front Anti Kekerasan (FAK) dan pegiat isu HKSR Maluku Utara Zharueny mengungkapkan, terdapat sejumlah kendala dalam upaya pemenuhan HKSR bagi korban kekerasan seksual di Maluku Utara, salah satunya manajemen penanganan dan pelayanan di klinik dan Rumah Sakit.
“Meskipun fasilitas kesehatannya sudah tersedia, namun penanganan yang berperspektif pada korban masih sulit ditemukan.” Ungkapnya, Senin (28/8/2023).
“Pasca perkosaan, setiap korban berisiko mengalami kerusakan pada organ seksual dan reproduksi yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan korban, bahkan dapat berujung pada traumatik dan kematian.” Tambahnya.
Ia menuturkan, pemeriksaan dan pemulihan kesehatan yang berperspektif pada situasi korban sangat penting diterapkan dalam pelayanan kesehatan di Maluku Utara, sebab hal itu juga mendukung proses pemulihan korban.
Menurutnya, sistem rujukan antar fasilitas kesehatan bagi korban kekerasan seksual perlu dievaluasi dan dibenahi oleh pemberi layanan agar korban mendapatkan rujukan yang tepat sesuai kondisi dan kebutuhan.
“Salah satu contoh kasusnya pada korban anak dibawah umur yang meninggal kemarin, selain infeksi pada organ reproduksi dan trauma mendalam, korban pun diperhadapkan dengan pelayanan yang tidak ramah dan berempati.” Katanya.
“Selain itu, korban juga mendapatkan penanganan yang lambat sampai korban akhirnya meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Maluku Utara yang menjadi tempat terakhir korban dirujuk dari kampungnya setelah 2 kali dirujuk. Jadi, dalam kasus ini korban dirujuk sebanyak 3 kali dengan penanganan kesehatan yang berbeda.” Jelasnya.
Ia menegaskan, kasus tersebut merupakan kasus paling menyedihkan dan menjadi catatan serius bagi lembaga yang berwenang dan penyedia layanan kesehatan dalam menangani korban kekerasan seksual.
“Ini adalah salah satu kasus yang paling menyedihkan bagi kami dan harus menjadi catatan serius bagi lembaga yang berwenang dan penyedia layanan kesehatan agar kasus serupa tidak lagi terjadi.” Tuturnya.
Selain itu, menurut Zharueny, hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi korban kekerasan seksual juga telah ditegaskan dalam Undang-undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Untuk menjamin pelayanan yang aman, ia meminta agar penyedia layanan kesehatan maupun Dinas terkait dapat merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur tentang penanganan dan pemulihan kesehatan berperspektif korban.
“Sejauh ini, saya belum tau fasilitas kesehatan mana yang sudah mengatur hal itu, korban kekerasan seksual harusnya dikhususkan, mereka memiliki traumatik yang tidak bisa digabungkan dengan pasien umum lainnya, SOP penanganan kesehatan korban kekerasan seksual yang berperspektif perlu dibahas dan diterapkan, agar korban merasa aman selama mendapatkan pelayanan medis.” Tegasnya.
Reporter: Sitti Muthmainnah
Redaktur: Wawan Kurniawan