Diduga Cemari Sungai Sagea, Eksplorasi 5 Perusahaan Tambang Dihentikan
TERNATE (kalesang) – Sungai Sagea di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara ramai dibicarakan pasca terjadinya perubahan warna air pada sungai tersebut.
Perubahan warna Sungai Sagea dan sumber mata air Boki Maruru di Desa Sagea yang juga ikut tercemar diduga akibat material tanah dari kerukan tambang pada akhir Juli 2023 lalu.
Belakangan, isu perubahan warna air sungai tersebut sampai ke telinga Pemerintah Kabupaten Halteng dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara.
Dimana, Pemprov Maluku Utara melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) merekomendasikan untuk hentikan eksplorasi pertambangan di sekitar aliran Sungai Sagea berdasarkan surat bernomor 600.4.5.3/1120/LH.3/IX/2023 yang ditandatangani oleh Kepala DLH Maluku Utara, Fachruddin Tukuboya.
Kurang lebih terdapat 5 perusahaan yang dalam surat tersebut diminta untuk tidak beraktivitas selama air Sungai Sagea masih keruh, di antaranya pimpinan perusahaan yakni PT. Weda Bay Nikel, PT Halmahera Sukses Mineral, PT Tekindo Energi, PT Karunia Sagea Meneral, dan PT Fris Pasific Mining.
“Dari awal ketika isu ini mencuat ke publik dan menjadi ramai, kami menuntut agar dibentuknya tim independen yang melakukan investigasi. Dimana masyarakat harus terlibat dan mengetahui perkembangan informasi sejauh mana tim tersebut bekerja.” Ucap Dinamisator Save Sagea, Adlun, dalam acara Bincang Kalesang Sabtu (2/9/2023) malam WIT.
Adlun menyatakan, pihaknya juga menyayangkan mengapa sudah berjalan sebulan baru pemerintah merespon masalah tersebut. Ia mengatakan, dua minggu kemarin DLH Kabupaten Halteng sudah melakukan pemantauan secara langsung.
“Sejauh ini kan mungkin suara masyarakat kurang terdengar. Memang dua minggu yang lalu DLH Halteng datang memantau di Sungai Sagea, tapi ketika kami berdiskusi panjang katanya masalah ini kewenangannya ada di DLH Provinsi.” Kata Adlun.
“Kalau saling lempar kewenangan seperti ini kan nantinya masyarakat menjadi korban terus. Makanya memasuki sebulan ini kami belum mengetahui jelas apa penyebabnya.” Ujarnya.
Makanya, meski baru bersifat dugaan penyebab perubahan warna air akibat operasi tambang, pihaknya menuntut bahwa perusahan yang beroperasi di wilayah daerah aliran Sungai Sagea untuk dihentikan sementara sebelum ada data investigasi yang valid dari pihak yang berwenang.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya sudah melayangkan surat pengaduan ke Gakum LHK, tinggal prosesnya bagaimana ia mengajak untuk sama-sama mengawal.
Jika nanti pihak perusahan yang terbukti melakukan pencemaran, sambung dia, maka harus dilakukan pemulihan terhadap daerah aliran Sungai Sagea. Bahkan, perusahan tersebut juga harus mengganti kerugian materil dan non-materil yang dialami oleh masyarakat Sagea.
“Pemda juga sudah berjanji ketika nanti terbukti pihak perusahan melakukan pencemaran maka Pemda daerah yang akan mengajukan klaim kerugian dan itu harus diganti.” Tutur Adlun.
Sementara Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Tambang JATAM Muhamad Jamil menyampaikan, operasi tambang khususnya nikel yang menggabungkan soal kendaraan listrik berujung nol emisi ternyata tinggi korban.
Artinya, kata dia, potret operasi tambang dari pembuatan bahan baku kendaraan listrik itu menimbulkan daya rusak yang sangat serius terhadap sumber-sumber penghidupan warga.
“Seperti yang diceritakan tadi soal sungai, ekonomi, kemudian wisata. Kalau di darat, para petani sudah tidak bisa mengakses lahannya lagi karena sudah berubah menjadi lubang-lubang tambang nikel.” Jelas Jamil.
“Saya kira itu yang kami temukan di sana (Halteng), ternyata importasi imajinasi soal rendah karbon yang jawabannya adalah kendaraan listrik ini sangat tinggi korban dan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia khususnya di Maluku Utara.” Ungkapnya.
Ditanya terkait pengambilan sampel air Sungai Sagea, kata Jamil, pihaknya masih percaya kepada badan-badan atau lembaga-lembaga publik seperti KLHK dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dimana pihaknya tetap mendorong untuk melakukan uji sampel di laboratorium.
“Kita mendorong agar mereka-mereka melakukan upaya itu dan jika mereka tidak melakukan itu patut kita pertanyakan apa fungsi mereka yang sudah makan dari hasil pajak Maluku Utara.” Katanya.
Untuk diketahui, saat ini beberapa organisasi atau front terus melakukan kampanye terkait perubahan warna air Sungai Sagea. Terakhir, beberapa elemen yang mengatasnamakan front Selamatkan Kampung Sagea (Seka) juga melakukan tuntutan yang sama di Kota Ternate.
Reporter: Rahmat Akrim/Juanda Umaternate
Redaktur: Junaidi Drakel