Membaca Realitas
728×90 Ads

Masyarakat Madani, Belajar dari Nabi SAW dan Orang Tua-tua Buli-Maba

Oleh: Ismunandar Marsaoly

(Warga Halmahera Timur)

 

Ketika hijrah ke Madinah, Rasul SAW pertama-tama mencetuskan satu langkah besar. Langkah yang ampuh mempersatukan semua agama dan golongan di Madinah. Piagam Madinah.

Bahwa semua golongan dan agama, hidup bebas dengan keyakinannya masing-masing, saling bahu-membahu membangun kehidupan yang damai dan adil di kampung Madinah dengan kewajiban menjaga Madinah dari kerusakan yang diupayakan oleh orang musyrikin Makkah.

Rasul juga memulai kehidupan di Madinah dengan membagi ruang di Madinah bagi kawasan pertanian, pemukiman, irigasi dan lain-lain secara adil (tata ruang).

Sebagian orang mengira, perang Badar dan Uhud adalah perang antar agama. Padahal bukan. Perang itu adalah perang antar orang-orang yang beragama melawan kaum musyrikin Mekkah penyembah berhala.

Faktnya, sebagian pasukan perang Uhud yang mengikuti Nabi SAW itu, beragama Yahudi. Bahkan ada di antara mereka yang terbunuh, kemudian hartanya dikelola oleh Nabi SAW di Baitul Mal bagi kemaslahan orang di kampung Madinah saat itu..

Itu sebabnya, ulama Nahdiyin seperti KH. Hasyim Ashari mengelurkan fatwa mengenai cinta tanah air sebagai bagian dari keimanan.

Masjid Buli Islam, dibangun di atas solidaritas dua suku dan agama. Buli-Maba, Islam-Nasrani

Persatuan antar Islam, Nasrani, Yahudi, bahkan Majusi di Madinah yang digagas Nabi SAW itu dapat terjadi karena masing-masing agama dan golongan itu hidup dalam ruang hidup (kampung) yang sama, yakni kampung Madinah. Persatuan ini yang membuat Madinah tidak dapat dikuasai oleh kaum musyrikin Makkah penyembah berhala.

Apa yang dilakukan Nabi SAW itu diteruskan, dan ditiru oleh orang tua-tua kita dulu yang hidup di Buli dan Maba.

Penganut agama Nasrani dan muslim hidup dalam damai, karena diikat oleh sejarah, budaya, dan ruang hidup yang sama (kampung Buli), dengan berpijak pada sejarah mengenai persaudaraan dua suku Buli dan Maba.

Saat konflik antar agama di tahun 1998, kita bisa melihat bagaimana Islam dan Nasrani di Buli bersatu mencegah seluruh kemungkinan serangan dari luar dan profokasi dari dalam yang mengancam eksistensi dan persaudaraan dua agama, di Buli khususnya.

Kalau orang Nasrani merayakan natal, orang Islam bertugas menjaga gereja. Sebaliknya, kalau orang Islam berlebaran, saudara Nasrani bertugas melindungi masjid dan ritual ibadah yang dijalankan saudara muslim.

Gereja Maulang. Buli Sarani. Didirikan dari solidaritas Buli, Buli Asal, Buli Islam, dan Buli Sarani

Nyata, bahwa orang tua-tua dahulu sangat memahami prinsip dakwah Nabi SAW berdasarkan keharusan menyampaikan kebenaran, kebebasan memilih keyakinan, dan keharusan menjaga kampung dari kezaliman dan kehancuran.

Selain itu, kita bisa melihat bagaimana perayaan maulid dikemas dalam tradisi dan prosesi adat yang begitu indah, menyatukan dua agama besar di Buli ini dalam semangat yang sama sebagai sesama orang kampung Buli.

Karena itu, apakah orang Islam, Nasrani, dan tetua adat akan berdiam diri jika kampung Buli ini hendak dihancurkan oleh pemuja uang (berhala) bernama perusahaan Priven?

Itu tergantung orang Buli. Apakah masih ada orang Buli dan Maba dengan dua agama besar itu, mencintai kampung ini? Sebagaimana Nabi SAW yang Islam, dan golongan Nasrani, yahudi, bahkan majusi mencintai kampung Madinah saat itu?

Musuh Rasul SAW ada dua golongan. Musuh dari dalam adalah orang munafik Madinah baik yang beragama Islam, Yahudi, maupun Nasrani yang selalu melakukan profokasi untuk merusak persaudaraan yang ada. Sedangkan musuh dari luar adalah kaum kafir-musyrikin Makkah pemuja berhala yang selalu ingin menghancurkan dakwah Nabi SAW dan kedamaian di kampung Madinah.

Musuh orang di kampung Buli juga sama. Dari luar adalah Priven penyembah uang (berhala), dan dari dalam. yaitu satu dua orang kampung, baik beragama Islam maupun Nasrani yang secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi mendukung kerusakan kampung (kaum munafikin) dengan berbagai macam dalih dan alasan yang sebenarnya dibikin-bikin sekadar untuk memuaskan hasrat sesaat.

Rumah Kacil Lantoa. Perekat Persaudaraan Suku Buli dan Maba

Sebagaimana Rasul SAW dahulu disambut oleh orang Madinah dengan salawat dan rasa suka cita, orang Buli yang juga kurang lebih melakukan hal yg sama, dimana orang Maba dan Gotowasi dijemput dengan prosesi yang sakral, lalu dibawa ke Buli untuk menjadi kapala kampung dan imam bagi org buli yang sudah memeluk Islam juga dengan doa, salawat dan rasa suka cita pula. Suata fakta sejarah yang amat indah..

Keselamatan kampung, keadilan, perdamaian, kesejukan, kebebasan beragama, toleransi dan lain-lain itulah yang dimaksud dengan masyarakat Madani (Civilation). Telah dicontohkan oleh Nabi SAW dan ditiru orang orang tua dulu di Buli dan Maba yang karenanya perlu diketahui, dijaga, dan diteruskan bagi kebaikan, kehormatan, dan keselamatan kampung Buli.***

 

 

728×90 Ads