Membaca Realitas
728×90 Ads

Nasib Paruh Bengkok di Ujung Pasifik Morotai, Bermuara ke Filipina [1]

MOROTAI (kalesang) – Wandi (bukan nama sebenarnya) adalah seorang pemburu ulung  cukup dikenal di Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Aktivitas berburu Wandi bahkan pernah membuatnya dijebloskan ke penjara.

Ketika kami bertanya kepada beberapa warga Morotai pada 11 Agustus 2023, ternyata nama Wandi sangat akrab di telinga mereka. Hampir semua orang mengenal sosok ini.

Dalam upaya mencari lebih banyak informasi, kami menemui beberapa warga di Kabupaten Pulau Morotai dan berhasil mendapatkan alamat rumah Wandi.

Pada 12 Agustus 2023, kami berkunjung ke kediaman Wandi di Morotai Selatan, Maluku Utara. Sayangnya, kunjungan tersebut tidak membuahkan hasil. Sesampainya di rumah Wandi, kami hanya bertemu dengan istri dan anak perempuannya. Sang istri mengatakan bahwa Wandi baru saja masuk hutan untuk berburu burung.

Mendengar penjelasan tersebut, kami merasa lega bahwa Wandi memang seorang pemburu ulung di Morotai. Dalam keadaan merenung, kami dikejutkan oleh suara istri Wandi yang mengatakan, “Wandi bakal kembali lagi di malam hari.”

Kami berusaha menggali lebih banyak informasi dari sang istri. Saat berbincang, mata saya tertuju pada burung Nuri Ternate (Lorius garrulus) yang tergantung di sarang berbentuk segitiga. Burung Nuri ini, dengan kaki yang terikat rantai besi putih, tidak bisa mengepakkan sayapnya. Burung berwarna merah bercorak hijau tersebut ternyata adalah burung pancingan milik Wandi saat berburu.

“Burung itu tidak dijual karena itu burung pancingan,” kata istri Wandi.

Ia menjelaskan bahwa suaminya membawa satu burung Kakatua dan satu burung Nuri untuk dijadikan pancingan, sementara satu burung Nuri lagi ada di rumah.

Artinya, Wandi memiliki tiga ekor burung, dua Nuri dan satu Kakatua. Ketika saya menanyakan keberadaan burung Kakatua, istri Wandi menjawab, “Oh, burung Kakatua suami saya bawa untuk pancingan juga.”

Tidak lama kemudian, kami pamit pulang karena hari sudah mulai gelap. Saya menyampaikan kepada istri Wandi bahwa kami akan kembali lagi keesokan harinya untuk melihat burung-burung tersebut. Ia menjawab dengan singkat, “Iya.”

Pada kedatangan kami yang kedua, kami akhirnya bertemu langsung dengan Wandi, pemburu ulung di Morotai. Pria berkulit gelap, berperawakan tinggi kurus, dengan mata tajam dan rambut hitam ikal yang terurai.

Kedatangan kami bertemu dengan Wandi saat melakukan transaksi jual beli burung Kakatua, satu ekor dengan pembeli merupakan warga Morotai.

Setelah melakukan transaksi, masih terlihat Wandi memegang uang lembar Rp100.000 di tangannya, saya membuka pembicaraan, ah saya terlambat sudah bertuan kah ? Wandi menjawab “Iyo dorang so ambel, ibu yang kemarin sore datang ketemu dengan saya pe istri k?”

“Mau cari berapa banyak?”kata Wandi.

Tidak banyak, emang yang masih ada berapa ? “Tadi orang so ambe 2 ekor, Nuri 1 dan Kakatua 1 ibu terlambat, tapi kalau mau besok saya cari”

Kasturi Ternate (Lorius garrulus) ditemukan di rumah pemburu di Kabupaten Pulau Morotai Maluku Utara, untuk dijadikan pancingan saat melakukan perburuan. (Foto: Yunita Kaunar)

Wandi mengatakan  yang terjual, Nuri dibayar dengan harga Rp300.000 sementara Kakatua Rp250.000.

“Nuri lebih mahal karena cari juga susah dan jauh juga torang (kami) cari, tapi Kakatua masih boleh lah torang dapa dekat-dekat sini,”jelas Wandi.

Wandi bercerita bahwa memburu burung paruh bengkok seperti Kakatua dan Nuri, sudah dilakukannya sejak berusia remaja. Selain berkebun, jika ada pesanan pasti dicariin. 

Wandi mengisahkan dulunya, perdagangan burung paruh bengkok dipasarkan di Pasar Darame Desa Daruba Kecamatan Morotai Selatan Maluku Utara, yang merupakan pasar rakyat dan dilakukan  setiap pagi pukul 08.00 WIT, tak hanya di Pasar ia juga menjualnya di Kapal Tatamailau dengan tujuan ke Surabaya.

“Kadang saya bawa sendiri ke kapal Tatamailau, dan kadang dibawa dengan kontainer, dari dulu belum ada yang larang jadi tong jual masih bebas.”Jelas Wandi.

Namun pada tahun 2019, Wandi mengaku ditangkap atas laporan warga, ada beberapa orang lain juga diduga pelaku termasuk Ayah Wandi, namun Wandi menutupi sejumlah nama-nama tersebut.

“Berjualan bukan saya sendiri ada beberapa orang termasuk saya pe Sebe (Ayah) namun saya mengaku semua yang dagangan burung itu milik saya dengan tujuan biar saya saja yang tertangkap.” Ungkapnya.

Atas penangkapan tersebut Wandi divonis 1 tahun penjara. Wandi mengaku kaget ketika membaca surat putusan, karena dalam penjelasan surat putusan tersebut, dijelaskan bahwa terdapat subsider 6 bulan dengan denda sebesar Rp5.000.000. 

Hal ini kemudian disampaikan kepada keluarga dan mencari pinjaman untuk membayar subsider tersebut dan masa tahanan dipotong yang sebelumnya 12 bulan,  hanya dijalaninya  6 bulan masa tahanan saja.

“Saya baca surat putusan saya bakage, saya bale tanya ulang di dorang (Petugas) ini maksudnya bagaimana ? Kalau saya bayar Rp 5000.000 artinya saya pe tahanan berkurang?”

Atas kejadian yang diceritakan Wandi, tidak membuat dirinya kapok, namun Wandi masih terus berburu namun dalam jumlah yang lebih sedikit.

“Dari kasus itu, saya tidak lagi menjual dalam jumlah banyak, jika ada permintaan dalam jumlah banyak, saya meminta kepada pembeli untuk menandatangani surat pernyataan di Kantor Desa, jika aparat keamanan datang menangkap saya, saya minta untuk menangkap langsung orang yang membeli burung tersebut.” Beber Wandi.

Wandi tak berkilah, Ia mengaku saat ini dirinya masih menangkap namun dalam jumlah kecil seperti  1 atau 2 ekor saja.

Untuk harga jual, untuk harga burung kakatua per ekor Rp250.000 – Rp300.000 sementara burung nuri dijual dengan harga Rp350.000 – Rp500.000.

“Dari dulu hingga saat ini yang masih memesan burung kebanyakan  dari  Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), ada juga warga lain yang mau piara burung.” Kata Wandi

Perdagangan  burung dilakukan untuk menunjang kebutuhan ekonomi, hal ini dikarenakan dulunya, masyarakat di Desa sini, hanya mengandalkan hasil kebun seperti Kopra,dan tanaman umur pendek, seperti kasbi (ubi), jagung dan lainnya jika hasil ini belum panen maka, harus berburu burung terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan lain.

Torang (kami) hanya menunggu panen jika belum panen, kalau ada pesanan burung berapa pun langsung ditangkap, dan tetap dapat.” Akui Wandi

Dalam percakapan yang berjalan begitu lama, Wandi sempat menawarkan kepada kami, burung Nuri dengan harga Rp300.000, burung tersebut memiliki sedikit cacat pada mulut yang patah.

“Ini saya pe burung pancingan, tapi kalau ngoni mau ambel, saya kase deng harga Rp300.000.” Kata Wandi.

Saya bersama teman berdalih menolak, lalu Wandi kembali mengatakan bahwa tadi baru saja ada yang membeli burung namun burung kakatua.

Penangkapan burung Kakatua dan Nuri  pun mudah hanya dengan cara getah pohon. Wandi mencontohkan jika hari ini dipesan, maka keesokan harinya di pukul 16.00 WIT, sudah mulai masuk hutan untuk menangkap.

“Kalau mau batangka itu, bawa dia pe pancingan 1 untuk gara-gara (pancingan) saja pas dia basuara, pasti dia (burung)  pe tamang lain akang datang, kalau so tagate di dudeso (jerat) tinggal naik kong ambel.” Jelasnya Wandi.

“Barang ini (burung)  kita so tau dia pe tanpa, barang ini tong tangka dari dulu”.

Tak hanya Wandi adapun Hakil, pemburu di Kecamatan Morotai Timur, Pulau Morotai Maluku Utara, saat kunjungan kami ke Desa tersebut, hampir sekampung mengenalnya Hakil.

Hakil, merupakan pembunuh burung, namun cara berburu tak semasif dulu. Karena mendengar kasus penangkapan Wandi, membuat sebagian pemburu di Pulau Morotai merasa khawatir.

Namun untuk pemburu dalam jumlah yang kecil masih tetap dilakukan para pemburu tersebut.

Sejumlah Kakatua jenis Nuri Bayan, di kandang rehabilitasi BKSDA Seksi Konservasi Wilayah 1 Maluku Jalan Bandar Udara Babullah Ternate. (Foto: Julfikar Sangadji)

Burung-burung yang diburu terdaftar sebagai satwa dilindungi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/2018.

Hal ini dibenarkan oleh salah satu Warga Morotai, Ifan saat ditemui 14 Agustus 2023 mengaku, untuk wilayah Morotai Selatan dulunya, hampir sebagian besar warga melakukan perburuan untuk mendapatkan uang, untuk kebutuhan ekonomi.

Karena dulunya, jika ada momen atau hari besar Tentara, bisanya sangat banyak pesanan burung Nuri dan kakatua yang diterima oleh warga morotai selatan.

“Pesanan ini diterima warga dari para Tentara yang lagi datang untuk momen hari besar tersebut, dan hampir semua anggota Tentara yang datang itu pasti pulangnya bawa burung.”Kata Ifan.

Ifan mengaku,menceritakan bahwa karena Tentara yang membawa burung itu bisa mereka bawa dengan Kapal Tentara, sehingga tidak diawasi.

Jika kita melewati sepanjang Morotai selatan dari arah bandara, hampir semua rumah itu pasti memiliki peliharaan burung dan itu sudah menjadi hal yang bisa untuk warga.

Sementara,  Dani pemburu burung, di Morotai Selatan Kabupaten Pulau Morotai, ketika dihubungi pada 31 Oktober 2023, mengaku perburuan burung dilakukan jika ada pesanan.

Dani tak sendiri, dalam melakukan perburuan, Dani bersama Saudara sudah lama menjadi pembunuh burung, dan kebanyakan yang memesan burung adalah oknum Tentara.

“Jadi saya dan saudara saya menangkap burung itu, kalau dipesan oleh anggota, kadang sampai 5 ekor sampai 10 ekor.” Jelasnya.

Jadi satu kali tangkap di hutan Morotai, satu ekor kami jual dengan harga Rp250.000 sampai Rp300.000.

Ada juga warga yang beli, tapi kebanyakan pesanan, apalagi biasanya kalau ada kapal yang masuk itu banyak yang cari burung Nuri.

Berburu burung itu, kita mengandalkan getah pohon amo. Jadi ada satu pohon yang torang so pasang target, pohon itu tong akan potong dia pe daun samua, baru tong pasang itu lem di dia p jaga kayu.

Torang hanya duduk dibawah, baru ada burung pancinga di tantangan torang kase bataria. Pas kalau so bataria pasti dia pe tamang lain datang.

“Nah pas tagate, torang tinggal naik kong buka saja”

Dani pun mengaku, bahwa perburuan dengan cara merekat burung dengan lem ini, bertujuan agar burung yang ditangkap tetap dalam keadaan baik dan tidak cacat.

“Kalau torang tangka pake dodeso (Jerat) tako ada yang kaki pada ada yang mati, jadi paling banyak itu torang pake getah pohon amo,”jelas Dani

Perdagangan Melalui Facebook 2018-2023

Infografis: data perdagangan satwa melalui Facebook oleg Garda Animalia

Sementara berdasarkan data yang dihimpun dari Garda Animalia, lembaga yang fokus pada satwa liar, telah mencatat sebanyak 12.061 satwa dari family Cacatuidae yang berhasil di monitor diperdagangkan melalui via media sosial Facebook sepanjang 2028-2023. 

Penawaran dilakukan di 316 Grup Facebook, penjual yang menawarkan sebanyak 6.691 total peminat yang berhasil diidentifikasi sebanyak 2.793.

Hutan larangan

Melalui informasi  warga Morotai kami juga, menemukan satu nama, yang membuka lokasi pemantauan burung,  di hutan Desa Wewemo, Kecamatan Morotai Utara, yaitu Kepala Desa Wewemo Usman Madjo, ketika ditemui Sabtu 12 Agustus 2023,  mengaku perburuan burung kakatua dan Nuri di desa Wewemo sangat marak.

Untuk itu Usman berinisiatif untuk membuat pusat pemantauan burung di hutan Desa Wewemo dan membuat larangan untuk masyarakat menangkap burung di hutan tersebut.

Hutan yang dikelola Usman merupakan, hutan yang diberikan Hak  Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) kepada LPHD Desa Wewemo dengan luas area 611 hektar pada kawasan HPK dengan izin Nomor: SK.7117/MENLHK – PSKL/PSL.0/10/2018 selama 35 tahun.

“Karena hutan ini sudah mendapat mengelola sehingga saya  juga meminta kepada masyarakat desa agar tidak lagi bisa menangkap burung di Desa Wewemo, mau berburu di hutan lain dipersilahkan namun tidak dengan Desa Wewemo.” Katanya.

Dulunya perburuan di Morotai ini hampir semua desa, dan setiap rumah ini memiliki burung yang dipelihara.

Namun saya, mulai berfikir, jika semua burung ini ditangkap dan dijual keluar, bagaimana dengan anak dan cucu kami nanti, apakah mereka masih bisa melihat burung endemik Morotai yang berita bagus ?Saya selalu bertanya-tanya kepada diri saya sendiri.

Untuk itu saya mempunya ide yang berani untuk melindungi hutan ini dari, perburuan yang masih itu.

“Saya ini belum jadi Kepala Desa hutan ini saya so bikin hutan lindung sendiri, pake saya pe anggaran sandiri.”Ucapnya

Setelah hutan ini memiliki izin, saya meminta kepada seluruh masyarakat agar jangan tangkap lagi burung disini.

Sejak warga bersepakat untuk melindungi hutan ini, hingga saat ini tak ada lagi warga yang berani berburu di hutan tersebut.

Untuk menjaga agar satwa khasnya paruh bengkok tidak diburu warga, Kepala Desa Wewemo Morotai Utara, Maluku utara. Membuat lokasi wisata pemantauan burung. (Foto: Yunita Kaunar).

Untuk itu pada tahun 2021, Usman berinisiatif membuat hutan lindung, untuk pemantauan burung, bagi siapa saja yang mau melihat burung secara langsung bisa langsung ke hutan, dengan jarang 12 kilo berjalan memasuki hutan. Maka secara langsung dapat melihat aktivitas burung di hutan tersebut.

Sejak dibuka pada tahun 2021, sudah cukup banyak wisatawan mancanegara datang untuk melihat secara langsung burung-burung endemik pulau morotai.

“Namun sangat disayangkan Burung Kakatua putih, di hutan Desa Wewemo itu sudah punah, hanya tersisa kakatua warna hijau saja.”Jelasnya.

Usman, membuka hutan lindung untuk pemantauan burung ini dikarenakan, ketakutan akan burung endemik bakal punah, sehingga menggunakan anggaran pribadi untuk melindungi hutan di Desa Wewemo tersebut.

Meskipun belum mendapatkan perhatian pemerintah daerah untuk sama-sama melindungi burung endemik, di Morotai namun Usman tetap optimis untuk menjaga burung endemik agar tidak punah karena perburuan yang masal di Morotai.

Dalam perlindungan hutan ini, usman juga melibatkan pemuda Desa Wewemo, untuk sama-sama menjaga alam.

Jika ada wisatawan mancanegara yang datang untuk memantau burung, saya akan melibatkan pemuda desa jadi Tour  Guide, meski kami tidak mematok harga, namun jika ada tips yang mereka terima itu untuk mereka, dan kebutuhan para pemuda yang ada di Desa Wewemo.

Sementara ditanya terkait, perdagangan ke tujuan Filipina, Usman mengaku tidak tahu. Namun perdagangan untuk lintas daerah banyak, seperti Morotai dijual ke Tobelo kemudian ke Ternate itu banyak. 

“Atas ancam itu makanya saya buat hutan lindung ini.”Pungkasnya. (*)

 

Peliput: Yunita Kaunar

_______________

Liputan ini merupakan  investigasi kolaborasi Kalesang.id, Mongabay Indonesia, Jaring.id, Zonautara.com, yang didanai lewat program Fellowship Bela Satwa Project 2023 oleh Garda Animalia.

 

728×90 Ads