Oleh :Mukti Ali Asyadzili
“Hanya 5 cm orang bisa menemukan Indonesia, namun harus 5 juta km orang baru bisa mengenal Indonesia, di Nusantara sehat kita bisa mendapatkan keduanya, yaitu menemukan dan mengenal (Indonesia)”.
Keheningan, jauh dari hiruk pikuk keramaian, terisolasi, berada di ujung pulau Halmahera, dengan akses dan transportasi yang cukup sulit, keragaman mewarnai kehidupan sosial masyarakatnya. Sekilas gambaran umum kehidupan masyarakat desa Patlean dan sekitarnya, yang sebelah timur berbatasan langsung dengan laut Philipina.
Puskesmas Patlean adalah 1 (satu) dari 16 puskesmas yang ada di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, di mana secara geografis Puskesmas Patlean sangat berbeda dengan puskesmas lain yang berada di Maba (Kota di Kabupaten Halmahera Timur) dan kecamatan lainnya, berkaitan dengan aksesnya yang paling jauh, jumlah tenaga dan keadaan geografisnya.Dengan status puskesmas sangat terpencil,
Puskesmas Patlean sudah berdiri sejak tahun 2012. Kemudian diresmikan oleh Bupati Halmahera Timur, Rudy Erawan pada 9 Mei 2015 dan baru terverifikasi oleh Kementerian Kesehatan pada Januari 2019.
Jenis tenaga yang kosong hingga saat ini adalah tenaga dokter umum, dokter gigi, rekam medik. Sedangkan untuk tenaga farmasi dan tenaga analis terpenuhi dari tenaga Nusantara Sehat Kemenkes. Selain kekurangan tenaga, Puskesmas Patlean belum terdaftar dalam pelayanan JKN mandiri.
Belum terpasang listrik (masih menggunakan genset), juga belum memiliki kendaraan dinas, terutama kendaraan operasional ambulans, yang harusnya wajib dimiliki oleh instansi kesehatan sekelas puskesmas. Jarak tempuh dari Kota Maba ke Puskesmas Patlean sekitar 10 jam, yang terbagi 2 jam jalur darat dan 8 jam jalur laut menggunakan kapal fery melewati liukan perbukitan bebatuan.
Itupun jika tidak musim hujan dan ombak laut normal. Namun jika sebaliknya, maka bisa dibayangkan, bisa 16 jam bahkan 1-2 hari baru tiba di Puskemas Patlean, karena harus menunggu ombak laut tenang. Tentu dengan biaya selangit, biaya transportasi darat dan laut dari kota kabupaten ke Patlean sangat mahal. Jika dikalkulasikan menembus 1,2 juta/orang dalam situasi tertentu.
Jika dari kota Ternate-Sofifi (ibu kota Provinsi Maluku Utara) ke Puskesmas Patlean kita bisa membayangkan harus menempuhnya beberapa hari dengan biaya yang cukup mahal.Namun kesulitan akses dan semua hal demikian tidak mengurangi tekad tenaga Nusantara Sehat.
Semua terbayarkan dengan harmonisasi kehidupan masyarakat Patlean dan sekitarnya. Kehidupan yang tenang, tanpa akses jaringan telefon dan internet. Menggunakan listrik genset (menyala malam hari saja) yang terbatas sudah biasa dan puluhan tahun dirasakan oleh masyarakat Patlean dan sekitarnya.
Disanalah 5 anak muda yang tergabung dalam program penugasan khusus Nusantara Sehat Individu (NSI) Kementerian Kesehatan RI bertugas yaitu Hermansyah (tenaga farmasi) asal Dompu NTB, Charles Edison Ambahas (kesehatan lingkungan) asal Kupang NTT, La Ode Muh. Nizar (tenaga analis) asal Buton Sulawesi Tenggara, Oktofianus Radja Tuka (kesehatan masyarakat) asal Sabu Raijua NTT, dan Rahmat Karamuddin (tenaga perawat) asal Pulau Gebe Maluku Utara.
Mereka menghibahkan diri dan mengambil peran mengabdi dalam mewujudkan cita-cita negeri, sesuai visi presiden Jokowi dalam Nawacita ke-3, membangun Indonesia dari pinggiran. Meliuk di jalan tanpa aspal antara lembah dan bukit, motor Viar melaju kencang menembus rimbunnya hutan rimba dan pegunungan di ujung pulau Halmahera.
Itu adalah satu-satunya transportasi milik warga yang digunakan oleh tenaga Nusantara Sehat dan pegawai Puskesmas Patlean dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Menjangkau lintas desa wilayah kerja Puskesmas Patlean, dengan akses jalan bebatuan dan lumpur (bila hujan), tentu dengan risiko kecelakaan yang tinggi.Belum sampai di situ, ada beberapa desa wilayah kerja Puskesmas Patlean yang harus menggunakan viber (transportasi laut). Dengan mengarungi birunya laut, suara pecahnya ombak di ujung batu tepi pantai yang diiringi kencangnya angin laut selatan Filipina.
Pada saat yang bersamaan viber berlari membelah laut menambah irama lantunan dan iringan pengabdian tanpa batas teman-teman Nusantara Sehat Puskesmas Patlean. Bukan mengeluh dengan keadaan, malah menjadi pemicu penyemangat anak-anak muda Nusantara Sehat untuk terus berbuat. Sebab, siapa lagi kah yang diharapkan, kapan lagi kah harus berbuat, kalau bukan kita dan kalau bukan sekarang?
Semua hal yang dialami menjadi sebuah kenangan dan pengalaman terbaik untuk dikenang suatu saat nanti. Inilah nilai pengabdian kelima anak muda dari daratan, kultur, dan budaya berbeda, hadir di Puskesmas Patlean dengan satu visi dan cita-cita untuk negeri.
Yaitu menjadikan masyarakat pelosok sadar untuk hidup bersih dan sehat.Namun perlu menjadi perhatian bersama, keberadaan kelima tenaga Nusantara Sehat di Puskesmas Patlean tidak diimbangi dengan dukungan pemerintah daerah atau pihak puskesmas. Mereka harusnya difasilitasi rumah dinas oleh pemda setempat, tapi malah tinggal di rumah sewa (kos) yang dibayar sendiri.
Benar adanya, nilai pengabdian kadang tidak bisa diukur hanya pada nilai materi. Tidak diukur pada besar dan kecilnya sesuatu yang diberi. Namun semua dilihat pada keikhlasan untuk berbagi.Agar lebih termotivasi, kiranya keberadaan tenaga Nusantara Sehat perlu didukung, terfasilitasi, dan diperhatikan keberadaannya oleh pemerintah. Diberikan penunjang dalam berproses dan bertugas, termasuk rumah dinas yang memang menjadi hak bagi tenaga Nusantara Sehat. Semoga itu cukup dialami oleh tenaga Nusantara Sehat Puskesmas Patlean, tidak di tempat lain.
Semua hal yang dialami menjadi sebuah kenangan dan pengalaman terbaik untuk dikenang suatu saat nanti. Inilah nilai pengabdian kelima anak muda dari daratan, kultur, dan budaya berbeda, hadir di Puskesmas Patlean dengan satu visi dan cita-cita untuk negeri. Yaitu menjadikan masyarakat pelosok sadar untuk hidup bersih dan sehat.
Namun perlu menjadi perhatian bersama, keberadaan kelima tenaga Nusantara Sehat di Puskesmas Patlean tidak diimbangi dengan dukungan pemerintah daerah atau pihak puskesmas. Mereka harusnya difasilitasi rumah dinas oleh pemda setempat, tapi malah tinggal di rumah sewa (kos) yang dibayar sendiri. Benar adanya, nilai pengabdian kadang tidak bisa diukur hanya pada nilai materi. Tidak diukur pada besar dan kecilnya sesuatu yang diberi. Namun semua dilihat pada keikhlasan untuk berbagi.
Agar lebih termotivasi, kiranya keberadaan tenaga Nusantara Sehat perlu didukung, terfasilitasi, dan diperhatikan keberadaannya oleh pemerintah. Diberikan penunjang dalam berproses dan bertugas, termasuk rumah dinas yang memang menjadi hak bagi tenaga Nusantara Sehat. Semoga itu cukup dialami oleh tenaga Nusantara Sehat Puskesmas Patlean, tidak di tempat lain.Terlepas dari permasalahan klasik rumah dinas dan tantangan akses, ada nilai sosial yang patut menjadi catatan khusus bagi tenaga Nusantara Sehat.
Hal itu bisa menjadi bahan renungan dan pelajaran di mana kehidupan sosial masyarakat Patlean dan sekitarnya patut menjadi contoh.
Wilayah kerja Puskesmas Patlean sendiri terdiri dari beberapa desa (wilayah) dengan kultur dan latar belakang masyarakatnya beragam, sangat kompleks, baik dari aspek bahasa, budaya, bahkan agamanyaDi wilayah kerja Puskesmas Patlean terdapat wilayah yang dihuni oleh suku anak dalam (suku yang tinggal di tengah hutan) yang tidak tahu berbahasa Indonesia dan bahkan tidak mau mengenal orang luar, termasuk tenaga Puskesmas Patlean sendiri.
Ini menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga Nusantara Sehat ketika pertama kali berkunjung dalam kegiatan puskesmas keliling di Dusun Waleino (suku anak dalam). Disana mencoba beradaptasi dengan mereka Selain suku anak dalam, Puskesmas Patlean memiliki wilayah kerja yang namanya SP 1, SP 2, dan SP 4, yaitu wilayah Transmigrasi Nasional sejak tahun 2007.
Masyarakatnya berasal dari berbagai pulau dan provinsi di Indonesia yang mencoba mencari rezeki dan peruntungan. Mereka transmigrasi ke Halmahera Timur dari Jawa, NTB, NTT, Ambon, Sulawesi Tenggara, dan dari Ternate sendiri.Latar belakang masyarakat di sana beragam, tapi kehidupan masyarakatnya sangat harmonis. Gereja dan masjid hampir berdekatan.
Mayoritas masyarakatnya bertani (berkebun), dalam kehidupan bermasyarakat mereka sangat damai, saling menghormati, dan menghargai. Mungkin di saat bersamaan masyarakat belahan bumi lain, di kota-kota besar, sedang sibuk mencari dan menonjolkan identitas, saling mencela dan membenci. Namun masyarakat Patlean yang notabene masyarakat trans sedang asyik menjalani hidup apa adanya.
Saling merangkul tanpa melihat warna kulit, saling berbagi tanpa memandang latar belakang dan kelas sosial, bercerita dan menebarkan senyum setiap bertatap muka, karena mereka sadar, kebersamaan dan persatuanlah yang menguatkan hidup Kebiasaan kecil lainnya adalah, jika kegiatan posyandu atau penyuluhan kesehatan di Masyarakat SP 1, SP 2, dan SP 4, tenaga Nusantara Sehat pagi-pagi berjalan menuju lokasi kegiatan, bertemu dengan banyak anak-anak sekolah yang pergi ke sekolah.
Bapak-bapak atau mama-mama yang hendak ke kebun yang tak lelah menebar senyum dan menyapa selamat pagi, padahal tidak mengenal, tetapi selalu mereka sapa duluan.Jadi bayangkan jika menjumpai 100 orang di jalan, maka 100 kali disapa dan jawab, “Selamat pagi, Mama. Selamat pagi, Bapak. Selamat pagi, Adik.” Begitupun siang dan sore hari, kebiasaan kecil tentang nilai kehidupan yang mereka anut, di mana terselip makna besar dibaliknya.
Dengan senyum dan ramah, luar biasa jika direnungi lebih dalam, di Patlean tenaga Nusantara Sehat dapat menemukan Indonesia yang sebenarnya. Mungkin mereka kurang memahami nilai dan esensi yang terkandung dalam Pancasila dan makna Bhineka Tunggal Ika, tapi mereka sudah mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kelima tenaga Nusantara Sehat di Puskesmas Patlean telah belajar banyak hal tentang nilai kehidupan dari masyarakat, walaupun mayoritas masyarakatnya berpendidikan rendah. Namun mereka paham nilai-nilai sosial, dan bisa disimpulkan mereka hanya mengenal bahwa katong basaudara, katong berkeluarga, katong adek-kakak, katong sama, sama-sama mengibarkan kain merah putih di depan rumah.Tentu ada banyak cerita bagi anak-anak muda Nusantara Sehat di lokasi pengabdiannya masing-masing, yang memperkaya pengetahuan dan pengalaman. Sebab semakin kita berjalan menyusuri daratan pelosok negeri, maka kita semakin mengenal Indonesia. Dalam 5 cm orang bisa menemukan Indonesia, namun harus 5 juta km orang baru mengenal Indonesia.
Maka anak-anak Nusantara Sehat tidak sekadar menemukan Indonesia, tetapi juga mengenal dan memahami Indonesia. Mari berbagi cerita, untuk memperkaya khasanah pengetahuan kita, karena semakin banyak kita mengetahui, maka semakin banyak kita memahami.(*)