Kalesang– Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Maluku Utara kembali menggelar media briefing rutin bertajuk “Torang Pe APBN” edisi Mei 2025, Rabu (28/05/2025). Kegiatan yang berlangsung secara hybrid ini diadakan di Aula Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Maluku Utara dan dihadiri oleh pimpinan instansi vertikal Kementerian Keuangan.
Mewakili Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Maluku Utara, Kepala Bidang PPA II Kanwil DJPb Malut, Muhammad Priandi, memaparkan perkembangan ekonomi nasional dan regional serta kinerja APBN wilayah Maluku Utara. Dalam pemaparannya, Priandi menyoroti beberapa isu global yang turut memengaruhi perekonomian nasional, seperti pergantian pemerintahan di Amerika Serikat, meningkatnya ketegangan AS-Tiongkok, dan eskalasi geopolitik global. Meskipun demikian, perekonomian nasional tetap menunjukkan ketahanan, tercermin dari pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 yang mencapai 4,87 persen (ctc).
Sementara di tingkat regional, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan I 2025 mencatatkan angka yang mengesankan sebesar 34,58 persen (yoy), didorong oleh sektor industri pengolahan dan pertambangan. Inflasi pada April 2025 tercatat sebesar 3,23 persen (yoy), mengalami penurunan dibandingkan Maret 2025 sebesar 1,33 persen (mtm).
“Namun, Maluku Utara masih menempati posisi ke-6 tertinggi untuk tingkat inflasi di wilayah Sulampua, dengan kenaikan harga terutama pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau akibat lonjakan harga komoditas seperti ikan segar dan bahan pangan pokok lainnya,” ungkapnya.
Priandi juga melaporkan bahwa neraca perdagangan Maluku Utara pada April 2025 tetap surplus sebesar USD 889,47 juta. Ekspor mencapai USD 1.190,55 juta dan impor sebesar USD 301,08 juta. Komoditas ekspor masih didominasi oleh ferronickel, sementara impor terbesar berasal dari peralatan mesin pengolahan nikel. Di luar sektor tambang, sektor perikanan juga menunjukkan kontribusi positif dengan ekspor komoditas seperti wood pellet, frozen tuna, dan kepiting bakau.
Dari sisi kesejahteraan, Nilai Tukar Petani (NTP) Gabungan Maluku Utara pada April 2025 mencapai 106,50 atau naik 0,48 persen (mtm), sedangkan Nilai Tukar Nelayan (NTN) tumbuh 1,32 persen menjadi 100,73. Meski mencatat pertumbuhan, angka ini masih berada di bawah rata-rata nasional.
Sementara, dari perspektif fiskal, hingga akhir April 2025, realisasi pendapatan negara di Maluku Utara tercatat sebesar Rp1.386,44 miliar atau 36,52 persen dari pagu, tumbuh signifikan sebesar 56,32 persen (yoy). Peningkatan ini didorong oleh penerimaan PPh Non-Migas, khususnya dari PPh Pasal 25/29 Badan dan Pasal 23.
“Di sisi belanja, realisasi mencapai Rp4.484,62 miliar dari pagu Rp17.746,08 miliar, mengalami kontraksi 17,27 persen (yoy), dengan defisit anggaran sebesar Rp3.098,18 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh efisiensi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan penurunan Transfer ke Daerah (TKD), meskipun terdapat peningkatan pada Dana Bagi Hasil (DBH) dan Insentif Fiskal,” jelasnya.
Pada level APBD, realisasi pendapatan daerah hingga April 2025 mencapai Rp3.855,34 miliar, masih didominasi oleh dana transfer pemerintah pusat (93,63 persen), sementara belanja daerah tumbuh 25,53 persen menjadi Rp2.520,03 miliar.
Priandi juga menyoroti sejumlah isu strategis terkait penyaluran TKD, termasuk persyaratan tambahan untuk Dana Desa Tahap II dan percepatan realisasi DAK Fisik Tahap I.
Dalam hal pembiayaan usaha, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga April 2025 tercatat Rp190,24 miliar kepada 3.299 debitur, menurun 7,35 persen dibandingkan tahun lalu. Kabupaten Halmahera Utara menjadi wilayah dengan penyaluran tertinggi, menunjukkan peran strategisnya sebagai poros ekonomi kedua di provinsi. Sementara itu, penyaluran Kredit Ultra Mikro (UMi) masih terbatas, baru mencapai Rp62 juta.
Terkait Program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebanyak 43.516 penerima telah terjangkau di 17 SPPG pada lima kabupaten/kota, dengan Kota Ternate sebagai daerah penerima terbanyak. Namun, konsentrasi program yang masih terpusat di Ternate dinilai menyulitkan pengukuran dampak program secara menyeluruh terhadap perekonomian daerah.
“Beberapa tantangan utama dalam pelaksanaan MBG antara lain keterbatasan bahan baku, sistem pembayaran berbasis virtual account, serta hambatan geografis. Diperlukan kolaborasi antara UMKM, BUMDes, sektor swasta, dan koperasi untuk mengatasi berbagai kendala tersebut,” pungkas Priandi.