Membaca Realitas

Walikota Tidore Usul 3 Poin dalam Pertemuan Apeksi dan DPR-RI

JAKARTA(Kalesang) – Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menyampaikan beberapa usulan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Rabu (6/4/2022).

Salah satunya adaah tiga usulan yang disampaikan Ketua Komisariat Wilayah (Komwil) VI Apeksi yang juga Walikota Tidore, Capt. Ali Ibrahim.

Pertama, Ali menyebutkan bahwa dalam UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) atau disebut Dana Alokasi Umum (DAU) untuk membiayai SPM yang disebut enam urusan wajib.

Padahal, kata Ali daerah dibebani bukan hanya dengan enam urusan namun ada 32 urusan ditambah urusan penunjang yang lain.

”Bagaimana alternatif dan skema pembiayaan untuk urusan sebanyak itu yang dilimpahkan ke daerah, seharusnya urusan yang dilimpahkan itu perlu didukung dengan pembiayaan yang wajar dan rasional.”Ujar Ali.

Kedua, Ali Ibrahim sampaikan bahwa formulasi DAU dalam UU ini menggunakan basis unit cost juga variable untuk mendukung adalah luas wilayah dan jumlah penduduk.

Padahal ada daerah dengan indikator daerah kepulauan, dimana wilayah yang punya luas laut lebih besar dari daratan. Seharusnya dibuat klasterisasi bagi daerah kepulauan dan non-kepulauan.

Usulan ketiga, Ali mengatakan kewajiban sharing anggaran kepada desa sangat merugikan bagi daerah kota yang punya desa seperti Kota Tidore.

”Wilayah kami kota, tapi punya desa. Kelurahan ada 40 dan desa 49, tapi kewajiban kami memberikan 10 persen ke desa sesuai dengan UU desa, rasanya menurut saya belum adil, bagaimana dengan kelurahannya. Kami mohon solusinya bagi daerah yang punya desa dan kelurahan,”Beber Ali.

Ali mengaku, sebelum mengikuti rapat dirinya sudah melakukan pertemuan khusus dengan wali kota di wilayah timur untuk menerima masukan.

Sementara, Ketua Apeksi Bima Arya mengungkapkan seluruh Apeksi dan Apkasi menyambut baik adanya UU HKPD.

Namun, kata dia ada beberapa dampak negatif dan positifnya.

“Untuk dampak negatif contohnya pajak kos-kosan dihilangkan yang bisa berdampak pada hilangnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).” Tutur Bima menjelaskan

Selain itu pajak parkir tarif turun dari dari 30 persen menjadi 10 persen. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) nilai jual objek pajak tidak kena pajak naik dari Rp60 juta menjadi Rp80 juta.

Pajak bioskop tarif turun dari 35 persen menjadi 10 persen berdampak juga pada pengurangan PAD

“Keadaan tersebut membuat PAD yang diterima berkurang karena tarifnya masih sama 5 persen.” Ujar Bima

Meski demikian, Bima menegaskan, ada juga dampak positif yang bisa langsung dirasakan dari adanya UU HKPD, khususnya bagi para Apeksi.

Dampak positifnya lanjut Bima, seperti pajak hotel yang tarifnya sama 10 persen dan ditambah objek pajak jasa sewa apartemen dan kondominium.”Ucap Bima.

Bima bilang ada pajak restoran tarifnya sama 10 persen tetapi ditambah kejelasan definisi usaha katering sehingga bisa memberikan kepastian hukum.

“Pajak reklame tarifnya sama 25 persen dan ditambah kejelasan pajak reklame berjalan sehingga bisa memberikan kepastian hukum. MB.” Ungkap Bima

Diakhir Kalimantnya Bima mengatakan PBB-P2 tarif naik dari 0,3 persen menjadi 0,5 persen.

“Namun kenaikan ini tidak akan serta merta menambah PAD karena pendapatan masyarakat menurun akibat pandemi.” Pungkas Bima.(tr-04)

 

Reporter: M Rahmat Syafruddin

Editor  : Wawan Kurniawan

728×90 Ads
%d blogger menyukai ini: