Membaca Realitas
728×90 Ads

Ditinggal Suami, Fatimah Harus Bekerja untuk Menafkahi Enam Orang Anak

SANANA (Kalesang) – “Demi membesarkan dan menghidupi anak-anak, saya ikhlaskan jiwa dan raga ini untuk menyekolahkan mereka.” Kata Fatimah saat ditemui kalesang.id, Sabtu (23/7/2022).

Namanya Fatimah Gelamona, perempuan enam orang anak ini berasal dari Desa Kaporo, Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Provinsi Maluku Utara (Malut).

Sejak tahun 1991, Fatimah menikah dengan suaminya, Basir Ipa. Akan tetapi, suaminya pergi meninggalkan dia dan anak-anak yang sudah 10 tahun lebih.

Demi bertahan hidup, perempuan 40 tahun itu memilih berjualan dagangan milik orang lain untuk dibawa keliling di desa-desa. Meski dalam keadaan pas-pasan, dia punya keinginan besar, yaitu menyekolahkan ke enam anaknya.

Dari hasil jualan yang dia dapatkan, sedikit demi sedikit Fatimah mencoba untuk menabung. Uang yang ditabung itu, akhirnya bisa membeli satu rumah berukuran kecil di Desa Mangon, Kecamatan Sanana.

“Ia benar, jualan dagangan milik orang lain itu saya simpan untuk beli rumah di Desa Mangon seharga Rp40 juta. Saya dan anak-anak menetap di situ sampai sekarang.” Ujarnya.

“Saya ingin kuliahkan anak saya. Tapi pada waktu anak perempuan  yang pertama mau lanjut kuliah, saya belum punya uang, akhirnya gagal.” Sambung Fatimah.

Dengan begitu, Fatimah mengaku tidak pernah ada kata menyerah mencari uang. Dia terus bekerja untuk anak laki-lakinya yang kedua. Waktu itu, anak-anak laki yang kedua berhasil masuk kuliah di salah satu kampus di Ternate.

Namun, dia menambahkan, nasib baik belum berpihak kepada keluarganya. Saat semester dua, anak laki-lakinya kecelakaan dengan motor. Kondisinya sangat parah, mau tidak mau harus berhenti kuliah.

Saat ini, lanjut Fatimah, kekuatan ototnya tak sekuat dahulu. Jadi dia memilih berjualan rica, tomat dan lainnya dengan beralaskan karung di trotoar depan toko Damai, Desa Fagudu.

“Sudah tiga tahun saya jualan di depan toko Damai. Penghasilan yang saya dapat tidak menentu. Sehari itu kadang ada orang yang beli, kadang tidak ada sama sekali. Kalapun ada yang beli, palingan dari pagi sampai sore Rp100.” Bebernya.

Berjualan di sekitar pertokoan, Fatimah mengaku tidak terlepas dari ancaman. Hampir setiap hari ancaman datang dari berbagai pihak, salah satunya pemerintah. Menurutnya, di situ adalah satu-satunya tempat ia bisa cari uang.

Karena, kata Fatimah, pasar yang disediakan oleh pemerintah itu penuh dengan tekanan. Terutama tekanan dari pedagang yang sudah lebih duluan berjualan. Tentu, dengan cuaca buruk seperti saat ini, uang yang didapatkan juga semakin susah.

“Kalau jualan di depan pertokoan, kami selalu diancam. Sedangkan di pasar yang disediakan, tekanan dari pedagang juga harus kita hadapi.” Terangnya.

Belum lama ini, Fatimah menyampaikan, anak laki-lakinya yang kelima berangkat ke Ternate untuk daftar di Universitas Khairun Ternate. Dengan harapan bisa dapat beasiswa. Lagi-lagi, Fatimah harus mendengar kabar kegagalan anaknya.

“Namanya Rifaldi, belum lama ini anak saya daftar di Unkhair. Tapi tidak lulus. Rifaldi telepon beri tahu ke saya. Sedih dengarnya, tapi saya terus kuatkan hatinya. Itu ujian dari Allah. Jangan menyerah.” Kata Fatimah.

Fatimah sangat berharap di antara anaknya bisa kuliah hingga wisuda seperti anak-anak lainnya. Dia akan begitu bangga jika ada satu anaknya yang bisa menggunakan toga.

“Jujur saja, sekarang saya ingin lihat anak saya sukses. Supaya ke depan bisa urus saya di hari tua nanti.” Harap Fatimah dengan nada yang sedikit sedih.(tr-02)

 

Reporter: Karman Samuda

Redaktur: Junaidi Drakel

728×90 Ads