Soal Anggaran Stunting, Ketua Komisi II DPRD Halbar Dinilai Keliru dan Tidak Jeli
JAILOLO (kalesang) – Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), Provinsi Maluku Utara (Malut), Dasril Hi. Usman dinilai keliru dan tidak jeli melihat persoalan stunting.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP3D) Halbar, Soni Balatjai. Karena sebelumnya Dasril berkomentar terkait masalah anggaran stunting yang dinilai ditutupi oleh Pemda Halbar.
Soni yang merupakan Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Halbar itu mengatakan, Dasril Hi Usman terkesan menyampaikan sesuatu tanpa ada data yang akurat.
“Harusnya Ketua Komisi II DPRD lebih peka terhadap persoalan stunting di Halbar.” Kata Soni kepada kalesang.id. Kamis (28/7/2022) malam.
Menurut Soni, stunting ini merupakan salah satu isu nasional yang menjadi perhatian oleh negara dan Kabupaten Halbar. Maka semestinya menjadi pekerjaan bersama antara pemerintah dan DPRD sebagai mitra kerja yang saling berkoordinasi serta bersinergi dengan kasus stunting di Halbar.
“Bukan kemudian persoalan stunting digiring ke publik. Kami anggap Ketua Komisi II DPRD keliru menerjemahkan mekanisme pengelolaan anggaran stunting.” Semprotnya.
Jadi, Soni menambahkan, harus diketahui bahwa anggaran stunting itu tersebar di beberapa dinas atau OPD yang terlibat secara langsung dengan percepatan penurunan stunting di Halbar.
“Untuk itu tidak hanya dinas kesehatan yang menjadi sasaran pelaksanaan stunting, tapi juga melibatkan OPD teknis lainnya.” Ucap Soni.
Saat ini, kata Soni, yang dilakukan Pemda Halbar sudah merupakan hasil tracking yang sudah dilaksanakan beberapa OPD. Mulai dari perencanaan, pemetaan kasus, sosialisasi serta rembuk stunting yang salah satu instrumennya, yaitu penurunan angka stunting lewat aksi 8 konvergensi percepatan pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi.
Untuk Halbar sendiri, dia menyampaikan, angka stuntin berdasarkan data dari Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Balita Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) sebesar 16,8 persen, sedangkan dari hasil survey SSGI sebesar 30 persen.
“Seharusnya ini yang menjadi pekerjaan bersama Pemda dan DPRD untuk kita berkolaborasi dan bersinergi.” Ujarnya.
Sementara soal data statistik, lanjutnya, tidak bisa digunakan sebagai pembading pada data stunting. Karena data stunting adalah hasil penimbangan yang dilakukan setiap bulan oleh puskesmas dan diinput ke aplikasi e-PPGBM sebagai basis data yang digunakan oleh Dinas Kesehatan dalam penentuan lokus dan analisa.
“Jadi pernyataan Ketua Komisi II DPRD tidak sebanding lurus dengan data yang dipakai oleh Dinas Kesehatan.” Tutupnya.(tr-01)
Reporter: Risno Kemhay
Redaktur: Junaidi Drakel