Membaca Realitas

Pembangunan Manusia di Desa Melalui Investasi Sosial

“Perubahan Berawal dari Desa”

Kemiskinan bukanlah masalah personal yang disebabkan oleh personal inadequacy. Harga diri yang rendah, atau pasrah pada kekuasaan. Karena itu, tidak bisa diatasi hanya dengan tindakan sementara atau yang umum sekarang dikenal dengan tindakan karitatif (kasih sayang).

Ini ibarat kapal yang sedang berlayar lalu tiba-tiba mengalami kebocoran awak kapal dan para penumpang buru-buru menutup kebocoran itu tapi tidak pernah mengganti perahu.Akibatnya kapal itu akan terus saja terancam tenggelam.

Desa memang memiliki tantangan tersendiri dalam mengemmbangkannya menjadi produktif. Hal itu di sebabkan bukan hanya pembangunan infrasktruktur yang belum memadai, namun dilihat dari sisi pembangunan manusianya yang masih minim.

Pengembangan desa menjadi menarik, hal itu disebabkan oleh UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang memberikan sepenuhnya bagi prangkat desa untuk mendukung warganya turut berpartisipasi membangun desa dalam menentukan kebutuhan dan kepentingan mana yang lebih tepat bagi masyarakatnya.

Sejak tahun 2015 pemerintah telah mengalokasikan dana desa. Besarnya dana desa dari tahun ke tahun secara statistik makin meningkat. Peningkatan alokasi APBN disalurkan ke desa dimaksudkan untuk mendukung pembangunan desa yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan pra sarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Namun demikian, alokasi dana desa yang terus meningkat belum bisa menurunkan kemiskinan secara signifikan di pedesaan. Pertanyaan penting yang harus segera mendapatkan jawaban adalah mengapa dana desa yang sudah dikucurkan selama ini masih belum maksimal memenuhi harapan undang-undang.

Apakah permasalahannya dilihat dari sektor pembangunan infrastrukturnya? Ataukah dari pembangunan manusianya? Tulisan ini  bertujuan memberikan analisis kritis seperti apakah kondisi kesejahteraan masyarakat di pedesaan dalammenuju perubahan.

Pembangunan manusia memang menjadi masalah pokok di setiap desa. Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat di implementasikan agar efektif dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa?

Jalan satu satunya ialah melalui pembangunan manusia, diharapkan dapat menjawab problematika yang sering terjadi di pedesaan, konsep pembangunan manusia (people centered development) memang bukan hal yang baru dalam wacana maupun praktik pembangunan. Konsep tersebut muncul sebagai reaksi terhadap kegagalan model pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dalam mewujudkan kesejahteraan secara merata tidak terwujud.

Kesadaran bahwa pembangunan seyogianya menjadi sarana untuk mengentaskan kemiskinan telah melahirkan model pembangunan yang bertumpu pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yakni pendidikan, kesehatan, dan pelayanan dasar.

Namun, seperti apakah bentuk konkret kebijakan investasi sosial itu? Strategi apa yang dapat dilakukan untuk menerapkan investasi sosial dalam perencanaan pembangunan? Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, terlebih dulu perlu dipahami apa konsep investasi sosial dari perspektif konseptual dan praktis sebagai bahan perbandingan dalam mengadaptasikan model ini dalam pembangunan manusia di Desa Wayatim Kabupaten Halmahera Selatan.

3 investasi sosial: tinjauan konseptual dalam tinjauan akademik, konsep tentang investasi sosial lahir dalam khazanah pemikiran tentang pembangunan sosial (social development) yang berkembang pada dekade 1990-an. Sejumlah nama yang cukup terkenal dalam perkembangan konsep ini antara lain James Midgley (1999), Taylor-Gooby (2000), dan Anthony Giddens (1998).

Midgley mendefinisikan pembangunan sosial sebagai suatu perspektif alternatif untuk meredistribusikan sumber daya dengan menekankan prioritas alokasi pada program-program sosial yang berorientasi pada produktivitas dan investasi untuk memperluas partisipasi dalam bidang ekonomi dan memberikan kontribusi positif pada pembangunan.

Menurutnya, strategi yang digunakan dalam pembangunan sosial mencakup investasi pada pengembangan sumber daya manusia, program-program perluasan lapangan kerja dan kewirausahaan, pembentukan modal sosial, pengembangan aset, penghematan, dan penghapusan berbagai pembatasan terhadap partisipasi di bidang ekonomi.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Taylor-Gooby (2000) memperkuat argumentasi diperlukannya investasi sosial karena dalam konteks globalisasi ekonomi, tidak mungkin lagi tercapai kondisi tersedianya lapangan kerja yang memadai, redistribusi pendapatan yang adil, dan semakin mahalnya biaya pelayanan publik, sehingga peran pemerintah (c.q. pemerintah) dalam mewujudkan kesejahteraan hanya dapat dilakukan melalui pembiayaan-pembiayaan sosial berbentuk investasi pada sumber daya manusia dan perluasan peluang-peluang bagi setiap individu anggota masyarakat.

Menurutnya, investasi sosial harus difokuskan pada upaya penjaminan agar tiap-tiap individu punya kemampuan dan kualitas yang diperlukan untuk bekerja, bertahan hidup, dan menjalankan fungsinya sebagai warga negara di masa kini dan mendatang.

Strategi yang dapat diterapkan adalah dengan mengalokasikan anggaran publik untuk program-program pemberdayaan dan pendidikan bagi anak-anak yang berkaitan dengan life skill education karena anak-anak inilah calon tenaga kerja di masa mendatang, sehingga dengan menyiapkan mereka sejak dini maka di masa mendatang akan lahir tenaga-tenaga kerja yang berkualitas dan memiliki daya saing global.

Investasi sosial terutama diarahkan pada program peningkatan keterampilan, riset, teknologi, pemeliharaan anak-anak dan pemberdayaan komunitas sebagai upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Desa. Menerapkan investasi sosial di Desa Wayatim, Kabupaten Halmahera Selatan, Privinsi Maluku Utara: Mungkinkah?

Desa Wayatim contohnya, merupakan sebuah desa yang memiliki potensi SDA (sumber daya alam) yang sangat tinggi, dilihat dari sektor perikanan dan pertaniannya, mereka memilliki luas laut yang menampung banyak ikan yang berkualitas sehingga dari desa-desa tetangga pun sering kali mencari makan dan numpang hidup di wilayah tersebut.

Dan juga memiliki tanah yang subur sehingga dapat menumbuhkan berbagai macam tumbuhan dari kelapa, cengkeh, pala, dan lain lain. Namun masyarakat yang cenderung abai, minimnya kesadaran sosial, dan kurangnya pengawasan dari pemerintah sehingga potensi-potensi yang dimiliki tidak dimanfaatkan dengan baik, bahkan sering terjadi pengeboman ikan yang berdampak buruk terhadap kesehatan laut, dan juga sering terjadi penebangan liar terhadap pohon-pohon yang berada di sekitr wilayah tersebut yang dibiarkan begitu saja sehingga terjadinya banjir, pencemaran lingkungan dan longsor.

Ini kemudian menjadi evaluasi penting terhadap pemerintah daerah maupun pusat dalam mengawasi dan menjaga hak ulayat laut dan darat yang dimiliki oleh masyarakat desa. Yang harus dilakukan oleh pemrintah ialah perlunya penerapan kebijakan investasi sosial dalam perencanaan pembangunan manusia di Desa Wayatim maupun desa lainnya sehingga setiap yang berada di pelosok negeri dan kurangnya akses informasi punya kesadaran sosial dan mampu menjaga potensi alam yang dimiliki.

Dan pemerintah harusnya menerapkan sebuah program yang berisikan pelatihan-pelatihan penyadaran diri melalui sosialisasi di bidang ekoinomi agar masyarakat pun memilik modal di bidang pemikiran. Masalah yang sering terjadi di desa bukanlah hal yang mudah, mengingat kompleksitas permasalahan yang dihadapi memerlukan skala prioritas dalam penanganannya.Mulai dari masalah pendidikan, ekonomi, dan sosial.

Seringkali permasalahan kemiskinan, kesenjangan, dan konflik sosial di desa dipandang sebagai akibat dari rendahnya tingkat pengawasan dan pertumbuhan ekonomi di masyarakat, sehingga pendekatan yang digunakan untuk mengatasinya cenderung bersifat economic minded.

Padahal, dengan melakukan investasi sosial, beban masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial dapat dikurangi sehingga masyarakat dapat lebih berkonsentrasi dalam kegiatan ekonomi produktif.

Pada masa sekarang, tidak lagi memadai jika masyarakat khususnya di desa terus-menerus dilindungi oleh pemerintah. Mereka juga harus merasakan urgensi tanggung jawab dan risiko dari setiap masalah yang dihadapi karena masyarakat tidak hanya memiliki hak, tapi juga kewajiban dalam berkonstribusi pada bangsa dan negara.