Membaca Realitas
728×90 Ads

MBKM, SDM Siap Kerja, dan Keberlanjutan Kebijakan

Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM)

Mendidik dan mengajar adalah proses untuk memanusiakan manusia. Ki Hajar Dewantara dalam perjuangannya di bidang pendidikan selalu mengutamakan kemerdekaan dalam belajar sehingga manusia dapat memperoleh kemerdekaannya yang hakiki di segala aspek kehidupan. Baik secara fisik, mental, jasmani, dan rohani.Tentunya, pemikiran dari Ki Hajar Dewantara itu adalah marwah yang harus dijaga dan diterapkan dalam pengembangan sistem pendidikan di Indonesia.

Presiden Joko Widodo pada 28 April 2021 memilih Nadiem Anwar Makarim untuk memimpin Kemendikbudristek. Penunjukannya memunculkan harapan bagi peningkatan inovasi dan kualitas SDM. Nadiem sendiri menginginkan berbagai penelitian yang dilakukan dosen dan mahasiswa bisa berkembang. Keinginan itu selaras dengan kemajuan zaman yang menuntut kemampuan masyarakat untuk bisa mengikuti perkembangannya.

Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) kemudian disusun oleh Kemendibudristek bagi lingkup perguruan tinggi. Pelaksanaan MBKM kemudian diejawantahkan menjadi delapan jenis kegiatan Kampus Merdeka dari mulai Magang Bersertifikat hingga Proyek Kemanusiaan, dan Riset atau Penelitian. Kesemuanya memiliki tujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills.

Kebijakan yang baik itu, ternyata tidak selalu berjalan dengan mulus. Terhambat karena pandemi Covid-19. Kondisi sulit itu menuntut MBKM untuk segera beradaptasi dengan lingkungan. Bentuk positif dari kemampuan beradaptasi dapat dilihat di kurun waktu 2020. Program MBKM mampu menurunkan 15.000 mahasiswa sebagai relawan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya Covid-19. Lalu muncul lebih dari 1.000 inovasi dari perguruan tinggi guna membantu menangani masalah pandemi. Peristiwa itu tentu patut mendapat apresiasi.

Siap Kerja

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung demikian pesat. Terutama terkait dengan teknologi informasi. Inovasi-inovasi baru pun muncul di berbagai aspek kehidupan manusia. Revolusi industri 4.0 pun menuntut masyarakat untuk mampu melakukan kegiatan dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Baik di bidang industry maupun dalam dunia pendidikan.

Harus disadari bahwa pendidikan dan industri itu selalu berjalan berdampingan. Kampus Merdeka yang di dalamnya turut mengikut sertakan nilai-nilai ekonomis memiliki nilai positif karena terdapat gagasan konkrit untuk mensinergikan dunia pendidikan dengan dunia industry dan bisnis. MBKM menggembleng mahasiswa untuk mengembangkan kemampuannya di luar institusi kampus. Mereka diberikan keleluasaan untuk bisa memilih jenis kegiatan MBKM dengan mengacu pada minat serta bakatnya. Mahasiswa kemudian disalurkan di institusi lain, masyarakat desa, atau perusahaan yang telah bekerja sama dengan pihak universitas.

Pengalaman yang didapatkan oleh mahasiswa setelah mereka mengikuti MBKM tentu menjadi nilai tambah. Mahasiswa siap untuk bersaing mendapatkan pekerjaan dan bertahan dalam dunia kerja. Mereka juga memiliki bekal untuk berkompetisi di bidang wirausaha. Caballero, Walker dan Fuller (2011) menyatakan bahwa kesiapan kerja adalah suatu sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seorang setelah lulus dari institusi pendidikan tinggi. Dengan demikian, MBKM secara teknis bisa dikatakan sebagai upaya membentuk mahasiswa untuk siap kerja di bidang organisasi profit maupun non profit.

Melalui jalur pendidikan, MBKM disusun oleh Kemendikbudristek sebagai langkah solutif untuk mengatasi masalah pengangguran. Terlebih pada 2022, muncul program baru pada MBKM yaitu Wirausaha Merdeka. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan jiwa wirausaha dan inovasi bisnis di dalam dirinya. Mereka belajar untuk menjadi calon wirausahawan. Mentalitas entrepreneurship pun terbangun sehingga mereka menjadi berani untuk meniti usahanya di bidang UMKM.

Keberlanjutan Kebijakan

“Setiap ganti Menteri, pasti ganti kurikulum”, paradigm kurang baik tersebut selalu muncul begitu masyarakat mendengar pemerintah mengumumkan untuk menerapkan kurikulum  baru. Ungkapan itu tentu tidak sepenuhnya bisa disalahkan, karena kurikulum pendidikan terus mengalami perubahan. Mulai dari KBK, KTSP, Kurikulum 2013 hingga Kurikulum Merdeka sekarang. Arah kebijakan dalam penerapannya juga turut berubah sejalan dengan pergantian kepemimpinan di lingkup kementerian.

Hendaknya MBKM bisa tetap dipertahankan, melihat secara teoretis kebijakan ini memiliki banyak kelebihan. Pertama, MBKM bisa menjadikan dunia perkuliahan menjadi lebih fleksibel karena mahasiswa leluasa belajar untuk mengetahui perannya denga nbaik. Kedua, mahasiswa bisa memperoleh kecakapan lintas disiplin keilmuan sehingga paradigm mereka akan menjadi lebih luas dan maju dalam berpikir. Ketiga, MBKM merupakan wadah mahasiswa untuk terjun langsung ke masyarakat dan memberikan pelayanan serta pengabdiannya. Keempat, mampu menumbuhkan kesiapan untuk terjun di dunia kerja.

Adapun beberapa kekurangannya antara lain belum matangnya persiapan ketika program ini diberlakukan, masih perlu penelitian lebih lanjut, SDM pelaksana belum terstruktur dengan baik sehingga aksesibilitas program ini belum bisa terjangkau dengan merata. Kekurangan yang ada tentunya tidak serta merta menjadi alasan untuk mengubah secara total kebijakan MBKM dan menggantinya dengan kebijakan baru. Secara konkrit kebijakan MBKM telah memberikan peluang kepada semua pihak untuk bisa melaksanakan kemandirian dalam belajar.

Lantas, langkah apa yang bisa dilakukan untuk mempertahankan kebijakan dan membuka kemungkinan untuk terus mengembangkannya? Maka, jawabannya adalah universitas-universitas yang terdampak positif harus terus mengkampanyekan keberlangsungan, keberlanjutan, dan memberikan sumbangsih pemikiran untuk mengembangkan serta menyempurnakannya. Hal itu pasti bisa menjadi motivasi bagi menteri di periode selanjutnya untuk mempertahankannya.***

 

 

728×90 Ads