Membaca Realitas
728×90 Ads

Suka Ngopi dan Baca Buku, Rulvianto Bangun Kedai Kopi Sendiri di Ternate

Rulvianto: Bangun Usaha Harus Ralistis

 

TERNATE (kalesang) – Bisnis kedai kopi di Kota Ternate, Maluku Utara, mulai menjamur di mana-mana. Saat ini kedai kopi bisa dijumpai mulai dari yang sederhana hingga mewah.

Minuman kekinian dengan rasa yang manjakan lidah dan visual ini, enak dipandang mata, sehingga kopi tetap menjadi primadona bagi setiap penikmatnya. Tak heran, jika banyak yang memulai bisnis ini.

Meskipun demikian, di awal-awal bangun usaha seperti ini, seseorang perlu berkorban banyak hal. Mulai dari jual barang-barang seperti motor dan barang penting lainnya agar dapat mencukupi modal.

Hal ini yang dilakukan oleh Rulvianto Dedi Adi Putra, pemilik kedai kopi ½ coffee. Yang alamatnya di kompleks Kecubung, Kelurahan Tanah Tinggi, Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara. Dengan konsep ruang klasik.

Pria yang akrab disapa Om Pio ini mengaku, mulai membangun bangunan kedai miliknya sejak tahun 2020 di awal-awal Covid-19.

Pakai nama ½ coffee, punya filosofi yang sangat kuat. Di balik nama tersebut, Pio mengutip salah satu hadits yang menyebutkan separuh hartamu adalah milik orang lain.

“Saya mulai pikirkan hadist itu, kemudian temukan kata yang pas, yaitu ½. Ini juga sebagai pengingat apa yang milik saya saat ini, separuhnya adalah milik orang lain. Karena Islam mengajarkan itu, dan apapun yang saya lakukan saya akan libatkan agama.” Ungkapnya, Jum’at (26/5/2023).

Sebelum usaha kopi, alumni di salah satu universitas Jogjakarta, jurusan S1 akuntansi itu menyampaikan, pernah buka usaha studio foto bersama teman-temannya. Namun, sebagai seorang yang introvert membuatnya tidak bertahan lama dalam dunia fotografer.

“Jadi, saya memilih untuk berhenti dari dunia fotografer. Karena, tidak sesuai juga dengan passion saya yang lebih suka di belakang layar.” Ucap lelaki 32 tahun itu.

Ia kemudian memutuskan untuk tekuni bisnis kopi, menurutnya, lebih sederhana dan humble. Karena dari hal tersebut, ia bisa membangun relasi dengan siapa saja yang datang di kedai miliknya.

“Memang putuskan usaha ini sesuai juga dengan passion saya yang suka baca buku, ngopi. Bahkan orang introvert seperti saya bisa bangun relasi dengan pelanggan yang datang.” Ujarnya.

Meski suka ngopi, suami dari Nabila Bombai ini mengaku, belum tahu banyak tentang dunia kopi, begitupun dengan cara meraciknya. Sembari menunggu bangunan kedai dibuat, ia putuskan untuk belajar dengan beberapa temannya yang terlebih dulu punya usaha kopi.

Tak hanya belajar dengan teman cara racik kopi yang layak untuk dijual dan bisa dinikmati, ia melakukan perjalanan untuk bertemu dengan petani kopi langsung. Ini dilakukan agar kepekaannya tentang kopi lebih matang.

Tempat pertama ia kunjungi, yaitu Buli, salah satu Desa di Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.

“Di Buli saya banyak belajar dengan petani kopi di sana. Tentang proses awal menanam hingga bisa panen. Minimal saya harus tahu bagaimana proses awal sampai saya bisa mencicipi kopi.” Katanya.

Tak henti di situ, lelaki satu anak ini kembali lakukan perjalanan ke Kotamobagu, Manado, Sulawesi Utara. Hal ini dilakukan agar ia sendiri punya pemahaman terkait dengan dunia kopi, begitupun dengan para petani menghargai biji kopi, meskipun hanya sebutir yang jatuh di tanah.

“Saya juga belajar dengan petani di Kotamobagu tentang kopi. Bahkan dapat pesan dari salah satu petani. Mereka bilang jika cari kekayaan di industri kopi?, itu akan sulit, kamu akan berkelahi dengan jiwamu. Kalaupun kamu diberi rezeki, itu hanya bonus dari kopi. Pesan ini membuat tekad saya makin kuat untuk jalani usaha ini.” Bebernya.

Memang, kata Pio, bangun usaha semua orang membutuhkan keuntungan. Namun, jika keuntungan yang yang menjadi hal utama, wajar saja jika usaha tidak bertahan lama.

Ia menambahkan, ketika seseorang punya niat terhadap apa yang dibuat, maka harus persiapkan diri ketika ada lumpur di depan agar bisa dilewati. Karena, konsekuensi besar akan dihadapi, maka berdamai dengan pilihan itu sangat baik.

Bagi lelaki anak keempat dari enam bersaudara ini, rezeki itu tidak hanya soal uang, bertemu dengan orang ataupun customer yang datang di kedai miliknya adalah rezeki.

“Untuk bangun usaha harus realistis, kita harus hidup dengan prinsip. Jika sudah berprinsip konsekuensi pun harus diterima. Karena, dari awal saya sudah kencangkan sabuk pengaman di depan sana banyak masalah, harus hadapi itu.” Tandasnya

 

Reporter: Halima Duwila 

Redaktur: Junaidi Drakel 

728×90 Ads