Perdagangan Paruh Bengkok Lewat “Pintu Gelap” Filipina (2)
Modus Dugaan Barter Ikan Cakalang dengan Burung Paruh Bengkok
MOROTAI (kalesang) – Melalui Usman Madjo, Kepala Desa Wewemo Morotai Timur, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, kami berhasil menemui salah satu perantara perdagangan yang biasa difasilitasi oleh sejumlah oknum tentara dan warga lain yang hendak membeli burung Sabtu, 12 Agustus 2023.
Hadi (nama samaran) merupakan seorang pria lanjut usia bertubuh besar dengan kulit sawo matang. Meskipun usianya sudah lanjut, fisiknya masih terlihat kekar saat berjalan menyusuri hutan.
Untuk bertemu Hadi, kami harus menyusuri hutan sejauh 9 kilometer dengan menaiki truk tronton. Kami masuk ke hutan untuk memantau lokasi yang dikelola pemerintah desa sebagai tempat pemantauan burung paruh bengkok, dulunya merupakan lokasi berburu.
Pertemuan kami dengan Hadi, sambil membahas tentang perdagangan dengan tujuan ke Filipina. Sejak awal perbincangan kami, Hadi tidak pernah membuka sindikat perdagangan paruh bengkok dengan tujuan ke Filipina.
Hadi bersikeras bahwa dirinya tidak mengetahui aksi perdagangan antar Negara tersebut. Namun kami tidak menyerah, terus mengajak Hadi agar dapat membuka sindikat perdagangan lintas Negara tersebut.
“Saya hanya bantu orang belikan saja, tapi jual keluar Negeri saya tara (tidak) tau.” Ungkapnya kepada kami.
Dalam percakapan kami, sambil memasuki hutan, akhirnya kami menemukan tempat peristirahatan, obrolan kami terus berlangsung.
Berselang lama, Hadi mulai terbuka atas pesanan yang diterimanya dari beberapa oknum tertentu. Hadi mengaku, pernah membantu beberapa oknum Tentara, ketika hendak membeli burung untuk dijual kembali maupun dipelihara.
Hadi merupakan, orang yang biasa diutuskan untuk membeli sejumlah burung paruh bengkok yang hendak dijual termasuk, pernah melakukan barter burung kakatua dan nuri dengan tujuan ke Filipina.

Namun, sejak dua tahun terakhir dirinya, telah menarik diri untuk tidak melakukan praktik tersebut.
“Saya hanya diminta sejumlah oknum untuk bantu membeli burung, jadi saya diberi uang untuk membeli sejumlah burung, baik kakatua maupun nuri, saya bantu untuk mencari atas permintaan sejumlah oknum.” Beber Hadi.
Tak hanya itu, ia juga mengaku pernah mengantarkan burung ke kapal nelayan Filipina untuk dijual dengan cara barter dengan ikan cakalang.
“Jadi biasanya ada kapal nelayan filipina yang berlayar di perairan Morotai timur, kemudian burung-burung tersebut di antara dengan pangboot, untuk ditukar dengan ikan cakalang.” Ucapnya.
Hadi juga membenarkan, bahwa barter ikan dengan burung dengan kisaran harga Rp2 juta per ekor untuk cakalang ukuran besar hingga Rp3 juta.
Hadi mengaku, praktik barter ikan dengan burung tersebut masih berlaku, dan salah satu yang masih aktif melakukan perdagangan burung dengan cara barter dengan ikan merupakan keluarga dari salah satu orang berpengaruh di Morotai adik dari mantan Wakil Bupati Morotai Asrun Padoma, adiknya yang diduga terlibat adalah Rugaya Padoma.
“Kalau keluarga dari salah satu orang berpengaruh di Morotai itu, sering melakukan perdagangan dengan cara di barter, jadi kalau ada kapal nelayan Filipina yang masuk di perairan Morotai pasti itu mereka lakukan barter ikan dengan burung.” Jelasnya.
Ketika kami, mencoba menelusuri, nama Rugaya Padoma terduga pelaku bisnis ikan tuna tersebut, kami mendapatkan bahwa benar Rugaya Padoma tersebut merupakan pengusaha ikan tuna di Morotai.
Penelusuran awal melalui nomor 08233226**** kami terima, kami kemudian mencoba menghubungi melalui pesan Whatsapp dan kepemilikan nomor tersebut merupakan kepemilikan atas nama Hairia Padoma.
Kami kemudian memastikan bahwa Hairia Padoma merupakan saudara dari Rugaya Padoma. Melalui percakapan Whatsapp, kami diminta menghubungi Rugaya Padoma jika terkait dengan bisnis ikan tuna.
Melalui nomor kontak yang kami terima 08218940**** setelah dihubungi nomor tersebut merupakan nomor kontak anak dari Rugaya Padoma.
Kami kemudian menyampaikan tujuan kami untuk me konfirmasi pengusaha ikan tuna di Morotai atas nama Rugaya Padoma. Melalui pesan Whatsapp.
“ada perlu apa yah sama ibu saya?” Ungkap sang anak melalui pesan Whatsapp.
Pesan tersebut kemudian kami balas, bahwa kami melakukan konfirmasi, atas informasi yang kami temui dilapangan bahwa Rugaya Padoma merupakan pebisnis ikan tuna di Morotai.
“Oh begitu,”
“Sebenar pulang kantor baru saya chat.”
Hingga pada Sabtu 24 Maret 2024 sore hari pukul 16.30 WIT, kami kembali menghubungi melalui pesan Whatsapp namun pesan kami tidak digubris.Upaya Telepon pun dilakukan namun tidak diangkat.
Keesokan paginya kami kembali melakukan konfirmasi melalui pesan Whatsapp pada pukul 07.58 WIT pada Minggu 24 Maret 2024.
Dengan isi pesan “saya izin konfirmasi lagi terkait ikan tuna yang didapatkan dari nelayan Filipina apakah benar dengan cara barter dengan burung paruh bengkok ?” Konfirmasi terakhir kami hingga saat ini tidak mendapatkan tanggapan sama sekali.
Hadi lalu, menceritakan titik yang menjadi perdagangan barter. “jadi kebanyakan yang pesan lewat saya itu dari satgas dan AURI. Baru saya cari orang batangka (menangkap) ulang baru beli”
Kebanyakan dong (mereka pembeli) minta dengan alasan untuk dipelihara. Untuk nuri 1 ekor Rp130.000 kalau Kakatua 1 ekor Rp150.000 sekarang saya tara tau lagi (tidak tau) dia pe harga berapa per ekor.
Untuk perdagangan keluar seperti Filipina saya kurang tau, tapi bisa jadi ada karena ada kapal Filipina yang berlabuh di daerah Qudama Morotai Utara.
Jadi kalau cuaca lagi bagus tong bisa Lia kapal-kapal Filipina yang berlayar dan hampir setiap saat ada yang beraktivitas disana.
“Jika cuaca lagi baik bagini, biasa kapal Filipina bisa dilihat di Dami Morotai Selatan Barat, terus di perairan Boho-boho dekat Lafau di Morotai Timur.” Ucap Hadi.
Apalagi kalau perairan Bere-bere itu lebih dekat dengan Filipina, hal ini membuat transaksi barter sering terjadi di Perairan Bere-Bere di Morotai Utara.
Melalui informasi dari Hadi, kami mencoba menelusuri melalui pesan Whatsapp melalui salah satu warga Alfin nama samaran di Desa Bere-Bere Morotai Utara, dalam percakapan via Whatsapp ia mengaku setahun lalu barter ke kapal Filipina sering dilakukan di perairan Tanjung Saleh.
Namun untuk saat ini, sudah tak terlihat lagi, namun bagi warga ini hal biasa.
“Kalau dulu pernah di tanjung saleh sini orang sering tukar deng ayam, bawa rokok deng sejenis makanan kobong tukar deng ikan, tapi tahun lalu, entah sekarang,” katanya.
Ketika ditanya lagi, terkait modus perdagangan dengan burung, ia mengaku kurang tau.
“Yang pasti tukar dengan Ayam” Namun ditanya lebih lanjut Alfin tak menggubris.
Melalui informasi yang kami, kantongi sejak awal bahwa, transaksi perdagangan juga dilakukan di salah satu pulau yaitu pulau Dodola. Pulau tersebut merupakan lokasi wisata cukup terkenal di Maluku Utara.
Kami lalu mengunjungi pulau Dodola, pada 18 Agustus 2023, setibanya kami di pulau tersebut, kami mulai mencari penjaga pulau tersebut.
Sebut saja namanya Iqbal, nama samaran, ia mengaku bahwa Dodola ini merupakan tempat wisata, sehingga ada beberapa kapal pesiar yang mampir hanya sekedar untuk turun dan mandi.
Namun untuk barter burung, sendiri saya belum mendengar apa lagi melihat.
Namun benar bahwa, di Morotai itu banyak yang tangka burung untuk dijual belikan. “Ya kalau tangkap burung banyak orang tangka jual.” Katanya
Kalau soal orang batangka dong jual ke kapal Filipina itu mungkin di bagian Morotai Utara saja, karena Morotai Utara itu yang paling dekat dengan Filipina.
“Kalau kapal Filipina masuk di Morotai itu, sering, karena aksesnya lebih dekat tapi dong baku tukar burung dengan ikan saya tara tau (tidak tau).” Jenisnya.
Jalur bisnis gelap

Perdagangan ke Filipina tak hanya melalui jalur Morotai saja, namun ada juga beberapa jalur lain seperti Halmahera Utara, Halmahera Timur, Sulawesi Utara kemudian menuju Filipina.
Hal ini berdasarkan penelusuran tim kolaborasi, pada 22 September 2023, melalui Felip warga Halmahera Utara, yang merupakan pelaku dari bisnis gelap perdagangan burung paruh bengkok dari Halmahera Utara tujuan Filipina.
Bisnis gelap yang dijalankan Felip ternyata tidak sendiri, Felip bersama antek-anteknya dalam melakukan transaksi gelap tersebut, dengan Negara tujuan Filipina dan 2 kota jadi transaksi diantaranya, General Santos dan Davao City.
Felip termasuk pemain besar dan berpengalaman dan relasinya dengan pemburu cukup luas, ada di berbagai daerah. Dari Gane Timur dan Pulau Bacan di Halmahera Selatan; Patani dan Weda di Halmahera Tengah; hingga ke desa-desa terpencil di Halmahera Timur, Tidore Kepulauan, sampai di Pulau Morotai, tak terkecuali di tempatnya sendiri.
General Santos atau Gensan, terkenal sebagai kota bisnis ikan tuna–kota ini sempat diuntungkan akibat praktik illegal fishing dari Indonesia. Sementara, Davao City menjadi salah satu kota terpadat aktivitas ekonomi di Filipina.
Dua kota di negara itu memang cukup dekat dengan wilayah Sulawesi dan ujung utara Kepulauan Halmahera. Dari citra satelit hanya berjarak lebih dari 500 kilometer dari Halmahera Utara artinya tidak begitu jauh jika dijangkau dengan kapal laut atau semacamnnya.
Dalam bisnis yang dijalani Felip, ada beberapa nama yang muncul salah satunya adalah Randy. Melalui nama tersebut, tim kolaborasi berupaya menelusuri nama Randi dan Bubuy lewat berbagai platform, dari media sosial, fitur tracking, hingga laporan lembaga dan media dengan beberapa kata kunci. Randi misalnya kami lacak dengan beberapa variasi kata: “Randi” hingga “Randy” menyertakan kota tempat tinggalnya dan pemain dalam bisnis satwa.
Ada nama Randy Mandumi di sebuah berita mindanews.com–cabang layanan berita dari Institut Jurnalisme Mindanao, Filipina dan laporan Profauna Indonesia pada 2007 silam.
Randy tercatat pernah ditangkap bersama Mike Artocilla, pedagang burung di Filipina, pada 2007. Dia menjadi penerjemah Mike saat mengangkut ratusan burung yang teridentifikasi bersumber dari Halmahera. Keduanya kemudian dibebaskan. Mike dilepas begitu saja dan Randy diekstradisi ke Indonesia.
Sementara perdagangan dengan jalur lain dari Maluku Utara, harus melalui jalur laut menuju Bitung – Sangihe kemudian melalui jalur tikus atau jalur tradisional dengan tujuan ke Filipina.
Pengawasan BKSDA lemah

Kepala Seksi BKSDA Maluku Utara Abas Hurasan, juga membenarkan bahwa perdagangan luar negeri juga ada, hal ini berdasarkan informasi tim di lapangan, perdagangan luar Negeri dengan tujuan Filipina.
“Jadi kalau ke Filipina itu melalui jalur laut Ternate-Bitung dan dilanjutkan ke Davao lalu menuju Filipina, namun ada juga dari Morotai langsung ke Filipina karena aksesnya lebih dekat.” Bebernya.
Ada pun perdagangan ke Filipina dibawa dengan pangboot, karena orang tidak akan curiga, orang pikir lagi mancing ternyata lagi bawa satwa liar.
“Jadi bisanya itu burung diangkut dengan pangboot dengan modus ditaruh kolbox ditas ternyata dibawa burung semua, jalurnya pun pasti ikut jalur tikus tidak lewat pelabuhan utama untuk dibawa ke Filipina.” Ungkapnya.
Ia mengaku, pengawasan untuk jalur keluar negeri ini, belum pernah digagalkan karena tim BKSDA di Maluku Utara ini sangat d sedikit sehingga bisa melibatkan lintas kerjasama seperti kepolisian, Polair, Karantina dan juga LSM yang konsen pada satwa liar.
“Kami di Maluku Utara, yang pegawai PNS hanya 10 orang, sementara Maluku Utara ini pulau-pulau jadi memang aksesnya sangat terbatas.” Katanya.
Ia mengaku bahwa, perdagangan dalam negeri seperti Surabaya, Manado dan Jakarta, sementara keluar Negeri baru ke Filipina.
Perdagangan ke Filipina ini terjadi karena saat ini juga sudah ada kerjasama antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Filipina, dalam arti bahwa satwa liar milik indonesia yang ada di Filipina bakal dikembalikan.
“Sementara ini berdasarkan informasi dari tim BKSDA di Davao bahwa, ada sejumlah burung endemik Maluku Utara di Filipina bakal dikembalikan ke Indonesia dan bakal diterima melalui Pusat Perlindungan Satwa (PPS) tasikoki di Sulawesi Utara.” Akuinya.
Hal yang sama diakui oleh Benny Aladin, Maluku Island Coordinator Burung Indonesia, mengaku perdagangan burung paruh bengkok di tahun 2023 masih memiliki cara yang sama, dengan cara dibawa dengan perahu nelayan melalui jalur Sangihe, Talaud dan Morotai.
Perdagangan melalui kapal nelayan ini masih tetap berlangsung karena kapal dengan ukuran kecil, rata-rata tidak dilengkapi dengan alat seperti GPS atau alat pelacak lain sehingga sulit terlacak.
“Kapal-kapal pangboot yang benar-benar tidak ada pelacak atau satelit, dan pengawasannya sungguh mustahil untuk dapat mengejar yang begitu.”Bebernya.
Berdasarkan data dari Burung Indonesia sendiri untuk jenis paruh bengkok terus mengalami penurunan populasi, dari data Burung Indonesia saat ini tersisah 20.000 burung dari populasi 100.000 dalam waktu 30 tahun, hal ini sangat bahaya sekali.
“Apalagi ada degradasi kawasan hutan, itu sangat berpengaruh, selain dari perdagangan.”Jelasnya.
Dikatakan karena burung paruh bengkok seperti Kakatua sulit membuat sarangnya sendiri, burung Kakatua hanya bisa mengandalkan pohon besar yang telah lapuk untuk membuat sarangnya.
Jadi ini juga menjadi salah satu ancaman kepunahan untuk burung paruh bengkok khususnya Kakatua.
“Karena pohon dengan jelas kerusakan secara alami, itu mulai sulit ditemukan sehingga ini juga dapat mengancam populasi khususnya burung Kakatua, selain perdagangan secara masih.”pintanya.
Secara Global penelitian Burung Indonesia di tahun 2019, kita menemukan 80 persen populasi hilang. Dan di 2023 populasi tersisa 20.000 hingga 30.000 ekor untuk jenis paruh bengkok.
“Ancaman populasi hilang ini dikarenakan diburu untuk dijual dan dipelihara.” Tandasnya.(*)
Peliput: Yunita Kaunar
____
Liputan ini merupakan Investigasi kolaborasi Kalesang.id, Mongabay Indonesia, Jaring.id, Zonautara.com, yang didanai lewat program Fellowship Bela Satwa Project 2023 oleh Garda Animalia.