TERNATE (kalesang) – Kasus dugaan tindak kekerasan dan intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalis di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara, yang dilakukan oleh oknum polisi mendapat sorotan publik.
Pasalnya, intimidasi yang dilakukan 5 oknum Polair pada saat dua orang jurnalis yakni Aksal Muin dan Saha Boamona saat melakukan peliputan kasus dugaan suap dan gratifikasi mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK) di Pengadilan Negeri Ternate, pada Kamis (25/7/2024).
Dimana, saat itu istri Wadir Polairud, Eliya Gabrina Bachmid juga dihadirkan sebagai saksi yang diduga kuat dikawal oleh 5 oknum anggota Polairud yakni Bripka J alias Juned dan Bripda G alias Girsa yang merupakan ajudan Wadir Polairud dan 3 nama lainnya masih dalam penelurusan media ini.
“Kita selaku praktisi, sangat sayangkan keterlibatan 5 oknum yang ikut menghalangi kerja jurnalis pada saat sidang, apalagi para oknum ini menggunakan pakaian preman dan tidak ada surat perintah Kapolda.” Ungkap praktisi hukum, Muhammad Tabrani, Sabtu (27/7/2024).
Tabrani menyatakan, menjadi seorang polisi harusnya lebih paham dan tahu betul asas demokrasi Indonesia, salah satunya jurnalis yang menjadi pilar demokrasi dalam mencari informasi dan mempublikasikan informasi ke ruang publik.
“Oknum seperti ini, sangat mencederai demokrasi dan citra kepolisian. Kita tahu betul bahwa kerja jurnalis dilindungi oleh undang-undang. Itu artinya, yang dikerjakan sudah menjadi tanggung jawab jurnalis, begitu juga polisi. Bukan berpakaian preman tanpa surat tugas kemudian hadir mengawal saksi Eliya Gabrina Bachmid saat bersaksi di pengadilan Ternate.” Tegasnya.
Tabrani menambahkan, korban ini mengambil gambar atau melakukan konfirmasi ke saksi Eliya itu wajar saja, dan hak Eliya untuk tidak memberikan keterangan dan berhak memberikan keterangan. Hal itu yang harus dipahami, apalagi beliau bersaksi jadi wajar kalau diambil gambar oleh jurnalis.
“Jadi sangat tidak etis apa yang dilakukan oleh saksi Eliya Gabrina Bachmid dan 5 oknum anggota Polairud terhadap jurnalis. Jadi ini harus menjadi atensi pimpinan Polda Malut dalam mengevaluasi dan memberikan sanksi tegas kepada oknum yang terlibat.” Pintanya.
Sementara, Iskandar Yoesangadji, praktisi hukum lainnya menegaskan, dalam peristiwa tersebut tidak dapat dibenarkan atas keterlibatan oknum polisi yang ikut mengawal saksi Eliya dalam sidang dugaan suap dan gratifikasi mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba.
“Kita tahu bersama tugas jurnalis yang diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 pada pasal 4 ayat 1 menerangkan pers memiliki kebebasan sebagai satu hak asasi manusia. Maka jurnalis punya hak memperoleh informasi dan menyebarkan informasi.” Jelasnya
Iskandar mengungkapkan, selama sidang terdakwa AGK dan terdakwa lainnya, tidak ada peristiwa yang terjadi seperti ini. Namun ini baru terjadi ketika saksi Eliya Gabrina Bachmid bersaksi dan dikawal para oknum polisi berpakaian preman tersebut.
Dikatakan, peristiwa yang terjadi itu sangat memprihatinkan sehingga patut dipertanyakan kehadiran oknum polisi itu kapasitasnya sebagai apa. Apalagi menggunakan pakaian preman.
“Ini patut dipertanyakan. Kami minta Polda Maluku Utara segera memanggil yang bersangkutan untuk dimintai pertanggung jawaban. Mengapa mereka melakukan tindakan tidak terpuji seperti itu.” Tandasnya.
Reporter: Juanda Umaternate
Redaktur: Yunita Kaunar