TERNATE (kalesang) – Memasuki kontestasi politik berbagai informasi salah atau hoaks mudah menyebar dengan berberagam topik. Mulai dari yang memuat klaim dukungan kandidat, isu korupsi dan penolakan terhadap kandidat, hingga isu kecurangan serta, hoaks politik yang mengandung SARA.
Termasuk pasca-pemungutan suara pada Pilkada Serentak 2024, pelbagai modus dilancarkan guna memantik kericuhan, memicu konflik sosial hingga berpotensi memobilisasi massa. Salah satunya menggunakan video atau foto lama yang disebarkan di luar konteks dan dibubuhi narasi tertentu.
Pada awal Desember 2024 misalnya, sebuah video beredar di media sosial Facebook, memperlihatkan sekelompok orang berlarian di depan Taman Nukila, Ternate, dengan narasi: “Hati-hati semuanya yang lagi beraktivitas di jalan.” .
Video tersebut dikaitkan dengan aksi massa yang menamakan dirinya Aliansi Masyarakat Maluku Utara di depan Kantor KPU Maluku Utara, Kota Ternate, pada Desember 2024, dengan dugaan protes terhadap hasil Pemilu 2024.
Namun, informasi ini keliru dan menyesatkan. Video lama yang disebarkan ulang di Facebook itu sama sekali tidak berhubungan dengan aksi di depan Kantor KPU Maluku Utara pada Desember 2024.
Fakta :
Melalui pengecekan fakta, video yang dibagikan terbukti video lama dari aksi demonstrasi mahasiswa pada 8 Oktober 2020, terkait penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law).
Berikut adalah fakta-fakta yang mendukung:
- Penelusuran digital (reverse image search) menunjukkan bahwa video ini sebelumnya diunggah di berbagai platform seperti YouTube, Facebook, dan media lokal, termasuk Malut Post TV, pada Oktober 2020.
- Berdasarkan laporan Halmaherapost.com, aksi tersebut berlangsung di depan Kantor DPRD dan Kantor Walikota Ternate, berakhir ricuh, dan mengakibatkan penahanan 18 mahasiswa oleh kepolisian.
Bagaimana taktik penyebar hoaks?
- Video atau foto lama
Video lama dengan narasi baru di luar konteks, sering digunakan untuk memanipulasi emosi publik, menciptakan kecemasan, atau menyebarkan disinformasi. - Mengandung kalimat bombastis dan hiperbolis
Penyebaran informasi palsu dengan bahasa sensasional yang berpotensi mengganggu ketertiban sosial, terutama pada masa sensitif seperti Pemilu. - Mengandung kalimat ajakan untuk memviralkan, baik secara terang-terangan ataupun terselubung.
- Mengaburkan sumber konten
Kecenderungannya tidak menyertakan sumber foto atau video, sehingga mempersulit penerima informasi untuk melacak keaslian dan asal-usul konten–termasuk soal waktu serta konteks.
Kesimpulan:
Video yang dikaitkan dengan aksi Desember 2024 sebenarnya adalah rekaman lama dari demonstrasi pada 8 Oktober 2020.
Konten lama itu lantas diunggah kembali di media sosial dengan dibubuhi narasi yang tidak benar, menyimpang dari konteks dan, menyesatkan.
Mari lebih cermat dalam menerima dan menyebarkan informasi!
Apa yang Bisa Dilakukan Agar Tak Terjebak Hoaks?
- Periksa fakta: Gunakan alat pencarian foto atau video seperti reverse image search untuk memastikan keaslian konten. Penelusuran ini dapat membantu Anda melacak waktu dan konteks peristiwa.
- Hati-hati dengan narasi atau kalimat yang sensasional dan bombastis.
- Cek sumber: Hati-hati dalam berbagi. Pastikan informasi yang Anda terima berasal dari sumber resmi dan kredibel. Sumber tidak tepercaya biasanya memiliki kesalahan ejaan dan karakter yang tidak biasa. Sedangkan media kredibel memiliki standar khusus dalam penerbitan berita.
Anda juga bisa memeriksa keabsahan penulis atau pembuat konten. Cermati apakah dia memang memiliki keahlian untuk berbicara topik tersebut atau sekadar beropini tanpa sumber pendukung. - Cermati, apakah artikel serupa juga diunggah oleh media terverifikasi lainnya.
- Sebarkan klarifikasi: Jika menemukan hoaks, bantu untuk membongkar informasi palsu tersebut dengan berbagai temuan fakta.
Penulis : Yunita Kaunar