Waspada dan Kenali Ciri-ciri Hoaks Isu SARA di Pilkada Maluku Utara
Dampak Hoaks Pasca-Pilkada
TERNATE (Kalesang) – Pilkada di Maluku Utara telah usai, namun dampaknya masih terasa, terutama potensi penyebaran hoaks yang dapat memicu ketegangan di masyarakat. Untuk menghindari jebakan informasi palsu, penting bagi kita untuk mengenali ciri-ciri hoaks yang sering muncul setelah pemilu.
Berdasarkan data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 yang dirilis oleh Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Ketua Bawaslu Maluku Utara, Masita Nawawi Gani, menyampaikan bahwa hasil pemetaan kerawanan di 10 kabupaten/kota di wilayah tersebut menunjukkan adanya enam tren isu yang berpotensi memicu pelanggaran pemilu.
Tren isu tersebut mencakup netralitas ASN, penyalahgunaan kekuasaan, politik uang, pelanggaran administrasi dan prosedur, politik SARA, serta integritas dan profesionalisme penyelenggara pemilu.
Isu SARA dan Ujaran Kebencian
Salah satu bentuk hoaks yang sering muncul adalah informasi palsu disertai ujaran kebencian berbasis isu SARA. Contohnya, sebuah unggahan di media sosial TikTok menyebarkan narasi provokatif: “Wahai para Muslim. Surah Al-Imran ayat 28. Kalau kalian tidak mau patuh pada Allah, silakan murtad saja.” Narasi semacam ini dirancang untuk memprovokasi emosi dan memecah belah masyarakat.

Contoh lainnya menunjukkan bagaimana informasi palsu dapat menyebar dengan cepat dan menyebabkan kepanikan, terutama selama Pilkada berlangsung. Di tahun 2024, hoaks terkait Pilkada Maluku Utara menjadi bukti nyata bahaya penyebaran informasi yang tidak benar.
Melalui salah satu penyebaran foto tangkap layar dengan narasi “Terimakasih Maya Lili Shery itu kan janda atau suci. Jadi ibu ibu semalam di amara bilang ibu Sherly seperti hadija Istri Nabi. Khadijah Maluku Utara,” Narasi provokatif bernuansa SARA tersebut memicu konflik antar agama.
Teknik Penyebaran Hoaks
Pembuat hoaks sering menggunakan berbagai teknik untuk menyebarkan informasi palsu dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Berikut adalah beberapa teknik yang umum digunakan:
1. Manipulasi Visual
Hoaks seringkali disertai dengan foto atau video yang telah diedit untuk mendukung narasi palsu. Contohnya, gambar kotak suara yang seolah-olah menunjukkan bukti kecurangan, padahal sebenarnya diambil di konteks yang berbeda.
2. Penggunaan Narasi Provokatif
Bahasa emosional atau provokatif sering digunakan untuk memancing kemarahan, seperti menyeret isu agama, ras, atau etnis tertentu. Tujuannya adalah memecah belah masyarakat dan memperkeruh suasana.
3. Penyebaran Melalui Media Sosial
Media sosial menjadi alat utama dalam penyebaran hoaks karena memungkinkan informasi menyebar cepat tanpa verifikasi. Grup percakapan dan platform media sosial sering menjadi sarang berita palsu.
4. Penggunaan Akun Anonim
Banyak hoaks disebarkan melalui akun-akun anonim atau palsu, sehingga sulit dilacak asal-usulnya. Akun-akun ini sengaja dibuat untuk menyebarkan kebohongan tanpa tanggung jawab.
5. Mencatut Nama Tokoh atau Lembaga
Beberapa hoaks menggunakan nama tokoh terkenal atau lembaga resmi untuk memberikan kesan kredibilitas. Misalnya, klaim bahwa suatu lembaga telah mengkonfirmasi dugaan kecurangan, padahal informasi tersebut tidak benar.
Cara Mencegah dan Mengatasi Hoaks
Untuk melindungi diri dan masyarakat dari dampak buruk hoaks, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan:
1. Verifikasi Informasi
Jangan langsung percaya pada informasi yang beredar. Pastikan untuk memeriksa sumbernya dan mencari konfirmasi dari media atau pihak berwenang yang terpercaya.
2. Peningkatan Literasi Digital
Edukasi masyarakat tentang cara mengenali hoaks sangat penting. Ini meliputi memahami teknik manipulasi media, mengenali pola penyebaran hoaks, dan berpikir kritis sebelum menyebarkan informasi.
3. Laporkan Konten Palsu
Jika menemukan hoaks, segera laporkan ke pihak berwenang atau platform media sosial yang digunakan untuk menyebarkannya agar dapat segera ditangani.
4. Bersikap Bijak di Media Sosial
Hindari menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. Jadilah pengguna media sosial yang bertanggung jawab dengan membagikan konten positif dan bermanfaat.
Pilkada adalah momentum penting bagi demokrasi, namun juga rawan disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Dengan meningkatkan kewaspadaan dan literasi, kita dapat mencegah dampak buruk hoaks serta menjaga keharmonisan di masyarakat.
Penulis : Yunita Kaunar