Kalesang – Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di wilayah Maluku Utara hingga Mei 2025 terus menunjukkan tren positif, terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan data yang dirilis, pendapatan negara mencapai Rp1.730,71 miliar atau 45,59 persen dari pagu, mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 53,25 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Penerimaan terbesar disumbang oleh PPh Non-Migas sebesar Rp273,09 miliar dengan pertumbuhan 53,12 persen (yoy). Dari sisi sektoral, sektor transportasi dan pergudangan menjadi kontributor utama dengan sumbangsih sebesar 50,55 persen terhadap total penerimaan pajak dalam negeri. Sementara dari perpajakan internasional, bea masuk tercatat Rp256,91 miliar, utamanya berasal dari impor barang modal dan bahan baku industri nikel serta pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Di sisi belanja negara, realisasi mencapai Rp5.876,95 miliar dari total pagu Rp17.741,74 miliar, namun mengalami kontraksi 11,82 persen (yoy). Defisit anggaran tercatat sebesar Rp4.146,23 miliar. Kontraksi terbesar terjadi pada Belanja Pemerintah Pusat (turun 31,00 persen) dan Transfer ke Daerah (TKD) (turun 3,96 persen). Penurunan TKD paling tajam terjadi pada Insentif Fiskal (turun 42,82 persen) dan Dana Desa (turun 15,14 persen).
Sementara itu, dari sisi APBD, hingga Mei 2025, total pendapatan daerah pemda se-Maluku Utara terealisasi sebesar Rp5.215,60 miliar, tumbuh 4,14 persen (yoy). Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai Rp674,31 miliar atau 57,54 persen dari pagu, dengan pertumbuhan luar biasa sebesar 139,91 persen. Ini ditopang oleh peningkatan pendapatan dari pajak daerah.
Transfer dari pusat masih menjadi tulang punggung pendapatan daerah dengan porsi 87,04 persen atau Rp4.539,80 miliar. Sementara itu, realisasi belanja daerah tercatat Rp3.356,06 miliar atau 24,36 persen dari pagu, tumbuh 14,16 persen (yoy). Belanja daerah didominasi oleh gaji ASN, jasa, serta bantuan keuangan.
Namun demikian, sejumlah isu strategis masih mengemuka, seperti penundaan penyaluran Dana Desa tahap II dan realisasi DAK Fisik. Per 30 Juni 2025, pengajuan syarat salur dana desa tahap I dan rekomendasi penyaluran DAU SG telah mencapai 100 persen.
Tantangan fiskal lainnya termasuk dominasi TKD dalam struktur pendapatan daerah, potensi idle cash akibat ketidakseimbangan penyerapan belanja, serta rendahnya serapan belanja modal yang memerlukan akselerasi, terutama pasca perubahan APBD.