Refleksi Hari HAM, Komunitas Slavery Soroti Kerusakan Lingkungan
TERNATE (kalesang) – Memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM), yang jatuh Sabtu,10 Desember 2022. Komunitas Slavery gelar aksi soroti kerusakan lingkungan.
Koordinator lapangan Rinaldi Gamkunora menuturkan, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat menusia sesuai UU Republik Indonesia No. 39 tahun 1999.
Ia Mengatakan, menikmati alam dan lingkungan yang sehat juga bagian dari hak setiap orang yang harus di berikan dan di lindungi oleh negara. Seperti yang dijelaskan dalam UUPLH Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Juga dalam pasal 6 ayat 1 “setiap orang berkwajiban memelihara kelestarian fungsi lingkunan hidup serta mencegah dan menrangi pencemeran dan perusakan lingkungan hidup.
“Namun akhir-akhir ini di Indonesia lebih khususnya di Maluku Utara, persoalan kerusakan ekologi darat maupun laut semakin marak terjadi, tambang dan sampah dimana-mana.” Ungkapnya, Sabtu (10/12/2022).
Saat ini kata Rinaldi, pemerintah masih terus memberikan izin kepada investor-investor untuk beroperasi, seperti 10 IUP yang akan beroperasi Di Kabupaten Kepualaun Sula.
“Begitu juga dengan persoalan sampah, yang populasinya makin hari makin melonjak dari 60-80 ton per hari di tahun 2021 naik menjadi 80 sampai 90 ton per hari 2022 , namun pemerintah nampaknya kurang serius dalam menangani hal ini, ini terbukti dengan banyaknya sampah di perairan Ternate.” Tambahnya.
Ia bilang, persoalan lingkungan seperti ini dapat mempercepat fenomena perubahan iklim dipicu pemanasan global, dimana suhu bumi akan naik secara drastis.
“Maka hak manusia untuk menikmati lingkungan dan sumber-sumber kehidupan akan musnah.” Jelasnya.
Kata Rinaldi, sementara Indonesia yang telah bersepakat dalam Perjanjian Paris (Paris agreement) untuk menurunkan Gas Emisi (karbon dioksida) berada di bawah 2,0 derajat celsius masih saja tak serius menjalankannya.
“Untuk itu kami yang terhimpun dalam Communitas Slavery turun ke jalan untuk merefleksikan Hak Asasi Manusi dalam menikmati lingkungan dan sumber-sumber kehidupan yang sehat. Dan kami minta kepada pemerintah agar serius dalam menangani persoalan perubahan iklim.”Pungkasnya. (tr-04)
Reporter: Siti Halima Duwila
Redaktur: Wawan Kurniawan