Malam Lailatul Qadar, Warga Ake Gaale Ternate Gelar Tradis Turun Temurun
Guto, Digunakan Para Leluhur Sebagai Strategi Syiar Islam
TERNATE (kalesang)– Warga lingkungan Ake Gaale Kelurahan Sangaji, Kota Ternate, Maluku Utara turut memeriahkan malam Lailatul Qadar dengan melakukan tradisi turun temurun.
Tradisi turun temurun tersebut bernama Guto. Guto yang terdiri dari pohon pisang yang diikatkan dengan pohon tebu, lalu dirangkai menggunakan buah-buahan dan uang itu akan diperebutkan oleh anak-anak dibawah komando perangkat adat fanyira, modim atau kapita.
Tradisi Guto telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu tepatnya pada masa kejayaan Sultan Zainal Abidin oleh turunan Kesultanan Ternate setiap malam Lailalatul Qadar.
Sesepuh Lingkungan Ake Gaale Drs. H. Adam menjelaskan secara filosofi tradisi Guto ini merupakan makna dari malam Lailatul Qadar. Seperti, semakin seseorang dekat dengan Allah SWT, maka hubungan sosialnya semakin bagus.
“Jika pada konteks Lailatul Qadar yang biasa dianggap malam baik, maka secara simbolis bahwa menandakan kekayaan sumber daya alam di Moloku Kie Raha ini berkah pada malam Lailatul Qadar.” Jelasnya kepada kalesang.id, Senin (17/4/2023) malam.
Ia menuturkan tradisi Guto ini tidak dilakukan di semua daerah di Indonesia dan hanya dilakukan oleh turunan Kesultanan Ternate yang juga digunakan sebagai strategi dakwah.
“Dilakukan secara turun temurun juga sebagai strategi dakwah, tidak semua daerah melakukan ini.” Katanya.
Ditempat yang sama, Lurah Sangaji To Kahar menuturkan pada wilayah Kelurahan Sangaji terdapat sejumlah keluarga yang tersebar di sejumlah RT/RW memiliki tradisi saat malam Lailatul Qadar.
“Ada tradisi khusus yang dilakukan oleh keluarga , misalnya di RT 11 dan RW 01.” Ungkapnya.
Ia menuturkan saat ini, tradisi Guto di Lingkungan Ake Gaale diinisiasi oleh Pemuda Save Ake Gaale. Untuk itu, ia berharap agar tradisi yang baik dapat dipertahankan oleh pemuda.
“Tradisi yang baik ini bermanfaat bagi semua warga, jadi saya berharap terus dipertahankan.” Tandasnya.
Reporter: Sitti Muthmainnah/Dedi Sero-Sero
Redaktur: Wawan Kurniawan