TIDORE (kalesang) – Akademisi Fakultas Hukum dan juga mantan Anggota Bawaslu Maluku Utara Aslan Hasan, S.H.,M.H menilai penetapan tersangka tunggal pada kasus pemalsuan dokumen salah satu bakal calon legislatif (Bacaleg) Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Tidore Kepualauan sangat janggal.
Kejanggalan dimaksud dapat terlihat dari beberapa aspek, di antaranya jumlah tersangka, kapasitas subjek yang ditetapkan sebagai tersangka serta peran pihak lain yang mestinya juga ikut bertanggungjawab, tapi faktanya tidak ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Aslan, larangan pada Pasal 520 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menunjuk pada dua bentuk perbuatan, yakni membuat surat atau dokumen palsu, dan menggunakan surat atau dokumen palsu untuk kepentingan pencalonan.
“Jadi jika merujuk pada konstruksi Pasal 520, sangat mustahil jika hanya satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka.” Kata Aslan, Rabu (12/10/2023).
Sebab, lanjutnya, orang yang membuat dokumen atau surat palsu belum tentu dia adalah pengguna surat atau dokumen palsu dimaksud untuk pencalonan. Pembuat surat atau dokumen palsu menunjuk pada pihak yang mencetak atau menerbitkan, sedangkan pengguna surat atau dokumen palsu menunjuk pada pihak yang berkepentingan langsung atas penggunaan dokumen atau surat yang dibuat.
Pada konteks yang demikian, dia menambahkan, mestinya pimpinan parpol serta bacaleg juga harus dipertanggungjawabkan. Alasannya sederhana, sebagai dokumen yang digunakan untuk syarat bakal calon, yang berkepentingan menggunakannya adalah individu caleg yang bersangkutan, namun sebagai dokumen pencalonan, parpol lah yang berkepentingan menggunakan dokumen palsu dimaksud karena bakal calon legislatif didaftarkan oleh partai politik.
“Jadi sekali lagi bagi saya ini sangat aneh dan wajar kalau dipertanyakan banyak kalangan.” Tegas Aslan.
Ketika disinggung tentang alasan Kapolres Kota Tidore Kepulauan yang menyatakan bahwa penetapan tersangka tunggal disebabkan karena merujuk pada kajian Bawaslu, menurut Aslan, ini malah lebih aneh lagi.
Jadi, kata dia, Kenapa demikian? Karena pasca pembahasan tahap 1 di Gakkumdu, masing-masing pihak bekerja sesuai ranahnya, penyidik Gakkumdu melakukan penyelidikan dan Bawaslu melakukan klarifikasi. Hasil penyelidikan disusun ke dalam bentuk laporan hasil lidik, sementara hasil klarifikasi Bawaslu dibuat dalam bentuk hasil kajian.
Dua dokumen ini, Aslan menyampaikan, yakni laporan hasil lidik dan kajian Bawaslu akan dibawa ke pembahasan tahap 2 untuk diputuskan statusnya.
“Jadi bagi saya sangat tidak tepat jika alasannya karena kajian Bawaslu. Apalagi ranah penetapan tersangka adalah ranah penyidikan dan di tahapan ini Bawaslu sudah tidak bisa mendikte atau masuk untuk mencampuri kinerja penyidik.” Pungkasnya.
Editor: Junaidi Drakel