Kalesang – Belum lama ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara menetapkan Sherly Tjoanda sebagai calon gubernur (Cagub) menggantikan mendiang sang suami Benny Laos. Itu dibuktikan dengan diterbitkannya SK Nomor 56 tentang penetapan calon pengganti atas nama Sherly Tjoanda.
Penetapan Sherly Tjoanda sebagai kandidat Pilgub itu sontak mendapat sorotan dari berbagai pihak lantaran dinilai mendapatkan perlakuan istimewa dari KPU Maluku Utara. Menyikapi hal tersebut, salah satu Akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Abdul Kadir Bubu angkat bicara.
Kadir menilai, KPU Maluku Utara diduga bersikap diskriminatif dengan pemberlakuan istimewa terhadap Cagub nomor urut 4 tersebut. Faktanya, meskipun Sherly Tjoanda masih dalam keadaan sakit tetapi KPU dan dokter justru menyatakan dirinya sehat jasmani dan rohani.
“Saat ini, Sherly Tjoanda masih menjalani perawatan akibat cedera kaki yang dialaminya dalam insiden ledakan speedboat Bela 72. Itu mesti digaris bawahi. Karena dia dinyatakan sehat jasmani dan rohani maka tidak boleh pemberlakuan istimewa kepadanya karena sudah dinyatakan sama dengan yang lain.” Tegasnya.
Menurutnya, ketika Sherly Tjoanda ditetapkan sebagai Cagub maka tentu berbeda perlakuan ketika ia belum ditetapkan sebagai Cagub. KPU Maluku Utara harus taat terhadap asas, berpegang teguh pada posisinya, dan harus menjalankan norma sesuai perundang-undangan.
BACA JUGA: Polisi Diminta Segera Ungkap Motif Terbakarnya Speedboat Bela 72
“Tidak boleh pemberlakuan istimewa atau pemberlakuan berbeda, tidak boleh begitu, KPU Maluku Utara harus taat asas. Berpegang pada posisinya dan menjalankan norma, mereka harus taat asas dan taat pada peraturan perundang- undangan.” Ucapnya.
Kadir menyatakan, sejauh ini sebelum penetapan dan kemudian ditetapkan Sherly Tjoanda sebagai Cagub, terkesan ada pemberlakuan berbeda. Sebagaimana polemik pemeriksaan kesehatan dan kedatangan dirinya ke Ternate dengan jet pribadi serta pengawalan ketat dan istimewa dari Mabes Polri.
“Jika KPU Malut berlakukan istimewa maka mereka tidak taat asas dan melanggar undang-undang. Asasnya menyebutkan setiap pasangan calon diberlakukan sama oleh KPU Maluku Utara sebagai penyelenggara, begitupun Bawaslu.” Jelasnya.
Kadir menambahkan, semenjak ditetapkan sebagai Cagub, Sherly Tjoanda harus menjalani semua tahapan Pilgub seperti halnya kandidat lain. Ketika dia memberanikan diri menggantikan mendiang suaminya, segala risiko yang terjadi dia harus siap menanggung itu semua.
“KPU Maluku Utara harus menjamin itu semua, hak-hak dan keselamatan dia harus dijamin. Karena itu pengawal pribadi (Walpri) yang menentukan adalah Kapolda, bukan orang kiriman dari sana, tidak boleh. Tidak boleh seperti itu, itu pemberlakuan berbeda.” Tandasnya.
Reporter: Djuanda
Editor: Redaksi