Membaca Realitas
728×90 Ads

Bawaslu Malut Diduga Tutupi Hasil Pleno Kasus Sherly Tjoanda

Kalesang – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku Utara diduga tutupi hasil pleno terkait kasus penetapan Sherly Tjoanda sebagai calon Gubernur (Cagub) Maluku Utara untuk menggantikan mendiang sang suami Benny Laos yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 23 Oktober tahun 2024.

Pasalnya, penetapan Sherly sebagai Cagub Maluku Utara oleh KPU itu diduga tidak melalui prosedur yang sebagaimana mestinya. Hal tersebut lantas menuai sorotan publik. Mulai dari kalangan mahasiswa hingga akademisi. Bahkan, KPU diduga mengistimewakan Sherly serta memuluskan rencana Sherly dalam mencalonkan diri sebagai calon gubernur.

Betapa tidak, Sherly yang diketahui sampai saat ini masih menjalani perawatan lantaran mengalami insiden terbakarnya speedboat Bela 72 di Pulau Taliabu itu justru dinyatakan sehat jasmani dan rohani oleh KPU Maluku Utara. Padahal, saat itu Sherly masih menjalani perawatan ekstra akibat cedera kaki yang dialaminya.

Tidak sampai di situ, penunujukan rumah sakit dalam proses pemeriksaan kesehatan bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati di Maluku Utara yang ditetapkan oleh KPU Maluku Utara adalah Rumah Sakit Umum Chasan Boesoirie Ternate. Akan tetapi, yang dilakukan oleh Sherly justru di luar ketetapan KPU.

Bahkan, terdapat ketidaksesuaian nama Sherly saat mengajukan pendaftaran  administrasi pencalonan di KPU Maluku Utara. Dimana, nama mantan istri mendiang Benny Laos itu berbeda dengan namanya yang berada di ijazah SMA. Itu ditemukan saat Bawaslu melakukan pengawasan di sekolahnya di Bali.

Nama yang dipakai dalam ijazah SMA adalah Tresya Sherly Tjoanda. Sementara pengajuan administrasi pencalonan sebagai Cagub Maluku Utara di KPU dengan nama Sherly Tjoanda. Atas hal itu, Bawaslu Maluku Utara melakukan pengkajian untuk memastikan apakah syarat pencalonan yang diajukan sudah sesuai prosedur atau belum.

Namun hingga sampai saat ini, Bawaslu Maluku Utara enggan mempublikasikan hasil pleno terkait masalah tersebut. Bahkan, saat Kalesang.id berusaha menghubungi Adrian Yoro Nelang selaku Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia (SDM), Organisasi, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Bawaslu Maluku Utara itu tidak direspon.

Meskipun begitu, Kalesang.id mencoba untuk menghubungi salah satu Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Maluku Utara lagi, yakni Suleman Patras, namun jawaban yang diterima bahwa, nanti silahkan ke Adrian saja. Selanjutnya, mencoba menghubungi Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas Bawaslu Maluku Utara, Rusly Saraha, juga tidak direspon.

Sebelumnya, penetapan Sherly sebagai Cagub Maluku Utara oleh KPU itu lantas mendapat sorotan dari salah satu  Akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Abdul Kadir Bubu. Ia menilai, KPU Maluku Utara bersikap diskriminatif dengan pemberlakuan istimewa terhadap Cagub nomor urut 4 tersebut. Faktanya, meskipun Sherly masih dalam keadaan sakit tetapi KPU dan dokter justru menyatakan dirinya sehat jasmani dan rohani.

“Saat ini, Sherly masih menjalani perawatan akibat cedera kaki yang dialaminya dalam insiden ledakan speedboat Bela 72. Itu mesti digaris bawahi. Karena dia dinyatakan sehat jasmani dan rohani maka tidak boleh pemberlakuan istimewa kepadanya karena sudah dinyatakan sama dengan yang lain.” Tegasnya.

Menurutnya, ketika Sherly ditetapkan sebagai Cagub maka tentu berbeda perlakuan ketika ia belum ditetapkan sebagai Cagub. KPU Maluku Utara harus taat terhadap asas, berpegang teguh pada posisinya, dan harus menjalankan norma sesuai perundang-undangan.

“Tidak boleh pemberlakuan istimewa atau pemberlakuan berbeda, tidak boleh begitu, KPU Maluku Utara harus taat asas. Berpegang pada posisinya dan menjalankan norma, mereka harus taat asas dan taat pada peraturan perundang- undangan.” Ucapnya.

Sorotan itu juga datang dari kalangan mahasiswa yang mengatasnamakan Front Persatuan Peduli Demokrasi Maluku Utara yang menggelar unjuk rasa di depan kantor Bawaslu dan KPU Maluku Utara. Mereka menilai, keputusan KPU terkait Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Gatoto Subroto sebagai tempat pemeriksaan kesehatan Sherly telah menyalahi ketentuan undang-undang Nomor 6 Tahun 2020.

“KPU Maluku Utara juga tidak menjalankan proses pemeriksaan kesehatan sesuai dengan keputusan KPU nomor 1090 Tahun 2024 tentang pedoman teknis pemeriksaan kesehatan dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.” Tegas Alan selaku koordinator aksi.

Kata Alan, dalam ketentuan tersebut jumlah juknis pemeriksaan kesehatan sebanyak 13, sementara waktu pemeriksaan yang ditetapkan selama 620 menit kurang lebih 10 jam. Selain itu, terdapat 22 kriteria ganguan kesehatan yang harus dipenuhi oleh calon pengganti, yakni Sherly.

“Atas itu kami sangat yakin dengan kondisi kesehatan jasmani dan rohani pasca insiden kecelakaan hingga ditetapkan sebagai Cagub Sherly tidak memenuhi 22 kriteria ganguan kesehatan teraebut.” Ucapnya.

Sementara, berdasarkan data dan informasi yang diterima terkait pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Gatot Subroto hanya berlangsung enam jam, atau dimulai pada pukul 08:00 hingga 14:00 WIB dinyatakan telah selesai. Saat pemeriksaan, KPU Maluku Utara tidak berada di rumah sakit bahkan Bawaslu juga tidak diberikan akses.

“Salah satu komisioner KPU Maluku Utara yang diutus ke Jakarta untuk menyaksikan proses dan tahapan pemeriksaan atas nama Iwan Kader juga tiba sekitar Pukul 16:00 WIB sehingga hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.” Ungkapnya.

Padahal, surat permohonan dari Dinas Kesehatan Maluku Utara nomor 023/REK.KES/X/2023 tanggal 17 Oktober 2024 tentang rekomendasi nama rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan calon pengganti dalam Pilgub dan Wagub Maluku Utara 2024 juga cacat hukum. Dinas Kesehatan Maluku Utara hanya boleh merekomendasikan rumah sakit yang berada di wilayah Pemerintahan Provinsi Maluku Utara.

“Kami menduga ada permainan atau kong kalikong KPU Maluku Utara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan calon pengganti Gubernur Maluku Utara, yakni Sherly. Dengan demikian KPU telah menyalahi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. KPU Maluku Utara telah mencederai nilai demokrasi sehingga harus bertanggung jawab penuh atas persoalan tersebut.” Tandasnya.

Reporter: Djuanda

Editor: Redaksi

728×90 Ads