Membaca Realitas
728×90 Ads

Soal Kasus DID, Margarito Soroti Kejari Tidore Kepulauan

Kalesang – Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ternate, Maluku Utara terhadap Nuraksar Kodja terkait kasus korupsi Dana Insentif Daerah (DID) menuai sorotan dari pakar hukum tata negara, Margarito Kamis.

Pasalnya, kasus korupsi DID yang melekat di Dinas Pertanian, Pemerintah Kota Tidore Kepulauan (Tikep) tahun anggaran 2020 yang menyeret pemilik toko Nuraksar Kodja itu terkesan salah alamat.

“Dalam kasus ini yang harus dipertanggungjawabkan adalah dua pejabat yang sudah meninggal, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kadis Pertanian pada saat itu.” Tegas Margarito saat dikonfirmasi, Jumat (15/11/2024).

Kata dia, berdasarkan kronologi yang disampaikan oleh keluarga terdakwa atas bukti dan fakta yang dikantongi, maka kasus ini tidak ditemukan mens rea yang harus dipertanggungjawabkan oleh terdakwa Nuraksar Kodja.

“Kasus ini harus lepas dari segala tuntutan hukum. Artinya, bukan bebas tapi harus terlepas dari tuntutan hukum. Sebab perbuatan itu ada tapi tidak bisa dikualifikasi sebagai pidana, karena terdakwa bukan orang yang menahan tanggung jawab penggunaan anggaran.” Tegasnya.

Margarito menjelaskan, kalau terdakwa adalah orang swasta yang menangani atau mengadakan barang atas permintaan pembelanjaan kelompok tani maka wajib dilayani. Beda dengan seorang kontraktor, sehingga jelas kalau terdakwa memenuhi permintaan para kelompok tani.

“Kasus ini bukan persoalan waktu yang baru diusut atau tidak, akan tetapi siapa yang bertanggung jawab. Jelas yang bertanggung jawab adalah dua orang yang meninggal itu. Itu hal paling pokok yang harus ditentukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Soa Sio Tidore Kepulauan.” Pintanya.

Margarito menyatakan, putusan majelis hakim bahwa terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama itu harus diperjelas. Karena bahasa bersama-sama harus adanya terdakwa lain atau tersangka lain.

“Kalau bersama-sama harus ada subjek hukum lainnya yang melakukan tindak pidan yang sama. Jadi putusan itu harus lepas dari seluruh tuntutan hukum.” Terangnya.

Margarito menyarankan agar terdakwa mengajukan banding ke Pangadilan Tinggi Maluku Utara sehingga dapat direkomendasikan secara tepat, baik tuntutan JPU maupun putusan hakim.

“Kontruksi kasus ini secara hukum salah, karena faktor utama yang menjadi tanggung jawab adalah Kadis dan PPK. Terutama PPK.” Pungkasnya.

Sekadar diketahui, terdakwa Nuraksar Kodja divonis terbukti melanggar Pasal 3 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Atas dasar itu, Majelis Hakim Pengadilan Ternate menjatuhkan pidana kepada terdakwa Nuraksar Kodja dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar  200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan tambahan kurungan penjara selama tiga bulan.

Selain itu, menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 119 juta lebi dikurangi uang pengembalian yang dititipkan keluarga terdakwa di rekening Kejari Tidore Kepulauan sebesar Rp4,8 juta. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti selama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut.

Namun sebaliknya apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dipidana dengan penjara tambahan selama satu tahun. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Sebagai informasi tambahan, sebelum jalani sidang putusan, terdakwa Nuraksar Kodja lebih dulu menjalani sidang tuntutan oleh JPU Kejari Tidore Kepulauan. Dimana JPU  menjatuhkan pidana terhadap Nuraksar Kodja pidana penjara selama 5 Tahun 6 bulan. Terdakwa juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 200.000.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 6 Bulan.

Selanjutnya JPU juga menuntut terdakwa  membayar uang pengganti senilai Rp 745.241.363,64. Menyatakan merampas uang negara sebesar Rp.4.800.000 yang dititipkan oleh keluarga terdakwa kepada penuntut umum sebagai perhitungan uang pengganti sehingga sisa uang pengganti yang harus dibayarkan sebesar Rp 740.441.363, 64.

Dengan ketentuan tersebut apabila terdakwa tidak membayar kekurangan uang pengganti tersebut, paling lama dalam waktu satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Reporter: Djuanda

Editor: Redaksi

728×90 Ads