Inflasi Maluku Utara Naik 1,13 Persen pada November, Dipicu Tarif Pesawat dan Harga Ikan
Ternate,Kalesang – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara mencatat inflasi bulanan (month to month/m-to-m) sebesar 1,13 persen pada November 2025. Angka ini tergolong tinggi dibandingkan beberapa bulan sebelumnya. Data tersebut dirilis dalam Berita Resmi Statistik (BRS) Senin (1/12/2025).
Sementara itu, secara tahunan (year on year/y-on-y), inflasi Maluku Utara tercatat sebesar 1,89 persen.
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Maluku Utara, Evida Karismawati, menjelaskan bahwa inflasi pada November terutama dipicu oleh kenaikan harga pada dua kelompok pengeluaran utama.
Kelompok pertama adalah transportasi, yang disumbang naiknya tarif angkutan udara.
“Kenaikan ini terjadi seiring berakhirnya periode diskon tarif pesawat dan kembali ke harga normal,”katanya.
Kelompok kedua yang turut mendorong inflasi adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan andil sebesar 0,62 persen. Komoditas utama penyumbang inflasi berasal dari ikan segar, seperti ikan malalugis (sorihi), cakalang, selar, dan tongkol. Kenaikan harga ikan dipicu oleh cuaca buruk sepanjang November yang menghambat aktivitas melaut nelayan.
Di sisi lain, sejumlah komoditas hortikultura justru mengalami penurunan harga sehingga menahan laju inflasi, di antaranya bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan tomat.
Meski menghadapi tekanan harga pada sektor transportasi dan pangan, kinerja perdagangan luar negeri Maluku Utara tetap solid. Neraca perdagangan barang secara kumulatif periode Januari–Oktober 2025 mencatat surplus sebesar US$ 6.499,33 juta atau sekitar US$ 6,5 miliar. Surplus ini terutama ditopang oleh ekspor komoditas unggulan besi dan baja (HS 72).
“Inflasi bulanan sebesar 1,13 persen pada November dipicu oleh kenaikan signifikan tarif angkutan udara serta harga ikan segar akibat cuaca buruk,” kata Evida.
Namun secara fundamental, neraca perdagangan Maluku Utara hingga Oktober 2025 tetap menunjukkan surplus yang sangat besar. Ini menandakan fondasi ekonomi makro daerah masih cukup kokoh.
“Tantangan ke depan adalah menjaga stabilitas harga, terutama komoditas yang sangat dipengaruhi faktor musiman dan logistik,” ujarnya.
Berdasarkan wilayah, inflasi bulanan tertinggi terjadi di Kota Ternate sebesar 1,27 persen (m-to-m), sedangkan Halmahera Tengah mencatat inflasi 0,47 persen (m-to-m). Untuk inflasi tahun kalender, Halmahera Tengah justru mengalami deflasi sebesar 0,22 persen.
Reporter : Niar Naraya
Redaktur : Caca
