Wali Kota Tidore Mengadu Masalah PLTU di DPR RI
JAKARTA (kalesang) – Wali Kota Tidore Kepulauan (Tikep), Provinsi Maluku Utara, Capten Ali Ibrahim mengadu masalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Selasa (28/6/2022)..
Pada kesempatan itu, Capten yang merupakan Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Komwil VI itu menyampaikan keluhan-keluhan warga Kelurahan Rum Balibunga, Kecamatan Tidore Utara, terkait kehadiran PLTU di Tikep.
“Rata-rata wilayah kami perairan, kepulauan, makanya pencemarannya cukup tinggi, terutama sampah yang banyak dan sangat mengganggu linggkungan.” Keluh Capten di depan sejumlah anggota DPR RI.
Jadi, Politisi PDI-Perjuangan itu menambahkan, ada dua kota yang dilayani oleh PLTU, yaitu Ternate dan Tidore. Perusahaan yang menggunakan batu bara itu sudah berperasi sejak 2016.
“Warga yang tinggal di sekitar PLTU itu sering mengeluh dengan pencemaran yang terjadi, karena cerobong asap sering bocor ditambah lagi mesinnya yang sudah tua.” Ungkap Capten.
Dari dampak itu, walikota dua periode itu mengungkapkan, masyarakat sekitar PLTU sering melakukan demo di kantor Walikota Tikep. Pada saat pertemuan Mei lalu dengan warga dan PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara, minta agar ganti batu bara dengan minyak.
“Karena kesehatan masyarakat sangat terancam. Pada 2020, pihaknya memindahkan Sekolah Dasar (SD) hampir 2 kilometer dari PLTU. Jadi kami minta agar anggota DPR RI dapat mempertimbangkannya.” Keluh Capten.
“Pada RDP ini kami undang Komisi IV DPR RI berkenan melakukan kunjungan ke Tikep untuk lihat langsung keluhan-keluhan masyarakat terkait pencemaran PLTU, karena sudah mengganggu ekosistem, ekonomi, sosial, dan budaya sekitar.” Tambah Capten.
Sementara itu, Ketua Apeksi, Bima Arya mengatakan, bahwa RDP dengan Komisi IV ini sangat penting. Isu lingkungan ini mestinya mendapat atensi lebih. Pada Oktober 2021 ada survei Indikator Indonesia menyebutkan beberapa temuan menarik.
“Ini merupakan problem serius. Dari awal kami sudah kritisi UU Cipta Kerja. Kami paham kalau UU Cipta Kerja targetnya itu ekonomi kreatif, tapi yang dikorbankan itu otonomi daerah dan lingkungan hidup.” Katanya.(tr-04)
Reporter: M Rahmat Syafruddin
Redaktur: Junaidi Drakel