TIDORE (kalesang) – Sail Tidore 2022 menjadi ajang promosi produk lokal milik para pelaku UMKM yang ada di Maluku Utara. Salah satunya yaitu kerajinan Gerabah (dari tanah liat) dari Desa Mare Gam, Tidore Selatan, Maluku Utara.
Kerajinan Gerabah di Mare sudah menjadi penopang hidup bagi orang Mare. Kerajinan ini sebagai alat utama bagi kelangsungan hidup mereka, misalnya sebagai alat memasak.
Hadija (50), salah satu pengrajin menuturkan, sejak duduk di bangku SMP ia sudah memulai membuat kerajinan gerabah dari neneknya. Sejak kecil sampai sekarang ia masih menekuni kerajinan ini.
“Kerajinan ini sudah menjadi mata pencaharian saya dan suami, Alhamdulillah sampai sekarang hidup kami sejahtera, anak-anak bisa melanjutkan sekolah.” Ungkapnya.
Hadija, membuat produk ini sesuai dengan permintaan pasar ataupun yang sudah menjadi langganan mereka, permintaan paling banyak adalah Forno (tempat bakar sagu), cobek, dan ngura-ngura (alat bakar kue).
Untuk membuat gerabah, Hadijah membutuhkan bahan baku utama yaitu tanah liat yang bertekstur lebih halus untuk mendapatkan hasil produk yang lebih bagus, karena gerabah dari Desa Mare sudah terkenal akan kualitasnya.
Untuk cara pembuatannya, Hadijah masih menggunakan secara manual yaitu dengan mengandalkan tangan. Pertama tanah liat dijemur dibawah sinar matahari hingga kering, setelah itu ditumbuk menggunakan air hingga halus, dijemur kembali. Kemudian tanah liat tadi dicampur dengan air ditambah pasir, hal ini agar tekstur gerabah lebih bagus
Proses ini kata Hadijah, cukup lama karena tidak menggunakan mesin untuk menghancurkan tanah.
Kata Hadijah, tanah liat itu kemudian membentuknya menjadi beragam produk. Hal ini dilakukan secara manual dengan menggunakan piring kemudian diputar menggunakan kaki.
“Gerabah yang sudah dibuat, kita akan jemur kembali, ini membutuhkan waktu yang lama, karena tergantung cuaca. Kalau musim hujan biasanya kami istirahat.” Katanya.
Ia menambahkan, mata pencaharian masyarakat Mare sebagian besar adalah pengrajin gerabah. Gerabah yang sudah jadi kemudian dijual kepada pengepul.
“Biasanya ada orang-orang yang datang di rumah langsung pesan, apalagi dibulan Ramadan banyak pesanan bahkan saya sendiri pernah kewalahan.” Jelasnya.
Ia mengatakan, produk yang dibuat oleh masyarakat Mare bukan hanya di Kota Ternate saja, penjualan mulai dari Kepulaun Sula, Sorong hingga Raja Ampat Papua Barat.
Dia bilang, hampir sebagian besar alat masak di dapur miliknya, semuanya dari hasil tangannya sendiri. Hal ini karena ia lebih percaya ketika menggunakan gerabah rasa makanan lezat apalagi ketika disimpan menggunakan gerabah.
“Kalau pakai barang ini, makanan tidak cepat basi, misalnya sambal disimpan hingga seminggupun tidak akan berjamur. Karena saya percaya kata orang tua-tua segalanya akan kembali ke tanah, filosofi ini bagi saya sangat dalam untuk dimaknai.” Tuturnya.
Harapan kami semua dari pengrajin gerabah, kami hanya meminta agar disediakan mesin penggiling tanah, agar lebih memudahkan kami ketika bekerja.
“Dan untuk generasi yang sekarang harapan kami semua sangat besar, semoga kerajinan gerabah ini tidak tergilas oleh zaman yang semakin modern kedepannya kerajinan ini tetap dijaga, tetap dilestarikan hingga turun temurun.” Harapnya. (tr-04)
Reporter: Siti Halima Duwila
Redaktur: Wawan Kurniawan