Membaca Realitas
728×90 Ads

Warga Halmahera Timur Tolak PT Priven Lestari

Beberapa Kali Pertemuan Berakhir Ricuh

MABA (kalesang) – Dalam sepuluh tahun terakhir, sudah sembilan kali warga Buli, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara dan pihak PT Priven Lestari melakukan pertemuan.

PT. Priven Lestari merupakan perusahaam yang berencana melakukan usaha penambangan di wilayah Kecamatan Maba, Kabupaten Haltim, tepatnya di Gunung Wato-Wato.

Warga Buli, Ismu Marsaoly mengatakan, sikap warga selalu sama, yaitu menolak rencana penambangan yang akan dilakukan PT. Priven Lestari, termasuk mendesak pemerintah untuk mencabut kuasa penambangan perusahaan tersebut.

Ismu menjelaskan, penolakan mula-mula dilakukan beberapa tokoh masyarakat, karena telah mendengar kabar mengenai Gunung Wato-Wato dengan puluhan sungai besar dan ratusan anak sungai yang menjadi sumber air bagi warga setempat, dikeluarkan kuasa penambangannya oleh mantan Bupati Haltim, Wilhemus Tahalele.

“Izin yang diberikan secara sembunyi-sembunyi, menunjukan betapa dalam pengambilan keputusan, warga tidak pernah dilibatkan.” Kata Ismu kepada kalesang.id, Rabu (1/3/2023).

Baca Juga: Yang Tersisa yang Dirusak, Cerita dari Kampung Sagea Halmahera Tengah

Di hadapan beberapa tokoh masyarakat, Ismu menyampaikan, Wilhemus pernah berjanji melakukan peninjauan atas izin yang telah ia keluarkan. Namun janji tersebut tidak pernah ditepati hingga berakhirnya masa jabatan.

“Merasa memiliki izin penambangan dengan luas konsesi sekitar 14 ribu hektar, maka perusahaan melakukan sosialisasi Amdal.” Ungkapnya.

Teluk Buli yang dikelilingi oleh tambang

Di tahun 2014, lanjutnya, sosialisasi berakhir ricuh. Yang mana, dalam kesempatan itu, warga meluapkan seluruh kekesalan mereka, tidak hanya kepada PT. Priven Lestari saja, melainkan kepada perusahaan yang beroperasi di wilayah Mabam seperti PT. Antam.

“Kami punya kampung ini sudah dikepung oleh tambang, jadi tidak usah lagi ada tambang baru. Karena debu dan penyakit akan serang kami dari samua arah.” Sesalnya.

Menurutnya, warga tidak lagi percaya pada seluruh rencana penanganan dampak lingkungan yang tertulis dalam dokumen Amdal, ini karena fakta kerusakan lingkungan baik di darat, pesisir, dan lautan yang berdampak buruk pada kesehatan dan ekonomi warga begitu nyata disaksikan dan dirasakan.

Kemudian pada rapat-rapat berikutnya, kata dia, juga berlangsung ricuh. Beberapa orang perwakilan perusahaan termasuk konsultan Amdal dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Haltim nyaris dipukuli oleh warga.

“Suap dan cari-cari dukungan melalui uang dan tanda tangan, dilakukan perusahaan secara sembunyi-sembunyi. Setiap orang dimintai tanda tangannya, diberi uang sebanyak Rp500 ribu rupiah.” Sebut Ismu.

Pada tahun 2021, Ismu menambahkan, pengalangan dukungan melalui tanda tangan bagi rencana produksi dilakukan pihak PT. Priven Lestari.

Kali Wayafli dan obyek wisata Tongata di kaki gunung Wato-Eato, area yang diincar PT Priven Lestari

Beberapa orang pemuda yang mendengar kabar tersebut, kata dia, memaksa pihak kecamatan untuk mengadakan pertemuan dengan menghadirkan pihak perusahaan.

“Di pertemuan itu pula, warga bersepakat membuat petisi penolakan atas rencana penambangan yang ada.” Ungkapnya.

Jadi, Ismu mengungkapkan, ketua-ketua pemuda dan beberapa tokoh bahkan mendatangi Pemkab dan Pemprov untuk mendesak agar mencabut izin PT. Priven Lestari.

“Tuntunan itu hingga saat ini tidak mendapatkan respon baik dari pemerintah, kecuali salah satu orang anggota DPRD Provinsi Maluku Utara.” Katanya.

Waktu DPRD Provinsi Maluku Utara turun di Halmahera Timur, kata dia, warga menyampaikan sikap penolakan, dan DPRD menjanjikan untuk menyapaikan rekomendasi penolakan dan pencabutan izin PT. Priven Lestari kepada Pemprov Malut.

“Hingga kini perusahaan tersebut tetap tidak dapat beroperasi, meski begitu segala usaha yang bersifat ilegal selalu dilakuan.” Pungkasnya.

 

Editor: Junaidi Drakel

728×90 Ads