Membaca Realitas

Pemprov Maluku Utara Didesak Hentikan Aktivitas Tambang di Halmahera Tengah

SOFIFI (kalesang) – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Komite Aksi Maluku Utara menggelar unjuk rasa di depan kantor DPRD Provinsi Maluku Utara, Selasa (6(/8/24).

Dalam aksi tersebut, mereka menyampaikan bahwa penyebab banjir yang terjadi di Halmahera Tengah pada 21 Juli 2024 kemarin diakibatkan aktivitas pertambangan yakni PT. Weda Bay Nickel (WBN), PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).

Koordinator aksi, Fahri Haya menegaskan, banjir kali ini bukan sekadar bencana alam biasa, melainkan akibat dari eksploitasi lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tambang tersebut. Kata dia, banjir di Lukulamo memang pernah terjadi sebelumnya di tahun 1949, 1995, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019, namun banjir tahun 2024 ini sangat berbeda.

“Warna dan kondisi air sungai telah berubah drastis akibat pencemaran dari aktivitas penggusuran di hutan atas nama pertambangan. Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan oleh PT. IWIP justru membawa bencana lingkungan, menghilangkan akses kebutuhan air minum, dan merusak ekosistem Bia Koli (kerang) yang menjadi sumber pangan warga.” Tegasnya.

Fahri menambahkan, banjir kali ini juga disebabkan oleh jebolnya tanggul di Km 15 yang dimiliki oleh PT. IWIP. Akibatnya, seluruh rumah di Lukulamo terendam banjir. Tiga di antaranya rusak parah, dan semua barang-barang warga hancur. Bahkan, seorang ibu hamil dilaporkan meninggal dunia karena bencana ini.

Tidak hanya itu,masalah lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan kelaparan yang muncul pada hari pertama banjir semakin memperparah situasi di Lukulamo. Menurut kesaksian warga, pekerja, dan pemerintah desa, banjir ini jelas diakibatkan oleh aktivitas pertambangan. Untuk itu Fahri mendesak pemerintah segera menghentikan kegiatan tambang di Halmahera Tengah dan Maluku Utara untuk mencegah bencana yang lebih besar.

“Total pengungsi akibat banjir ini mencapai 1.828 orang, padahal jumlah penduduk Lukulamo hanya 896 orang dengan 188 kepala keluarga (KK). Menurut hasil kajian kami, PT. WBN, PT. IWIP, dan pemerintah harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi.” Tandasnya.

Berikut 10 tuntutan yang disampaikan oleh Kominte Aksi Maluku Utara:

1. Pemerintah dan PT. IWIP segera membangun drainase di desa-desa sekitar tambang.

2. Pemerintah Provinsi, Kabupaten Halmahera Tengah, dan PT. IWIP segera membangun talud dan menormalisasi sungai Kobe.

3. Pemerintah Halmahera Tengah dan PT. IWIP bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh buruh dan masyarakat sekitar tambang.

4. PT. IWIP harus meningkatkan keselamatan kerja (K3) dan mewujudkan sistem kerja yang manusiawi.

5. Hentikan produksi PT. IWIP, PT. WBN, dan Tekindo Energi hingga kondisi lingkungan Halmahera Tengah kembali stabil.

6. Naikkan upah buruh dan hentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak.

7. Copot Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara.

8. Segera adili dan tangkap mafia tambang di Maluku Utara.

9. Mendesak Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Midi Siswoko, untuk menyelidiki PSN yang melakukan kejahatan lingkungan tanpa mengikuti kaidah-kaidah pertambangan.

10. Tangkap Penjabat (Pj) Gubernur Maluku Utara yang dianggap sebagai dalang kerusakan lingkungan di Halmahera Tengah.

Reporter: Juanda Umaternate

Editor: Redaksi