Membaca Realitas
728×90 Ads

Kapolda Maluku Utara Diminta Evaluasi Kapolres Halmahera Utara

KALESANG – Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Midi Siswoko diminta segera mengevaluasi Kapolres Halmahera Utara, AKBP Faidil Zikri. Hal ini buntut dari kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh oknum Polisi berinisial RZE alias Ronal kepada istri sahnya sendiri.

Pasalnya, oknum Polisi berpangkat Brigpol itu tidak ditahan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Halmahera Utara. Padahal, berdasarkan surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang dikeluarkan pada 7 November 2024 bahwa pelaku sudah dilakukan penahanan.

Betapa tidak, pada Desember tahun 2024 kemarin, tersangka masih bebas dan sempat memediasi perkelahian yang terjadi di Desa Rawajaya. Atas hal itu, penasehat hukum menilai bahwa Polres Halmahera Utara tidak serius dalam menangani kasus KDRT yang dialami oleh kliennya tersebut.

Menanggapi itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi dan Daurmala atas kuasa bersama meminta kepada Kapolres Halmahera Utara untuk menindak tegas dan serius menangani kasus KDRT yang dilakukan oleh Ronal terhadap istrinya pada 19 September 2024 kemarin.

“SP2HP yang baru saja kami terima kalau tersangka tidak dapat diajukan perpanjangan penahanan dan hanya wajib lapor. Ini sangat keliru dan tidak mendasar, karena masih ada permintaan keterangan tambahan dari Jaksa. Jangan karena tersangka adalah seorang Polisi sehingga diberikan hak istimewa.” Tegas Lukman Harun, anggota LBH Marimoi, Rabu (8/1/2025)

Lukman menambahkan, terkait masalah ini juga, pihaknya telah mengajukan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait dengan jaminan pengamanan terhadap korban, serta meminta pihak LPSK untuk sama-sama mengawal kasus ini hingga tuntas.

“Pelapor sendiri merasa tidak aman jika tersangka harus berada diluar tahanan, karena tersangka ini ancaman hukumannya 5 tahun, akan tetapi SP2HP yang dikeluarkan Polres Halmahera Utara bahwa tersangka dikeluarkan dan hanya wajib lapor sangatlah jauh dari rasa keadilan, apa lagi kasusnya masih proses P19 oleh Jaksa.” Ujarnya.

“Berdasarkan pasal yang dikenakan terhadap pelaku KDRT itu adalah Pasal 44 ayat 1 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga Nomor 23 Tahun 2024 jo Pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman rata-rata 5 tahun penjara.” Sambungnya.

Lukman menjelaskan, sementara kalau mengacuh pada Pasal 21 ayat 4 huruf a KUHP tentang seseorang yang dapat ditahan jika ancaman hukumannya 5 tahun penjara maka, sepatutnya tidak dibiarkan bebas berkeliaran atau melakukan kegiatan apapun di luar tahanan penjara.

“Jangan memberikan hak istemwah terhadap pelaku. Statusnya tersangka juga sama dengan tahanan-tahanan lain yang ditahan di Polres Halmahera utara. Kami minta Kapolda evaluasi Kapolres Halmahera Utara, sebab perbuatan pelaku terhadap istrinya itu sangatlah tidak ada rasa kemanusian.” Pungkasnya.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Halmahera Utara, IPTU Thoha Alhadar mengungkapkan,  setelah dikeluarkan SP2HP itu memang pelaku benar ditahan selama 20 hari. Kemudian diperpanjang 40 hari di tingkat Kejaksaan dan sudah berakhir di tanggal 5 Januari tahun 2025 kemarin.

“Jadi secara hukum yang bersangkutan harus keluar karena masa penahanan sudah berakhir. Namun pelaku tetap dikenakan wajib lapor dan tetap diawasi oleh Bidang Propam serta Penyidik Satreskrim Polres Halmahera Utara.” Ungkapnya.

Thoha mengaku, berakhirnya masa penahanan terhadap pelaku bukan berarti dapat menggugurkan pidana. Saat ini pihaknya tinggal menunggu P21 dari Kejaksaan untuk dilimpahkan tahap dua yakni, penyerahan pelaku beserta barang bukti. Selanjutnya Jaksa limpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.

“Intinya kasus ini tetap jalan. Kita tinggal menunggu P21 dari Jaksa untuk kita limpahkan tahap dua. Kasus KDRT ini penahanannya cukup 40 hari saja, kita tidak bisa perpajang lagi di pengadilan, beda dengan kasus pembunuhan atau setubuh anak yang bisa perpanjangan penahanan 60 hari lagi di pengadilan.” Tandasnya.

Reporter: Djuanda

Redaktur: Wendi

728×90 Ads