Kalesang – Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) meluncurkan Laporan Pemantauan Hak-Hak Digital Januari-Maret 2025 pada Rabu, (30/4/2025), secara virtual. Dalam laporannya di periode ini, SAFEnet menyebut aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang TNI turut mewarnai maraknya pelanggaran hak-hak digital selama periode triwulan pertama 2025 ini.
“Kebebasan berekspresi, keamanan digital, dan akses internet yang adil adalah hak dasar warga di era digital. Namun laporan ini menunjukkan bahwa hak-hak tersebut terus dilanggar, baik oleh aktor negara maupun non-negara,” ujar Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet.
Pada isu akses internet, SAFEnet mencatat terdapat 12 kali gangguan infrastruktur internet selama periode ini. Gangguan akses internet masih meluas, terutama di wilayah Indonesia Timur.
Sementara itu, pada isu kebebasan berekspresi, terdapat peningkatan angka pelanggaran kebebasan berekspresi daring dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat, terdapat 34 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi daring dengan 32 orang korban.
Lonjakan besar terjadi pada isu keamanan digital. Total, terdapat 137 kasus serangan yang didokumentasikan dengan 60 persen di antaranya menyasar aktivis. Angka ini meningkat dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2024. SAFEnet menduga kuat bahwa motif politik, terutama penolakan RUU TNI, melatarbelakangi banyak serangan yang terjadi.
Di sisi lain, jumlah aduan KBGO pada triwulan pertama 2025 mengalami penurunan dibandingkan kuartal yang sama pada tahun 2024. Total, terdapat 422 aduan terkait KBGO sepanjang Januari-Maret 2025.
Pada periode ini, SAFEnet mendokumentasikan kasus-kasus pelecehan daring berbasis gender yang menyasar para pengkritik RUU TNI. WhatsApp, Telegram, dan Instagram menjadi platform yang paling sering disebut dalam aduan.
“Lonjakan pelanggaran dalam triwulan ini menunjukkan bahwa ruang digital kita belum menjadi ruang yang bebas, aman dan inklusif, terutama bagi mereka yang kritis terhadap kebijakan pemerintah. Kritik terhadap kebijakan publik tidak seharusnya dibalas dengan doxing, peretasan, atau kriminalisasi. Sayangnya, itulah yang terus terjadi di ruang digital Indonesia saat ini,” ujar Nenden.
SAFEnet menyerukan agar negara menjalankan kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak digital warga. Dalam laporan ini, SAFEnet menegaskan bahwa pengawasan harus diiringi akuntabilitas, dan kebijakan publik harus dibuat dengan partisipasi bermakna dari masyarakat.