Kisah Korban KBGO, Cinta Berakhir Trauma
TERNATE (kalesang)- MA, hanya bisa tertegun saat menerima pesan whatsapp dari mantan kekasihnya.
Perempuan 24 tahun itu bergeming, memilih tak membalas. Ia tak berdaya, lantaran pesan whatsapp dari mantan kekasihnya berisi ancaman penyebaran foto syurnya.
MA mengaku ancaman serupa terjadi selama 2 tahun. Apalagi, saat dirinya minta putus.
Ia mengungkapkan, pengancaman mantan kekasihnya sering dilakukan melalui pesan whatsapp. Dan pernah juga dilontarkan secara langsung.
“Setiap ada masalah dan saat saya minta untuk hubungannya diakhiri, dia selalu mengancam untuk menyebarkan foto,” katanya kepada kalesang.id, Senin (3/6/2024).
Ia mengaku, saat diancam, dirinya tak membantah karena takut. Bahkan, ia memilih tidak bertemu dengan siapapun dalam beberapa waktu. dirinya merasa stres. Dan berdampak pada aktivitasnya di tempat kerja.
“Saat diancam, saya pun sudah malu ke diri sendiri. Tidak ingin kemana-mana, rasanya lebih aman kalau di kos-kosan,” ungkapnya.
“Pekerjaan juga terganggu, keseharian saya sempat tidak produktif lagi selama beberapa bulan,” lanjutnya.
Meski terancam, ia tak berniat melaporkan mantan kekasihnya di pihak terkait. Menurutnya, saat membuat laporan, akan melibatkan keluarga.
“Saya takut keluarga tau, dan malu juga. Nanti kan akan diperiksa dan harus cerita kejadiannya,” ujarnya.
Akibat peristiwa itu, ia sangat jeli dalam memilih teman hingga pasangan. Baginya, dengan begitu, ia merasa aman dan nyaman.
“Sulit untuk menerima teman baru dan pasangan lagi, butuh waktu yang cukup lama bisa nyaman dengan orang-orang baru,” ungkap MA.
Perkara yang dialami MA merupakan salah satu jenis Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), atau ada yang menyebutnya malicious distribution atau ancaman distribusi foto/video pribadi.
Psikolog Klinis, Khairunisa, M.Psi mengatakan, dampak psikolog yang dialami korban atau penyintas KBGO diukur dari seberapa berat kasus yang terjadi. Bahkan, berpotensi hingga timbulnya keinginan bunuh diri.
“Dampaknya bisa saja trauma penggunaan media sosial, tingkat kekhawatirannya meningkat. Biasanya tergantungan beratnya kasus,” kata Riri
“Bahkan bisa berdampak ke aktivitas sehari-hari dan interaksi sosial. Termasuk dalam memilih pasangan, hingga berindikasi bunuh diri,” tambahnya.
Ia mengaku, pada 2022 lalu, dirinya mendapat laporan KBGO. Yang mana, bentuk kasusnya adalah pemerasan dan pengancaman melalui akun sosial media.
“Korbannya mendapat ancaman kalau tidak memberikan uang, foto-fotonya disebar di sosial media,” ucapnya.
Ia menuturkan, agar para korban dapat bangkit dan pulih dari trauma serta rasa takut, pemulihan bukan hanya tanggung jawab korban sendiri. Dukungan harus didapatkan korban dari keluarga, teman, lingkungan terdekat sebagai support system.
“Support system sangat dibutuhkan oleh korban sebagai langkah pemulihan,” katanya.
Selain itu, Adanya kerangka hukum yang mengenali KBGO sebagai sebuah bentuk kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender, merupakan prasyarat penting bagi upaya pencegahan KBGO dan perlindungan bagi korban KBGO.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi, Fahrizal Dirhan mengatakan, hingga saat ini, untuk wilayah Maluku Utara, pihaknya belum pernah menerima aduan terkait KBGO.
“Belum pernah menerima aduan hingga pendampingan ke korban,” tuturnya.
Namun, baginya, berdasarkan kasus yang dialami MA, acuan hukum yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengancaman.
“Kalau belum ada penyebaran foto, berarti bisa menggunakan KUHP pengancaman,” ungkapnya.
Hasil riset Safenet dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berjudul Jauh Panggang Dari Api Menilik Kerangka Hukum KBGO di Indonesia, hingga saat ini, Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai KBGO. Namun, beberapa produk hukum dan perundang-undangan yang ada sesungguhnya telah memiliki sejumlah dimensi pengaturan yang berkaitan dengan KBGO, bahkan telah diterapkan dalam penanganan kasus-kasus KBGO.
Riset ini juga, menemukan beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang telah memasukkan dimensi KBGO dan/atau sesungguhnya dapat dimanfaatkan dalam penanganan kasus-kasus KBGO, yaitu KUHP, UU ITE, UU Pornografi dan UU Perlindungan Anak.
Menurut Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan Tahun 2024, sebanyak 927 kasus KBGO terjadi sepanjang 2023.
Hingga liputan ini terbitkan, Pemerintah Kota Ternate atau Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara masih meminta waktu untuk memberikan tanggapan terkait jumlah kasus maupun perkembangan KBGO di Kota Ternate.
Peliput: Sitti Muthmainnah